KOMPAS.com - Terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 menuai protes masyarakat sipil hingga internal KPK sendiri.
Selain karena adanya tudingan pelanggaran etik yang pernah dilakukan, penolakan juga dikarenakan Firli berasal dari Polri.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan Ketua KPK yang berasal dari Polri.
Toh, Ketua pertama KPK, Taufiequrachman Ruki juga bekas perwira Polri. Begitu pula pimpinan lain dan para penyidik KPK yang sebagian besar dari unsur Polri.
Namun, 15 tahun perjalanan KPK yang diwarnai sejumlah konflik dengan Polri memancing tanya publik.
Belum lagi soal penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan yang kasusnya tak kunjung terungkap di tangan kepolisian.
Terpilihnya Firli juga menimbulkan sentimen negatif terhadap Polri. Pasalnya, selama beberapa tahun terakhir, sejumlah jenderal polisi juga menduduki jabatan strategis di lembaga lain.
Salah satu yang kontroversial adalah kasus Jenderal (Purn) Budi Gunawan. Budi pernah jadi tersangka kasus rekening gendut Polri yang diusut KPK.
Gagal menjadi Kapolri, Budi kini menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga dikepalai polisi, Komjen Suhardi Alius.
Suhardi menjabat sejak 2016, menggantikan Tito Karnavian yang dilantik menjadi Kapolri. Sebelum di BNPT, Suhardi menjabat Sekretaris Utama Lemhanas.
Begitu pula Badan Narkotika Nasional yang saat ini dipimpin Irjen Heru Winarko. Sebelum di BNN, Heru pernah menjadi staf Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan bidang ideologi dan konstitusi serta Deputi Penindakan KPK
Sebelum diisi Heru, BNN dikepalai Budi Waseso. Saat ini, Budi Waseso menjabat Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog).
Sejak dulu BIN, BNN, dan BNPT memang selalu dipimpin militer atau kepolisian.
Namun kini, polisi juga ikut mengurusi lembaga lain yang tak terkait urusan kepolisian seperti Bulog, kementerian, hingga kedutaan besar.