Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemblokiran Akses Internet di Papua dan Papua Barat yang Akhirnya Dibuka...

Kompas.com - 05/09/2019, 08:06 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi massa di wilayah Papua dan Papua Barat yang terjadi sekitar dua pekan lalu, diikuti dengan kebijakan pemerintah untuk memblokir dan membatasi akses internet di kedua provinsi itu.

Sejak 21 Agustus 2019, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika menerapkan pembatasan akses itu dengan alasan untuk mengurangi penyebaran hoaks dan meminimalisasi penyebaran konten negatif yang dapat memprovokasi aksi massa.

Pembatasan akses internet ini diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan situasi di Papua dan Papua Barat.

Setelah berlangsung hampir dua pekan, akses internet di Papua dan Papua Barat mulai dibuka secara bertahap pada Rabu (4/9/2019).

Ini pro kontra dan catatan dari kebijakan pemerintah terkait pemblokiran akses internet terbatas di Papua dan Papua Barat, meski akhirnya kini telah dibuka kembali.

Blokir

Pada 21 Agustus 2019, Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengungkapkan, pemblokiran akses internet dilakukan hingga kondisi Papua dan Papua Barat mulai kondusif dan normal.

Hal ini dilakukan Kemenkominfo merespons permintaan Kepolisian RI.

Desakan agar pemerintah membuka blokir akses internet mulai muncul.

Namun, Kemenkominfo belum mengubah kebijakan.

Pihak kepolisian menyebut bahwa aksi anarkistis bisa lebih parah jika tak dilakukan pembatasan akses internet.

"(Pembatasan internet) memang salah satu, bisa memicu. Cuma kalau itu enggak diblokir, tambah lebih parah lagi," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, Sabtu (31/8/2019).

Namun, desakan agar akses internet di wilayah Papua dan Papua Barat semakin menguat, salah satunya dari SAFE Net.

Pembatasan akses internet ini dinilai merugikan, karena masyarakat sulit mendapatkan informasi hingga turut berdampak pada perekonomian.

"Pembatasan dan pemblokiran juga menganggu perputaran roda perekonomian, menghambat kegiatan masyarakat yang mengandalkan internet," Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net) Damar Juniarto.

"Pemblokiran dan pembatasan akses informasi ini melanggar hak digital, terutama hak warga negara untuk dapat mengakses informasi yang sebenarnya dilindungi Pasal 19 ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik," lanjut dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com