Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain RKUHP, Ini Isi RUU Lain yang Dianggap Kontroversial

Kompas.com - 25/09/2019, 20:51 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan mahasiswa terhadap sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) masif disuarakan saat demonstrasi yang berlangsung di sejumlah daerah.

Dalam aksinya, massa menuntut beberapa hal, seperti meminta pemerintah membatalkan UU KPK versi revisi yang baru disahkan DPR.

Selain itu, massa juga meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Protes juga disuarakan terhadap sejumlah RUU yang dinilai kontroversial, di antaranya:

RUU Pertanahan

Salah satu tuntutan massa saat demonstrasi adalah menolak pengesahan RUU Pertanahan. Menurut Sekretaris jenderal konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, setidaknya ada delapan persoalan dalam RUU ini.

Persoalan pertama, RUU Pertanahan dinilai bertentangan dengan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

Baca juga: Berpakaian Serba Hitam, Mahasiswa Protes UU KPK hingga Tolak RUU Pertanahan

Meski dalam konsiderannya dinyatakan bahwa RUU ini menyempurnakan hal-hal yang belum diatur dalam UUPA, namun Dewi menyatakan, substansinya semakin menjauh dan saling bertentangan.

Kemudian kedua mengenai hak pengelolaan dan penyimpangan hak menguasai negara. Dewi mengatakan, HPL selama ini menimbulkan kekacauan penguasaan tanah serta menghidupkan kembali domain verklaring.

Domain verklaring adalah suatu pernyataan yang menetapkan suatu tanah menjadi milik negara jika seseorang tidak dapat membuktikan kepemilikannya.

Lebih lanjut, anggota Fraksi PDI-P, Arif Wibowo mengatakan, domain verklaring merupakan konsepsi kolonial yang rentan menjerat masyarakat hukum adat.

"Mereka masih rentan terkena prinsip domain verklaring, sebagaimana terlihat dalam Pasal 20 RUU Pertanahan," ucap Arief.

Sementara Dewi menilai, hak menguasai dari negara yang ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dinilai diterjemahkan secara menyimpang dalam RUU ini. Hal ini kemudian melahirkan jenis hak baru yang disebut Hak Pengelolaan.

RUU ini juga dinilai tidak memiliki langkah konkret dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat.

Persoalan selanjutnya adalah hak guna usaha (HGU). Menurut Dewi, di dalam RUU Pertanahan, HGU diprioritaskan bagi pemodal skala besar.

Bahkan, RUU tersebut juga tidak mengatur keterbukaan informasi HGU seperti yang diamanatkan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.

Adapun, RUU ini juga mengatur mengenai Hak Pakai yang diatur dalam Pasal 34. Hak Pakai digunakan untuk memberikan konsesi pada usaha perkebunan, peternakan, perikanan, dan pergaraman yang berdasar pada penggunaan tanah.

Baca juga: Masalah-masalah dalam RUU Pertanahan yang Bakal Rugikan Warga Sipil

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com