Diberitakan Harian Kompas, 10 Januari 1995, kecaman yang dilakukan Habibie kepada musik rap karena musik tersebut dinilai merusak nilai budaya bangsa.
Namun, kecaman tersebut mendapat penolakan dari kalangan seni saat itu. Salah satunya adalah dari Ketua Presidium Gabungan Artis Nusantara (GAN) Jathi Kusumo.
Menurutnya, maraknya musik rap seharusnya dipahami secara arif tanpa harus mengecamnya.
Salah seorang pemusik saat itu, Suka Hardjana juga berpendapat jenis musik ini justru menawarkan alternatif di tengah maraknya jenis musik lain.
Kedua tokoh tersebut berpendapat bahwa fenomena maraknya jenis musik rap adalah cermin kebangkitan pemberontakan atau perlawanan atas kemapanan.
Setelah mendapat berbagai penolakan atas komentarnya yang mengecam musik rap, Habibie lantas meluruskan alasannya tidak menyukai musik rap.
Diberitakan Harian Kompas, 8 Februari 1995, menurut Habibie, ia tidak menentang musik rap, namun hanya tidak menyukai kata-kata yang ada dalam lagu rap dari Amerika Serikat yang kebetulan didengarnya di sebuah televisi.
Habibie juga mengatakan, lagu-lagu rap dari Amerika Serikat tersebut justru tidak dihargai di negeri tersebut dikarenakan kata-kata dalam lagunya terlalu kasar.
Salah satu penyanyi rap di Indonesia, Denada, yang saat itu akan meluncurkan album rap perdananya juga mengungkapkan kelegaannya.
"Saya lega jadinya," kata Denada.
Denada juga mengatakan, lagu-lagu rap dari Indonesia tidak mengandung kata-kata yang kasar.
"Yang di sini justru berisi kata-kata yang halus dan menentang kekasaran," lanjut Denada.
Baca juga: Sulit Membayangkan Reformasi Kalau Presidennya Bukan Pak Habibie
(Sumber: Kompas.com/Faishal Raihan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.