KOMPAS.com - Masih ingatkah Anda kapan terakhir kali duduk di depan televisi untuk menonton sebuah acara dari awal sampai akhir?
Masih adakah acara yang jadi favorit dan selalu Anda tunggu-tunggu di layar kaca?
Mungkin banyak yang masih jadi penonton setia televisi. Tapi banyak juga yang menyalakan televisi hanya sebagai "background noise" di rumahnya.
Salah satunya Ika Defianti (28), karywan di Jakarta. Ika mengaku nyaris tak pernah lagi menonton televisi. Kalau pun menonton, hanya siaran berita yang sekadar didengarkan.
"Kerjaan yang bikin enggak sempet nonton TV. Paling kalau di kantor karena ada TV. Kalau di rumah enggak sih," kata Ika kepada Kompas.com, Kamis (15/8/2019).
Untuk hiburan sehari-hari, Ika lebih memilih menonton lewat ponselnya. Serial Korea kesukaannya bisa ditonton kapan saja, di mana saja.
"Ada Netflix, Viu, sama YouTube. Lebih banyak pilihan konten menarik," ujar Ika.
Baca juga: Sudah Siapkah Televisi Indonesia Hadapi Disrupsi Digital?
Global Web Index menyurvei 391.130 responden di 41 negara. Konsumen digital kini menghabiskan lebih dari 6 jam 45 menit online, 3 jam 18 menit dihabiskan lewat smartphone.
Bagaimana dengan TV?
Baca juga: Akankah TV Bernasib Sama dengan Koran dan Majalah?
TV streaming termasuk yang cukup pesat pertumbuhannya, kini sudah dinikmati lebih dari satu jam per hari.
Sementara televisi linear, yakni TV gratis dan kabel hanya stagnan ditonton di bawah dua jam sehari.
Sejak 2014, dari 33 negara yang disurvei, TV linear mengalami penurunan di 29 negara. Sementara TV online naik di 28 negara.
Media konvensional seperti televisi, hanya tumbuh di negara dengan banyak penduduk lansia seperti sebagian Eropa dan Jepang.
Penonton televisi terbesar adalah mereka yang berusia lebih dari 50 tahun.
Padahal, pengiklan televisi mengincar mereka yang termasuk usia produktif dan punya uang untuk dihabiskan.