KOMPAS.com - Setahun berselang, bencana gempa Palu masih terasa jelas di ingatan. Selama satu hari, wilayah Sulawesi Tengah diguncang 13 kali gempa bumi.
Berbagai wilayah terdampak bencana seperti Palu, Sigi, Parigi Moutong, dan Donggala mengalami kehancuran. Bahkan akses komunikasi di wilayah terdampak terputus. Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai kota Palu, Donggala, dan Mamuju.
Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Singaraja, Kabupaten Donggala.
Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer di jalur sesar Palu Koro.
Baca juga: Peneliti Dunia Bikin Rekonstruksi Tsunami Palu, Apa Artinya Bagi Indonesia?
Saat itu, gempa membawa serta bencana tsunami ke perairan di Teluk Palu.
Sebelum terjadinya tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan status tsunami Siaga dan Waspada.
Namun, 30 menit setelah peringatan, BMKG mencabut statusnya pada pukul 17.37. Akan tetapi, tsunami benar-benar terjadi pada pukul 17.22 dengan ketinggian enam meter.
Bencana ini terjadi akibat adanya longsoran sedimen dasar laut di kedalaman 200-300 meter.
Sedimen dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palu belum terkonsolidasi kuat sehingga runtuh dan longsor saat gempa, dan memicu terjadinya tsunami.
Sementara itu, di bagian luar dari Teluk Palu, tsunami disebabkan oleh gempa lokal.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan