KOMPAS.com - Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) malam menyisakan duka yang mendalam.
Tercatat, sebanyak 129 orang tewas dan ratusan lainnya terluka.
Kerusuhan terjadi usai pertandingan sepak bola Liga 1 Indonesia, antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan.
Laga tersebut berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu, Persebaya Surabaya.
Kekalahan skuad Singo Edan di Stadion Kanjuruhan diduga menjadi pemantik emosi suporter Arema.
Berdasarkan laporan jurnalis KompasTV, Muhammad Tiawan, suporter berbondong-bondong masuk ke lapangan usai wasit meniupkan peluit panjang sebagai tanda selesainya pertandingan.
Pihak keamanan mencoba mengamankan kondisi dengan menembakkan gas air mata ke bagian bawah pagar pembatas.
Lantas, seperti apa aturan FIFA soal penggunaan gas air mata?
Larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
Pada pasal 19 tentang Pitchside stewards huruf b) tertulis, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used."
Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
Dokumen FIFA Stadium Safety and Security Regulations dapat dilihat dan diunduh di sini.
Pengamanan sepak bola tidak seperti amankan demo
Pengamat sepak bola sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali juga membenarkan hal tersebut.
"Terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak sesuai prosedural dan melanggar FIFA safety and security stadium Pasal 19 poin b, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk di sepak bola," tuturnya, kepada Kompas.com, Minggu (2/10/2022).
Namun, hal ini disebutnya juga menjadi kelalaian PSSI ketika melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian tidak menyampaikan prosedur terkait.
"Bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo, tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke stadion," lanjutnya.
Diberitakan Kompas.com, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan, penembakan gas air mata terhadap oknum suporter Arema FC di atas tribune saat kerusuhan terjadi sudah sesuai dengan prosedur.
Hal tersebut sebagai upaya menghalau serangan oknum suporter yang merangsek turun ke lapangan dan berbuat anarkistis.
Menurut Nico, peristiwa bermula saat suporter Aremania merangsek turun ke lapangan karena tidak terima atas kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya.
"Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," katanya.
Petugas keamanan pun berupaya menghalau suporter, tetapi gelombang suporter yang turun ke lapangan terus mengalir.
"Terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata," tuturnya.
129 orang meninggal dunia
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, jumlah korban jiwa akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bertambah menjadi 129 orang.
Hal itu disampaikan Khofifah saat berkunjung ke markas Polres Malang untuk menangani kerusuhan itu.
Menurut Khofifah, dari 129 korban jiwa itu, dua di antaranya adalah anggota polisi, yakni anggota Polres Tulungagung dan Polres Trenggalek yang diperbantukan dalam pengamanan pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya.
"Semua jenazah korban saat ini dievakuasi di beberapa rumah sakit di Kepanjen dan Kota Malang," kata Khofifah.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/02/173000865/aturan-fifa-soal-gas-air-mata-dan-penjelasan-polisi