Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Kebiri Kimia, dari Wacana, Pro Kontra, Terbitnya Perppu, hingga Vonis untuk Aris

Kompas.com - 26/08/2019, 10:17 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Untuk pertama kalinya, hakim menjatuhkan vonis kebiri kimia terhadap pelaku pemerkosaan.

Vonis kebiri kimia diberikan kepada Muh Aris (20), seorang pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur, yang dinyatakan terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak.

Selain hukuman kebiri kimia, Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menanggapi vonis ini, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung untuk mengeksekusi hukuman tersebut.

Petunjuk teknis eksekusi hukuman kebiri kimia belum ada, mengingat vonis ini baru pertama kali dijatuhkan.

Baca juga: Daftar Negara yang Pernah Berikan Vonis Kebiri Kimia

Kilas balik ke belakang, teknis eksekusi vonis kebiri kimia sempat menjadi perbincangan ketika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyampaikan sikap resmi menolak menjadi eksekutor hukuman ini.

Ini ringkasan perjalanan aturan hukuman kebiri, sejak masih menjadi wacana, diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), disahkan DPR, pro kontranya, hingga kini vonis untuk pertama kalinya.

Wacana hukuman kebiri

Jika menilik pemberitaan Kompas.com, wacana hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual muncul pertama kali pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kala itu, medio Mei 2014, Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, pemerintah tengah mengupayakan tindak pencegahan kejahatan seksual.

Upaya itu, salah satunya kemungkinan penerapan hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual.

"Dengan semakin maraknya tindak kejahatan seksual baik terhadap anak maupun orang dewasa di Tanah Air saat ini, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menerapkan hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual tersebut," kata Agung, seperti diberitakan Kompas.com, 31 Mei 2014.

Menurut Agung, selain menerapkan hukuman kebiri, pemerintah juga akan memperberat hukuman pidana terhadap pelaku dengan ancaman hukuman minimal 15 tahun penjara.

Baca juga: Seperti Apa Kebiri Kimia?

Pada November 2014, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperberat hukuman pelaku kejahatan seksual dengan merevisi undang-undang terkait kejahatan tersebut.

Beberapa hal yang direkomendasikan Komnas PA saat itu adalah meminta penambahan pemberatan hukuman kebiri dengan suntik kimia.

Menurut dia, pemberatan hukuman menjadi prioritas karena sudah didukung Instruksi Presiden No 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Menentang Kejahatan Seksual.

Aris menilai, hukuman yang belum maksimal tidak akan menimbulkan efek jera.

Jokowi terbitkan Perppu Kebiri

Pada Mei 2016, wacana hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual kembali muncul dan menguat setelah kasus pemerkosaan yang dialami Yn, siswa SMP di Bengkulu, yang berusia 14 tahun.

Yn diperkosa 14 orang dan dibunuh.

Merespons kasus ini, pemerintah menindaklanjutinya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Pada 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Melalui perppu ini, pemerintah mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yaitu Pasal 81 dan Pasal 82, serta menambahkan satu Pasal 81A.

Baca juga: Cerita di Balik Kebiri Kimia di Mojokerto, Kesulitan Mencari RS untuk Eksekusi hingga Belum ada Juknis dari MA

Perppu tersebut memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, yaitu hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal penjara 20 tahun dan minimal 10 tahun.

Selain itu, Perppu ini juga menyebutkan tiga hukuman tambahan, yaitu kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik.

Usai penandatanganan perppu, Jokowi berharap Perppu tersebut dapat memberikan ruang kepada hakim untuk memberikan hukuman seberat-beratnya dan memberikan efek jera kepada pelaku.

Ia berharap, aturan ini dapat menekan angka kejahatan seksual terhadap anak.

Menurut Jokowi, kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa yang dapat mengancam masa depan dan tumbuh kembang anak.

Pro dan kontra hukuman kebiri kimia

Pro dan kontra mengenai penerapan hukum kebiri mencuat setelah pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai, perppu kebiri yang dikeluarkan pemerintah tak progresif.

"Saya kira tadinya akan ada penambahan yang sifatnya progresif. Semisal mengharuskan negara memberi kompensasi dana kepada korban untuk melakukan pengobatan fisik dan rehabilitasi secara psikologis," kata Supriyadi, yang biasa disapa Supi, seperti diberitakan Kompas.com, 25 Mei 2016.

