JAKARTA, KOMPAS.com - Pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat sejak kerusuhan yang terjadi pada pekan lalu masih berlangsung hingga hari ini, Senin (26/8/2019).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara meminta maaf karena belum bisa memastikan kapan blokir internet di Papua dan Papua Barat akan dicabut.
“Saya bersimpati kepada saudara-saudara kita di Papua. Saya mohon maaf kalau memang (pemblokiran akses layanan data) ini turut memberi dampak,” kata Rudiantara ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Rudi mengatakan, alasan belum dicabutnya blokir internet di Papua dan Papua Barat karena propaganda di dunia maya di dua provinsi tersebut belum berhenti meski suasana sudah kondusif.
Baca juga: Komnas HAM: Pemblokiran Internet di Papua Melanggar HAM
Langkah tersebut dilakukan pemerintah untuk mencegah meluasnya hoaks dan propaganda yang dapat memperkeruh suasana.
Menanggapi blokir internet di Papua dan Papua Barat yang masih berlangsung hingga saat ini, analis media sosial yang juga pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengatakan, kebijakan pemblokiran ini akan berdampak negatif bagi pemerintah.
Dalam melakukan analisanya, Ismail menggunakan media sosial (Twitter) untuk mengamati narasi-narasi yang berkembang setelah terjadinya kerusuhan di Papua.
"Saya ingin melihat propaganda apa yg terjadi terkait Papua setelah kejadian kemarin. Narasi mereka apa, bagaimana respons pemerintah kita, atau respons netizen kita," kata Ismail ketika dihubungi Kompas.com, Senin (26/8/2019).
Baca juga: Kemenkominfo Blokir Layanan Data Telekomunikasi di Papua dan Papua Barat
Hasilnya, Ismail menemukan penggunaan kata "West Papua" dalam perbincangan warganet yang semakin menguat setelah terjadi kerusuhan.
Ketika netizen di Indonesia sibuk dengan pro-kontra soal Banser, FPI, dan Khilafah (lihat cluster #BanserUntukNegeri dan #BUBARKANBANSER), cluster ke-3 yang selama ini memperjuangkan pembebasan "West Papua" fokus membangun narasi di dunia internasional, dan tanpa dpt perlawanan. pic.twitter.com/vSq7wVHOvi
— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) August 26, 2019
Isu yang paling banyak menggunakan kata "West Papua" adalah isu tentang akses internet.
"Pemblokiran dampaknya kan besar. Kalau saya lihat data saja, dari diplomasi internasional ini sudah kelihatan. Diplomasi internasional itu dimanfaatkan untuk menjadi satu item represifnya Pemerintah Indonesia," ujar Ismail.
"Selama ini, sudah digambarkan represif, dengan pemblokiran internet diperlihatkan semakin represif," lanjut dia.
Ismail menyayangkan tidak adanya kontra narasi yang dilakukan oleh pemerintah sehingga informasi terkait Papua di mata internasional cenderung negatif.
Menurut dia, pemblokiran internet yang dilakukan oleh pemerintah kurang memerhatikan aspek diplomasi internasional.
"Kalau dulu isunya kan genoside-genoside. Kalau sekarang isunya adalah blokir internet," kata Ismail.