Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organisasi Alumni Beasiswa LPDP Serukan Tolak UU KPK Versi Revisi

Kompas.com - 27/09/2019, 19:01 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi alumni dan awardee beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (Mata Garuda LPDP) menyatakan diri menolak UU KPK versi revisi. Menurut organisasi ini, UU versi revisi tersebut berpotensi melemahkan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (27/9/2019), organisasi yang menaungi alumni dan penerima beasiswa LPDP ini juga mendukung presiden untuk membatalkan UU KPK versi revisi yang telah disahkan.

Menurut Ketua Mata Garuda LPDP Pusat, Falma Kumalasari, bila diperlukan, Presiden dan DPR bisa merancang kembali UU KPK yang mendukung kinerja KPK dalam memberantas korupsi.

Selain itu, Falma menyatakan, jika Presiden tidak berkenan untuk membatalkan UU versi revisi tersebut, maka pihaknya akan mendukung adanya pengajuan gugatan pembatalan UU KPK versi revisi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Falma menilai, proses pengesahan UU KPK versi revisi terkesan terburu-buru dan dianggap dapat berdampak terhadap iklim investasi di Indonesia.

Baca juga: Jokowi yang Kini Pertimbangkan Tuntutan untuk Cabut UU KPK...

"Saat ini ada dua cara untuk membatalkan revisi UU KPK tersebut," ucap Falma.

Kedua cara tersebut adalah penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) oleh Presiden atau mengajukan gugatan pembatalan atas UU KPK versi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Berdasarkan kajian Mata Garuda LPDP, ada beberapa poin dalam UU KPK hasil revisi yang perlu ditinjau ulang, yakni:

1. Definisi KPK pada Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 3 memperlihatkan kontradiksi di mana KPK dikatakan bebas dari pengaruh kekuasaan. Namun, dalam definisi ini, KPK dimasukan ke dalam rumpun kekuasaan eksekutif.

"Definisi ini memperlihatkan secara tidak langsung ruang independensi KPK menjadi terbatas," kata Falma.

2. Mata Garuda LPDP mencatat ada beberapa ketentuan yang dianggap mengurangi independensi dan ruang gerak KPK dalam menangani tindak korupsi.

Pasal-pasal ini mengatur pembentukan dan pengangkatan anggota dewan pengawas yang dinilai tidak sesuai.

Adapun menurut Falma, pembentukan dan pengangkatan dewan pengawas dianggap dapat melemahkan kewenangan KPK.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 12 B, Pasal 12 C, Pasal 21 ayat 1 huruf a.

Kemudian Pasal 37 A, Pasal 37 B ayat 1, huruf b, Pasal 37 D, Pasal 37 E ayat 1 dan 2, serta Pasal 37 F ayat 4.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com