Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dandhy Laksono, Awkarin dan Menagih Komitmen Jokowi dalam Menjaga Demokrasi

Kompas.com - 27/09/2019, 13:31 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Nama selebgram Awkarin menjadi trending topic di Twitter karena aksinya yang membagikan 3.000 nasi kotak untuk para mahasiswa yang ikut aksi demo di Gedung MPR, Selasa (24/9/2019).

Banyak netizen menduga pemilik nama asli Karin Novilda akan bernasib sama dengan Ananda Badudu yang menggalang donasi untuk mendukung aksi di Gedung DPR tersebut.

Ananda Badudu, ditangkap Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019) sekitar pukul 04.00 WIB ketika sedang tertidur di kediamannya yang berlokasi di Jalan Tebet Barat IV Raya, Jakarta Selatan.

Kejadian itu pun langsung menyebar ke media sosial, khususnya Twitter, sehingga para netizen juga turut mempertayakan nasib Awkarin.

"Ananda Badudu ditangkap karena galang donasi untuk mahasiswa. #SaveAnandaBadudu
Awkarin bagi2 3000 nasi kotak ke mahasiswa demonstran.
Mau ditangkap juga? Ah, Indonesia becanda," tulis salah satu pengguna Twitter.

Melihat hal ini, pengamat politik dari Universitas Airlangga Novri Susan menilai apa yang dilakukan Awkarin saat itu adalah aktivitas sosial dari empati personal, tanpa ada mobilisasi wacana secara sistematik tentang gerakan protes.

"Ananda Badudu ditangkap atas transfer dana kepada gerakan mahasiswa terkait demonstrasi protes RUU dan UU yang tidak tepat. Ada kemungkinan penggunaan pasal-pasal terkait dugaan ancaman ketertiban umum dan keamanan," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/9/2019).

Menurutnya, transfer dana akan menjadi titik pangkal penggunaan pasal-pasal yang bisa menjerat Ananda Badudu.

Novri juga menilai, bantuan kemanusiaan pada aktivitas demokrasi, termasuk demonstrasi, tidak bisa dimasukkan dalam pelanggaran pidana atau ancaman ketertiban umum.

"Awkarin dan masyarakat lain memberi bantuan makanan minuman ada dalam koridor aktivitas sosial kemanusiaan. Perilaku memberi bantuan ini juga dilakukan oleh aparat kepolisian," tambahnya.

Baca juga: Menanti Sikap Jokowi...

Krisis Demokrasi

Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana mengatakan ada kemungkinan Awkarin juga mengalami nasib serupa dengan apa yang dialami oleh Ananda Badudu.

Menurutnya, siapapun yang berkontribusi atau bersuara terhadap ketidaksukaan terhadap pemerintahaan mungkin akan mengalami nasib yang sama.

"Peluang untuk ditangkap juga terbuka luas. Bukan hanya Awkarin. Siapapun punya peluang sama untuk mengalami nasib yang sama," ucap dia.

"Framming saat ini, entah mahasiswa yang turun ke jalan atau orang-orang yang membantu mahasiswa itu dengan bagi makanan atau kasih support, itu diresponnya menjadi tidak baik," tambahnya.

Aditya juga menilai penangkapan adanya penangkapan aktivis dan sikap anarki para aparat saat aksi demonstrasi tersebut telah menunjukan adanya situasi kritis dalam demokrasi di negara ini.

"Ini tandanya ada bahaya dalam demokrasi kita. Ini sudah masuk kondisi yang mengkhawatirkan," tambahnya.

Adanya penangkapan para aktivis seperti Dandhy Laksono yang berlanjut dengan penangkapan Ananda Badudu, menurut Aditya, adalah kondisi yang kontras dengan kata-kata pemeritah di Istana, Kamis (26/9/2019).

"Kemarin Pak Jokowi sempat bilang 'Jangan ragukan komitme saya jaga demokrasi', ini sangat kontras dengan kalimatnya," ungkap dia.

Baca juga: Jokowi, Pengembalian Mandat Pimpinan dan Revisi UU KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com