Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Banyak Anak Jadi Korban Tragedi Kanjuruhan, Dokter: Tak Semua Laga Bisa Ditonton "Live" Bersama Anak

KOMPAS.com - Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022) malam, mengakibatkan setidaknya 125 orang meninggal dunia.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), Nahar mengatakan, 17 di antara korban tewas merupakan anak-anak.

Ia mengimbuhkan, anak-anak yang menjadi korban sebagian besar berada dalam rentang usia 12 hingga 17 tahun.

Selain itu, ada pula tujuh anak lain yang mengalami luka-luka dan tengah menjalani perawatan.

"Data yang masuk 17 anak meninggal dunia dan tujuh dirawat, tapi kemungkinan bisa bertambah," tutur Nahar, seperti diberitakan Antara (2/10/2022).

Dampak mental bagi korban anak

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan anak-anak yang turut menjadi korban dalam peristiwa tragis ini.

Kepala Divisi Pengawasan dan Monitoring Evaluasi (Kadivwasmonev) KPAI Jasra Putra mengatakan, anak-anak bersama orangtua terkena gas air mata di tengah lautan massa tak terkendali.

"Ada yang digandeng, digendong, dengan paparan pemukulan, kekerasan, teriakan-teriakan, perihnya asap gas air mata, massa yang panik, melawan arus massa demi mencari selamat," ujar Jasra, dikutip dari Kompas TV (2/10/2022).

Ia menambahkan, peristiwa kelam di Stadion Kanjuruhan ini kemungkinan besar membawa dampak kejiwaan berat bagi anak.

Terutama, apabila anak terpisah dengan orangtua atau bahkan kehilangan orangtua dalam kejadian Sabtu malam lalu.

Menurut Jasra, sepak bola adalah tontonan keluarga, sehingga sangat penting untuk menghadirkan pertandingan yang ramah anak.

Ia juga berharap, agar kemudian hari ada perlakuan khusus seperti edukasi, mitigasi, dan pengurangan risiko bagi orangtua yang membawa anak ke stadion.

Keselamatan anak di atas kesenangan orangtua

Di sisi lain, banyaknya orangtua yang membawa anak ke Stadion Kanjuruhan turut menyita perhatian dokter spesialis anak di Mayapada Hospital Kuningan, Jakarta Selatan, Kurniawan Satria Denta.

Denta menyarankan, ajakan orangtua untuk menonton pertandingan bola sebaiknya dilakukan setelah anak berusia di atas 5 tahun.

"Saran saya, kalau mau bawa anak ke pertandingan bola, hanya setelah anak tersebut di atas 5 tahun," twit Denta dalam akunnya, seperti dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (2/10/2022).

Namun demikian, kata dia, tidak semua pertandingan olahraga bisa ditonton secara langsung atau live bersama anak.

Misalnya, pertandingan pada malam hari atau pertandingan dengan risiko kerusuhan tinggi.

"Pertandingan malam dan/atau pertandingan yang risiko rusuh tinggi, jangan bawa anak-anak. Keselamatan anak di atas kesenangan orangtua," imbuh dia.

Meski pertandingan yang digelar pada malam hari diprediksi akan aman pun, sebaiknya para orangtua tidak mengajak anak-anak.

Pasalnya, pertandingan malam lebih menguras energi yang seharusnya digunakan anak untuk beristirahat.

Selain menghindari pertandingan malam dan berpotensi rusuh, Denta menyarankan agar para orangtua dan anak memilih kursi dekat dengan pintu keluar.

"Pilih posisi tribun atau kursi yang dekat pintu keluar," kata dia.

Tak hanya itu, sebisa mungkin orangtua dan anak juga meninggalkan lokasi sebelum pertandingan selesai.

"Pulang lebih awal, sekitar 15 menit sebelum pertandingan selesai, atau ketika suasana pertandingan mulai memanas atau potensi rusuh besar," tandas Denta.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/02/181500265/banyak-anak-jadi-korban-tragedi-kanjuruhan-dokter--tak-semua-laga-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke