Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

World Suicide Prevention Day, Ini 5 Mitos Salah Kaprah Soal Bunuh Diri

Kompas.com - 10/09/2019, 20:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com – 10 September setiap tahunnya diperingati sebagai World Suicide Prevention Day oleh masyarakat dunia. Hari ini, tagar WorldSuicidePreventionDay bahkan menjadi salah satu trending di Twitter Indonesia.

Menyoal bunuh diri, banyak hal yang diyakini oleh masyarakat selama ini sebagai tindakan untuk menghilangkan nyawa secara paksa.

Tidak hanya tentang tindakannya, namun juga pelaku bunuh diri kerap menjadi bahan perbincangan. Kebanyakan orang meyakini bahwa bunuh diri adalah jalan pintas ketika seseorang terhimpit suatu masalah yang tak kunjung selesai.

Sayangnya, sebagian keyakinan yang selama ini diimani masyarakat tentang semua itu ternyata hanyalah sebatas mitos yang tak terbukti kebenarannya.

Setidaknya, Suicide Awareness Voices of Education (SAVE) melihat terdapat 5 mitos tentang bunuh diri yang sepatutnya tidak lagi dipercaya oleh masyarakat secara luas.

Baca juga: Kondisi Pelajar yang Nekat Bunuh Diri di Bogor dalam Keadaan Baik

1. Celetukan bunuh diri hanya candaan

Mitos pertama adalah masyarakat yang meyakini celetukan bunuh diri adalah bentuk candaan dan tidak akan benar-benar dilakukan.

Padahal faktanya, celetukan-celetukan itu, meskipun hanya sekali dua kali dilontarkan, bisa menjadi petunjuk bahwa seseorang sedang menghadapi masalah dan menjadikan bunuh diri sebagai jalan keluarnya.

Berdasarkan pengamatan yang ada, orang yang melakukan bunuh diri telah memberikan klu atau sinyal-sinyal sebelumnya, hanya saja hal itu tidak disadari oleh orang-orang di sekitarnya, dan justru dianggap sebagai candaan.

2. Pelaku adalah orang gila

Mitos kedua adalah orang yang melakuakan bunuh diri adalah orang yang secara mental kesehatannya terganggu atau gila.

Padahal, fakta di lapangan menyatakan sebagian besar pelaku bunuh diri bukanlah mereka yang disebut “gila”.

Mereka yang hidupnya harus berakhir di tangan sendiri memang orang-orang yang mengalami kekecewaan, tekanan berat, kesedihan, putus asa, dan sebagainya.

Namun hal yang perlu digarisbawahi adalah, mereka yang memiliki perasaan dan keadaan seperti itu tidak selalu tepat jika disebut sebagai penderita gangguan mental.

3. Keinginan bunuh diri tak bisa dihentikan

Ilustrasi bunuh diri.Shutterstock Ilustrasi bunuh diri.

Hal lain yang diyakini masyarakat tentang bunuh diri namun sesungguhnya keliru, adalah mengenai niatan yang disebut sudah tidak bisa dihentikan dengan usaha apapun.

Padahal, sebesar apapun niatan mengakhiri hidup yang ada dalam benak seseorang semua itu masih bisa berubah. Hal itu karena orang yang paling depresi sekalipun tetap memiliki rasa takut akan mati.

Baca juga: Kerap Dimarahi karena Dapat Nilai Buruk, Remaja Ini Bunuh Diri Pakai Pistol Sang Ayah

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com