Baca juga: Hukuman Kebiri Kimia Belum Ada Juknis, Kejati Jatim Tunggu Petunjuk Jaksa Agung

Ia mengatakan, selama ini sudah ada payung hukum yang mengatur hukuman terhadap tindak kekerasan seksual.

Namun, penerapannya belum maksimal.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh mengapresiasi langkah Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut dia, melalui perppu ini, egara hadir dalam melindungi anak Indonesia dari ancaman kekerasan seksual.

Menurut Asrorun, Presiden mengambil keputusan yang sangat radikal dan bisa menjadi tonggak kepeloporan dalam perlindungan anak di tengah polemik urgensi penerbitan Perppu.

Masyarakat yang kontra terhadap hukuman itu menganggap pemerintah telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Baca juga: Kebiri Kimia di Mojokerto, Kejaksaan Masih Mencari Rumah Sakit untuk Eksekusi Hukuman

Menanggapi tudingan itu, Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Sujatmiko, menegaskan pemerintah akan tetap memerhatikan koridor hukum.

"Perppu ini akan diterapkan dengan tetap memperhatikan koridor hukum, termasuk penghormatan terhadap HAM, baik pelaku maupun korban. Perppu ini sangat diperlukan untuk melindungi para korban yang merupakan kelompok rentan, perempuan dan anak," kata Sujatmiko, seperti diberitakan Kompas.com, 26 Mei 2016.

Menurut dia, hukuman kebiri kimia tidak berlaku bagi pelaku yang masih anak-anak.

Pelaksanaannya juga diawasi secara ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan.

IDI menolak jadi eksekutor

Polemik hukuman kebiri terus berlanjut ketika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri.

Menurut Ketua Umum IDI Ilham Oetama Marsis, pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Kita tidak menentang perppu mengenai tambahan hukuman kebiri. Namun, eksekusi penyuntikan janganlah (dilakukan) seorang dokter," kata Marsis, seperti diberitakan Kompas.com, 6 September 2016.

Baca juga: Perkosa 9 Anak, Seorang Pemuda di Mojokerto Dihukum Kebiri Kimia

Kendati demikian, Marsis menegaskan, IDI mendukung kebijakan pemerintah untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Namun, sikap IDI ini menimbulkan dilema, mengingat hanya dokter yang memiliki kompetensi untuk memasukkan zat kimia ke tubuh manusia.

Disahkan DPR Menjadi UU

Setelah sempat tertunda, DPR akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna pada 12 Oktober 2016.

Beberapa fraksi yang sempat menolak, seperti PKS, juga menyetujuinya dengan catatan.

Beberapa catatan tersebut di antaranya adalah data dan rumusan perppu yang menjadi landasan penetapan perppu tidak jelas.

Tercatat hanya Gerindra yang tetap dalam posisi menolak.

Rahayu Saraswati, Anggota Fraksi Partai Gerindra, mengatakan, Gerindra mendukung pemberian hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual.

Baca juga: Peringatan Hari Anak Nasional, Menteri Yohana Bicara Pentingnya Hukuman Kebiri

Namun, penjelasan pemerintah dinilainya masih kurang jelas terkait implementasi hukuman tambahan tersebut.

"Jika mayoritas menyetujui, kami menghormati. Tapi berdasarkan prinsip, kami harap nanti ditambahkan sebagai catatan bahwa Fraksi Partai Gerindra masih belum menyetujui," ujar Rahayu.

Menanggapi catatan itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yambise berjanji akan segera menindaklanjuti untuk membuat mekanisme pelaksanaan.

Vonis kebiri kimia untuk Aris

Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur menjadi orang pertama yang akan menjalani hukuman kebiri kimia.

Hukuman itu dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya setelah Aris dinyatakan terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak.

Selain hukuman kebiri kimia, Aris juga divonis penjara 12 tahun dan denda 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Putusan majelis hakim terkait perkara yang menjerat Aris, tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019.

Vonis hukuman pidana bagi predator anak tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.

Terkait eksekusi hukuman kebiri, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengungkapkan, pihaknya masih mencari rumah sakit yang bisa menjalankan eksekusi kebiri kimia.

"Kalau untuk pidana kurungannya sudah bisa dilakukan eksekusi. Namun, untuk kebiri kimia, kami masih mencari rumah sakit yang bisa," kata Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).

(Sumber: Kompas.com/Ihsanuddin/Kristian Erdianto/Dian Maharani/Nabilla Tashandra/Moh. Syafii/Rakhmat Nur Hakim)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com