Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal ISPA yang Menyerang Puluhan Ribu Warga Akibat Kabut Asap

Kompas.com - 16/09/2019, 17:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kabut asap akibat kebakaran hutan melanda beberapa kawasan di Kalimantan, Sumatera, hingga negara tetangga Malaysia.

Selain berdampak pada jarak pandang yang rendah hingga batalnya jadwal pesawat, kabut asap juga menimbulkan masalah kesehatan pada penduduk yang terkena imbas.

Data Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan (Kalsel) menyebutkan, sudah 20.000 warga yang diketahui terkena Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) akibat kabut asap.

Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, HM Muslim, saat dihubungi Minggu (15/9/2019), mengatakan bahwa bulan Agustus hingga pertengahan September 2019 merupakan periode dimana penderita paling banyak bertambah.

Baca juga: Dampak Kabut Asap, Puluhan Ribu Warga Terserang ISPA hingga Warga Salat Minta Hujan

Sementara itu, laporan Kompas.com pada Senin (16/9/2019) menyebutkan, seorang bayi berumur 4 bulan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan diduga meninggal karena ISPA setelah terpapar kabut asap yang melanda lingkungan rumahnya.

Lantas, apa sebenarnya ISPA?

Melansir dari Hello Sehat, ISPA adalah infeksi yang menyerang satu komponen saluran pernapasan bagian atas.

Adapun, bagian saluran pernapasan yang terkena meliputi hidung, sinus, faring, dan laring.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, beberapa bakteri yang umumnya menjadi penyebab ISPA diantaranya adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Chlamydia spp, dan Mycoplasma pneumoniae.

ISPA lebih rentan menyerang anak-anak karena kekebalan tubuh anak lebih lemah. Sebetulnya ISPA tak begitu berbahaya, namun penyakit ini berisiko menyebabkan komplikasi.

Meski ISPA lebih rentan menyerang anak-anak, ISPA juga bisa menimpa semua kelompok umur. Penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor polusi udara baik di dalam atau luar ruangan, peningkatan suhu bumi serta kelembaban.

Melansir dari “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan Manusia Rimba Kalimantan” yang diterbitkan fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, meningkatnya ISPA saat terjadi kasus kebakaran hutan distimulir oleh masuknya partikel-partikel asap yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya seperti SO2, NO2, CO dan O3 yang mengganggu fungsi pernapasan.

Gejala ISPA

Beberapa gejala penyaki ini ditandai dengan batuk-batuk, kesulitan bernapas yang bisa berujung pada kematian.

ISPA bisa berbahaya apalagi bila sudah disertai pneumonia, sehingga sangat sulit ditolong.
Laporan Hello Sehat menyebutkan, beberapa gejala ISPA diantaranya adalah:

- Hidung tersumbat dan pilek
- Batuk kering tanpa dahak
- Demam ringan
- Sakit tenggorokan
- Sakit kepala ringan
- Bernapas cepat atau kesulitan napas
- Warna kebiruan pada kulit akibat kekurangan oksigen
- Gejala sinusitis seperti wajah nyeri, hidung beringus dan kadang sakit disertai demam

Baca juga: Sebanyak 6.025 Warga Kalbar Tercatat Menderita ISPA

Keluhan mual, muntah dan diare umumnya juga menyertai mereka dengan ISPA yang tak kunjung sembuh.

Namun, perlu diingat, mereka yang sedang hamil atau bayi di bawah 2 tahun, serta penderita asma, apabila mengalami sesak napas akibat kabut asap yang terjadi sebaiknya segera dibawa untuk diperiksa.

Mereka yang pilek selama lebih dari seminggu, sebaiknya juga memeriksakan diri ke dokter untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

The Simpsons Disebut Sudah Memprediksi Runtuhnya Jembatan Baltimore, Bagaimana Faktanya?

The Simpsons Disebut Sudah Memprediksi Runtuhnya Jembatan Baltimore, Bagaimana Faktanya?

Tren
Hindari Minum Kopi Sebelum Naik Pesawat, Ini 3 Alasannya

Hindari Minum Kopi Sebelum Naik Pesawat, Ini 3 Alasannya

Tren
7 Daftar Pelanggaran Etik yang Terbukti Dilakukan Anwar Usman

7 Daftar Pelanggaran Etik yang Terbukti Dilakukan Anwar Usman

Tren
9 Cara untuk Menyampaikan Rasa Cinta Kepada Kucing Peliharaan

9 Cara untuk Menyampaikan Rasa Cinta Kepada Kucing Peliharaan

Tren
Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan Penyakit Gagal Ginjal dan Batu Ginjal

Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan Penyakit Gagal Ginjal dan Batu Ginjal

Tren
Resmi, Indonesia-Singapura Berlakukan Perjanjian Ekstradisi Buronan

Resmi, Indonesia-Singapura Berlakukan Perjanjian Ekstradisi Buronan

Tren
RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

Tren
Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Tren
Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Tren
7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

Tren
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Tren
Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Tren
Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Tren
Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Tren
Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com