Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Cukup Sudah, Hentikan Kekerasan di Papua

Kompas.com - 22/08/2019, 16:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Selma Theofany

RENTETAN penahanan dan intimidasi terhadap masyarakat Papua yang terjadi di Malang dan Surabaya, Jawa Timur, minggu lalu menambah daftar panjang kekerasan terhadap mereka.

Kekerasan di dalam konflik yang menyudutkan masyarakat Papua telah berlarut dan memiliki pola berulang dari waktu ke waktu. Amnesty Internasional telat mencatat 69 kasus dugaan pembunuhan di Papua sepanjang Januari 2010 hingga Februari 2018.

Yang menyedihkan, aparat negara menjadi dua pelaku utama dalam tindak kekerasan, yakni 34 kasus oleh aparat kepolisian dan 23 kasus oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Kekerasan, baik langsung maupun struktural, harus segera dihentikan dan perbaikan hubungan pemerintah pusat dengan rakyat Papua yang selama ini timpang harus segera dilakukan jika pemerintah ingin menghilangkan konflik di Papua.

Mengakhiri konflik

Christopher Mitchell, sejarawan sekaligus ahli resolusi konflik dari Inggris, mencatat tiga kondisi yang dapat membuat konflik berakhir: hilangnya sikap negatif serta perseteruan, tidak berlakunya isu yang menjadi sengketa, dan berhentinya perilaku koersif dan kekerasan.

Ketiga kondisi ini mencerminkan adanya penghentian kekerasan struktural, kultural, dan langsung, yang menjadi pekerjaan utama untuk dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.

SETARA Institute, dalam laporannya mencatat tiga periode penyelesaian konflik Papua oleh pemerintah berdasarkan cara yang digunakan.

Periode pertama antara 1963 dan 1998, dengan pendekatan keamanan dan menjadikan Papua menjadi Daerah Operasi Militer (DOM).

Periode kedua antara 1998 dan 2014, melalui kebijakan kesejahteraan yang diwujudkan lewat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua.

Periode ketiga yaitu sejak 2014 hingga sekarang, melalui penekanan pembangunan sesuai dalam visi Nawacita Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Pada praktiknya, ketiga periode masih menjadikan pendekatan keamanan sebagai rujukan yang naasnya disertai dengan berbagai praktik kekerasan dan pelanggaran HAM.

Mengadopsi teori Mitchell, solusi untuk Papua bisa dimulai dengan menghapus sikap perseteruan yang dapat dimulai dengan permintaan maaf kepada masyarakat Papua.

Permintaan maaf merupakan salah satu obat penyembuh dalam rekonsiliasi.

Masyarakat Indonesia secara keseluruhan perlu meminta maaf karena telah membiarkan kekerasan terjadi kepada saudara sebangsa dan se-Tanah Air terjadi.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Menanti Tol Solo-Yogyakarta, Penghubung Dua Kota Mataram, Dukung Perekonomian Lokal

Menanti Tol Solo-Yogyakarta, Penghubung Dua Kota Mataram, Dukung Perekonomian Lokal

Tren
Jadwal Puasa Ayyamul Bidh April 2024 dan Keutamaannya

Jadwal Puasa Ayyamul Bidh April 2024 dan Keutamaannya

Tren
Penelitian Mengungkap Anggapan Masyarakat Mesir Kuno tentang Galaksi Bima Sakti

Penelitian Mengungkap Anggapan Masyarakat Mesir Kuno tentang Galaksi Bima Sakti

Tren
Manfaat Kelapa Bakar, Apa Bedanya dengan Diminum Langsung?

Manfaat Kelapa Bakar, Apa Bedanya dengan Diminum Langsung?

Tren
Catat, Ini 10 Ponsel Pintar dengan Radiasi Tertinggi

Catat, Ini 10 Ponsel Pintar dengan Radiasi Tertinggi

Tren
Pedagang Taoge di Garut Disebut Jadi Tersangka Usai Membela Diri dan Lawan Preman, Ini Faktanya

Pedagang Taoge di Garut Disebut Jadi Tersangka Usai Membela Diri dan Lawan Preman, Ini Faktanya

Tren
Daftar 60 Universitas Terbaik di Indonesia Versi SIR 2024, Ada Kampusmu?

Daftar 60 Universitas Terbaik di Indonesia Versi SIR 2024, Ada Kampusmu?

Tren
Remaja Siksa Anjing hingga Mati di Jember, Polisi: Masih dalam Proses Penyelidikan

Remaja Siksa Anjing hingga Mati di Jember, Polisi: Masih dalam Proses Penyelidikan

Tren
Daftar Ikan yang Boleh Dimakan Penderita Asam Urat dan Kolesterol, Apa Saja?

Daftar Ikan yang Boleh Dimakan Penderita Asam Urat dan Kolesterol, Apa Saja?

Tren
Gunung Vesuvius yang Lenyapkan Kota Kuno Pompeii Berpotensi Meletus Lagi, Kapan Terjadi?

Gunung Vesuvius yang Lenyapkan Kota Kuno Pompeii Berpotensi Meletus Lagi, Kapan Terjadi?

Tren
Pemimpin Dunia Minta Israel Tak Balas Serangan Iran, Ini Alasannya

Pemimpin Dunia Minta Israel Tak Balas Serangan Iran, Ini Alasannya

Tren
Mengenal 'Holiday Paradox', Saat Waktu Liburan Terasa Lebih Singkat

Mengenal "Holiday Paradox", Saat Waktu Liburan Terasa Lebih Singkat

Tren
Mengenal Amicus Curiae, Dokumen yang Diserahkan Megawati ke MK Terkait Sengketa Pilpres 2024

Mengenal Amicus Curiae, Dokumen yang Diserahkan Megawati ke MK Terkait Sengketa Pilpres 2024

Tren
Bagaimana Cara Kerja Suara dari Sumber Bunyi Mencapai Telinga Anda?

Bagaimana Cara Kerja Suara dari Sumber Bunyi Mencapai Telinga Anda?

Tren
3 Skenario Serangan Balasan Israel ke Iran, Salah Satunya Incar Fasilitas Nuklir

3 Skenario Serangan Balasan Israel ke Iran, Salah Satunya Incar Fasilitas Nuklir

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com