Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Imam Nahrawi, Berikut Artis, Politisi hingga Pejabat yang Ditahan di Jumat Keramat

Kompas.com - 28/09/2019, 12:32 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Istilah Jumat keramat kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi terhitung Jumat (27/9/2019) untuk 20 hari ke depan.

Imam Nahrawi ditahan atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus suap terkait dana hibah Kemenpora kepada KONI tahun anggaran 2018. Ia ditahan setelah menjalani pemeriksaan.

Selain Idrus Marham dan Imam Nahrawi, terdapat artis yang terjun di dunia politik, ketua umum partai hingga pejabat yang ditahan di Jumat Keramat.

Siapa saja mereka?

Angelina Sondakh

Mantan anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Agustus 2013 lalu.KOMPAS/ALIF ICHWAN Mantan anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Agustus 2013 lalu.

Diberitakan Kompas.com (27/4/2017), KPK menahan Angelina Sondakh yang saat itu menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada hari Jumat, 27 April 2012.

Saat itu, Angelina sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap dalam kepengurusan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta di Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) 2010/2011.

Juru Bicara KPK saat itu, Johan Budi dalam konferensi pers menyatakan, KPK menemukan aliran dana yang diterima Angelina Sondakh dalam sejumlah proyek di beberapa universitas di Kemendiknas (Kementrian Pendidikan Nasional) atau sekarang Kemendikbud.

Pemberitaan Kompas.com (30/12/2015), pada pengadilan tingkat pertama, Angelina terbukti menerima suap sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar AS dalam pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Angelina dijatuhi hukuman penjara selama 4,5 tahun dengan denda Rp 250 juta berdasarkan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pada tingkat kasasi MA, hukuman Angelina ditambah menjadi 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar).

Namun, pada saat Peninjauan Kembali ke MA, hukuman Angelina justru dikurangi menjadi 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Angelina tetap dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 12a jo pasa 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Jumat Keramat Menteri Jokowi, dari Idrus Marham hingga Imam Nahrawi

Anas Urbaningrum

Terpidana kasus korupsi Pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas Urbaningrum (kiri) mengikuti sidang lanjutan pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (29/6). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan ahli dari ahli hukum administrasi negara  FHUI, Dian Puji Simatupang. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/pras/18.ANTARA FOTO/RENO ESNIR Terpidana kasus korupsi Pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas Urbaningrum (kiri) mengikuti sidang lanjutan pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (29/6). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan ahli dari ahli hukum administrasi negara FHUI, Dian Puji Simatupang. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/pras/18.

Diberitakan Kompas.com (10/1/2014), Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus anggota DPR saat itu, Anas Urbaningrum, juga ditahan oleh KPK pada hari Jumat, tepatnya 10 Januari 2014.

Sebelumnya, Anas telah ditetapkan sebagai tersangka kurang lebih selama satu tahun atas kasus gratifikasi proyek Hambalang.

Ketika menjadi anggota DPR, Anas saat itu diduga menerima pemberian atau janji proyek Hambalang dan proyek-proyek lain.

Anas dijatuhi hukuman 8 tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Selain itu, Anas juga divonis membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, dan hukuman tambahan membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar dan 5,22 juta dollar AS subsider dua tahun kurungan.

Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara.

Namun, Anas memutuskan untuk mengajukan banding.

Hasilnya, hukuman Anas justru dikurangi menjadi 7 tahun penjara namun tetap dikenakan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Tetapi, Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap Anas.

Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara kini harus mendekam di rumah tahanan selama 14 tahun.

Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.

Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.

Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasi, maka seluruh kekayaannya akan dilelang. Apabila masih juga belum cukup, ia terancam penjara selama empat tahun.

Tak hanya itu saja, Anas juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.

Majelis hakim saat itu berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam secara pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Baca juga: Ditahan KPK, Imam Nahrawi: Ini Takdir Saya

Setya Novanto

Penampilan terpidana kasus e-KTP Setya Novanto saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Dirut PLN SofyanANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Penampilan terpidana kasus e-KTP Setya Novanto saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Dirut PLN Sofyan

Diberitakan Kompas.com (17/11/2017), mantan Ketua DPR RI Setya Novanto juga ditahan KPK pada hari Jumat, yakni 17 November 2017.

Tetapi, saat itu KPK membantarkan penahanan Novanto di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta karena masih perlu perawatan lebih lanjut dan observasi medis akibat kecelakaan kendaraan

Sebelumnya, Novanto ditetapkan sebagai tersangka sebanyak dua kali atas kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Namun, pada penetapan tersangka yang pertama, ia berhasil lolos karena memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Pada sidang vonis, Novanto dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Selain itu, Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim meyakini bahwa Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni pidana 16 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Tak hanya itu, hak politik Novanto juga dicabut selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Baca juga: KPK Tahan Mantan Menpora Imam Nahrawi

Suryadharma Ali

Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013, Jumat (10/4/2015).KOMPAS.com/Ambaranie Nadia Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013, Jumat (10/4/2015).

Diberitakan Kompas.com (10/4/2015), politikus Partai Persatuan Pembangunan sekaligus mantan Menteri Agama RI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Suryadharma Ali ditahan oleh KPK pada hari Jumat, 10 April 2015.

Sebelumnya, Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsi penyelengaraan ibadah haji tahun 2012-2013 di Kementerian Agama.

Dari perbuatannya tersebut, Suryadharma divonis 6 tahun penjara karena dianggap menyalahgunakan jabatannya selaku menteri.

Atas penyalahgunaan wewenangnya, Suryadharma dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.

Suryadharma lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI.

Namun, bandingnya ditolak, justru hukumannya diperberat menjadi 10 tahun penjara

Selain itu, Pengadilan Tinggi juga memperberat hukuman bagi Suryadharma, dengan mencabut hak dia untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana penjara.

Baca juga: Demo UU KPK dan RKUHP, 232 Orang Jadi Korban, 3 Dikabarkan Kritis

(Sumber: Kompas.com/Icha Rastika, Sabrina Asril, Fathur Rochman, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Abba Gabrillin, Robertus Belarminus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com