Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya Manakah Polusi Udara dengan Mengisap Rokok?

Kompas.com - Diperbarui 17/03/2022, 17:51 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Polusi udara masih menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup di banyak negara, termasuk Indonesia.

Akibat paparan polusi, seseorang berpotensi untuk menderita penyakit pernapasan akut (ISPA), paru-paru, kanker, dan beberapa penyakit lainnya.

Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.

Baca juga: Berikut Bahaya Vape, dari Cedera Paru hingga Berujung Kematian

Dikutip dari independent.co.uk, sebuah studi menunjukkan bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat memperburuk penyakit paru-paru.

Hal itu sama halnya dengan menghisap satu bungkus rokok (20 batang) per hari.

Para peneliti melihat paparan empat polutan utama memengaruhi kesehatan paru-paru pada 7.071 orang dewasa dengan usia 45 hingga 84 tahun yang tinggal di enam kota AS.

Baca juga: Masih Gunakan Vape Setiap Hari? Kenali 4 Bahayanya...

Dampak polusi udara

Ilustrasi rokok elektrik, rokok vape, vape. Bahaya rokok vape tingkatkan risiko disfungsi ereksi pada pria 20 tahun ke atas.PIXABAY Ilustrasi rokok elektrik, rokok vape, vape. Bahaya rokok vape tingkatkan risiko disfungsi ereksi pada pria 20 tahun ke atas.

Mereka mengukur tingkat partikel halus, seperti nitrogen oksida, karbon hitam dan ozon di luar rumah peserta.

Peneliti juga melakukan CT scan untuk melacak perkembangan emfisema dan penurunan fungsi paru-paru.

Beberapa penyakit pernapasan, seperti emfisema, bronkitis kronis, dan asma masih menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia.

Baca juga: Lubang Ozon di Antartika Disebutkan Makin Membesar dan Membuat Rekor, Apa Dampaknya bagi Kehidupan?

Dengan mengawasi peserta selama rata-rata 10 tahun, mereka menemukan bahwa paparan jangka panjang untuk semua polutan berkaitan dengan peningkatan persentase emfisema yang terlihat pada CT scan.

Korelasi terkuat ditemukan pada ozon permukaan tanah, yang berkaitan juga dengan penurunan fungsi paru-paru.

Di daerah dengan tingkat ozon yang lebih besar, mereka menemukan peningkatan emfisema kira-kira setara dengan merokok sebungkus sehari selama 29 tahun.

Baca juga: Mengenal Tanaman Pembersih Udara yang Kuat Serap Polusi

Ilustrasi polusi udarafreepik.com/ frimufilms Ilustrasi polusi udara

Profesor Ilmu Kesehatan Lingkungan dari University of Washington Joel Kaufman mengungkapkan keterkejutannya pada temuan itu.

"Kami terkejut ketika melihat betapa kuatnya dampak polusi udara terhadap perkembangan emfisema pada hasil scan paru-paru," kata Joel.

"Itu setara dengan efek dari merokok, yang sejauh ini menjadi penyebab emfisema yang paling umum," lanjutnya.

Baca juga: Puntung Rokok dan Plastik Sekali Pakai, Dominasi Sampah di Pantai dan Kawasan Bawah Laut

Ia menjelaskan bahwa pihaknya masih membutuhkan waktu untuk memahami penyebab paru-paru kronis.

"Sulit untuk mengelak jika polusi udara menjadi penyumbang utama penyebab paru-paru kronis" ucapnya.

Ozon di permukaan tanah diproduksi ketika sinar UV bereaksi dengan polutan dari bahan bakar fosil.

Baca juga: Indonesia Disebut Alami Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG

Proses ini dipercepat dengan adanya gelombang panas. Ketika sebagian besar tingkat polusi udara turun, jumlah ozon justru semakin meningkat.

Para penulis percaya jumlah tersebut akan terus meningkat kecuali jika ada langkah lebih lanjut untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil.

Studi ini dilakukan oleh para peneliti dari University of Washington, Columbia University dan University at Buffalo yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association.

Baca juga: Viral Langit Merah di Muaro Jambi, Ada Apa?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Cara Mengurangi Polusi Udara Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com