JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa pekan terakhir, pemberitaan media massa diwarnai serentetan kasus kriminal, khususnya pembunuhan dan pemerkosaan.
Modus dan cara melakukannya tergolong sadis.
Misalnya, kasus pembunuhan yang dilakukan di atas Kapal Motor (KM) Mina Sejati.
Tiga orang pelaku membunuh para anak buah kapal yang tengah dalam keadaan tidur.
Lainnya, seorang istri yang menyewa pembunuh bayaran dengan biaya Rp 500 juta untuk membunuh suami dan anak tirinya.
Pembunuh bayaran membunuh keduanya dan membakarnya.
Di Banyumas, Jawa Tengah, seorang ibu dan ketiga anaknya membunuh 4 orang saudaranya pada 2014. Jenazah dikubur di kebun belakang rumah ibunya, dan baru diketahui saat ini.
Melihat rangkaian tindakan ini, adakah suatu pemicu dan refleksi apa yang bisa diambil dari serentetan tindak kriminal ini?
Apakah ada kecenderungan tingkat sadisme semakin tinggi?
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Izraq Sulhin mengatakan, kejahatan dengan kekerasan, pembunuhan, penganiayaan tidak ada klasifikasi sadisme yang ekstrem.
Menurut dia, kejahatan dan kekerasan itu memang fluktuatif.
“Secara statistik kejahatan kekerasan utamanya pembunuhan naik turun masih normal,” ujar Izraq, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (27/8/2019).
Ia menjelaskan, kejahatan dengan kekerasan karakteristiknya memang erat hubungannya dengan penganiayaan, menimbulkan darah, korban meninggal, dan lain-lain.
Oleh karena itu, Izraq berpendapat, tak bisa dikatakan bahwa orang semakin sadis.
Selain itu, lanjut Izraq, setiap tindak kejahatan tak bisa dinilai dari sudut pandang yang sama.