Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masyarakat Lokal di Tengah Pusaran Pembangunan Pariwisata

Sebagai orang lokal, saya tertarik dengan beberapa hal yang dilakukan Sandiaga. Ketika itu, Sandiaga mengenakan baju tenun daerah. Dia jogging di sekitar Museum Bung Karno di Ende.

Di Manggarai, Sandiaga membeli gelang kopi dan minum kopi orang lokal. Sandiaga juga berfoto dan memberikan pendapat di media tentang tumbuhnya pariwisata NTT.

Aksi Sandiaga secara tidak langsung mengiklankan usaha kreatif warga lokal dan merupakan bentuk dukungan bagi tumbuhnya pariwisata di tengah pandemi Covid-19.

Pendekatan keliru

Di sisi lain, pendekatan-pendekatan pembangunan pariwisata yang dilakukan pemerintah tak jarang menuai persoalan.

Beberapa contoh dari tiga tahun terakhir antara lain konflik warga dan pemerintah terkait hutan adat Pubabu tahun 2020, konflik lahan yang direncanakan untuk dijadikan peternakan sapi di Sumba tahun 2021. Terakhir terkait rencana naiknya harga tiket masuk Taman Nasional Komodo tahun 2022.

Serangkaian persoalan itu memunculkan pertanyaan. Apakah masyarakat lokal tidak mau disentuh pembangunan? Bagaimanakah caranya agar masyarakat lokal tidak tereliminasi di tengah pusaran pembangunan?

Pendekatan pembangunannya bergaya top-down. Pengambil kebijakan dan pelaksana proyek memegang komando utama dalam menjalankan pembangunan.

Model pembangunan top-down itu menutup pintu bagi pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat lokal. Yang ada adalah monopoli dan kapitalisasi atas aset-aset lokal.

Cepat atau lambat hal itu akan berujung pada marginalisasi serta eliminasi peran dan gerak ekonomi kreatif penduduk lokal.

Dalam pendekatan pembangunan seperti itu, tentu ada kelompok tertentu di dalam masyarakat yang merasakan merasakan keuntungan.

Namun tepat pada titik itu persoalan paling krusial mencuat. Masyarakat dalam jumlah paling banyak, yang hidup serta mengais rezeki dari alam dengan berbagai potensinya, justru menjadi orang yang paling sedikit mendapatkan dan sulit mengoptimalkan pentensi itu untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup mereka.

Masyarakat NTT, seperti juga di daerah-daerah tambang di negeri ini, cukup kenyang dengan pengalaman ini. Investor yang datang, dengan intervensi dan tingkat lobi yang mumpuni, mampu memengaruhi pemerintah untuk menyetujui proyek mereka.

Bukan hanya itu, masyarakat lokal dipecah dalam kelompok-kelompok kepentingan dan saling melawan tentang aktivitas tambang atau pembangunan. Setelah material tambang habis dikeruk dari perut bumi, misalnya, investor pergi dengan meninggalkan kerusakan alam dan  keretakan hubungan sosial di antara masyarakat lokal.

Masyarakat akan selalu jadi pihak yang buntung dalam persoalan-persoalan seperti itu.

Bagi masyarakat lokal seperti di NTT, terpeliharanya tradisi, kelestarian alam, kehidupan yang harmonis dan damai merupakan prioritas utama mereka.

Sejak masa pra-kolonial sampai masa datangnya para misionaris hingga terbentuknya republik ini, hampir sulit ditemukan permasalahan yang cukup genting berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat lokal.

Banyak kebutuhan baru muncul seiring dengan perkembangan zaman dan  gerak pembangunan yang masif yang menyentuh wilayah dan ruang-ruang kehidupan mereka. Tidak dapat dipungkiri, persoalan sosial dan ekonomi muncul ketika masyarakat lokal tersentuh oleh modernisasi-pembangunan.

Pertama, pembangunan mestinya selalu menukik dan mengakomodasi hal yang dibutuhkan dan menguntungkan masyarakat setempat.

Untuk sampai pada hal itu, perlu upaya serius untuk menyertakan masyarakat lokal secara aktif dan dominan di setiap proses pembangunan di daerah mereka.

Dengan kata lain, pemerintah mestinya bisa bermanuver sehingga masyarakatlah yang harus menjadi aktor utama untuk menetukan dan menjalankan apa yang mereka inginkan dalam pembangunan di daerah mereka.

Pembangunan yang demikian, akan menjadi pembangunan milik masyarakat. Situasi itu akan membuat masyarakat semakin termotivasi untuk mewujudkan proses dan tujuan pembangunan dalam bentuk apa pun.

Hal itu akan membuat pembangunan tidak akan menjadi hal yang asing atau memincu permasalahan. Pembangunan malah akan sanggup membuat warga lokal semakin solid dan mendukung agar pembangunan sejalan dengan tradisi serta memberikan keamanan pada ruang hidup mereka.

Kedua, seperti yang dilakukan Sandiaga Uno di awal tulisan ini. Pemerintah seharusnya mendukung, menjaga, dan mempromosikan potensi masyarakat lokal. Biarkanlah masyarakat yang berakselerasi dalam proses pembangunan.

Dengan kata lain, ruang-ruang kreatif dan pemberdayaan masyarakat lokal harus diperbesar.

Ernesto Sirolli (2012), pekerja senior di sebuah lembaga swadaya (LSM) internasional di Afrika, pernah berbicara pada acara TED Talks. Ia mengatakan, langkah pertama adalah mendengarkan mereka yang ingin anda bantu, dan masuklah dalam proses mereka untuk menolong diri sendiri.

Ini menjadi salah satu rahasia berhasilnya proses pembangunan di daerah-daerah sulit.

Kiranya hal-hal itu mampu memberikan pijakan bagi masyarakat lokal di tengah pusaran pembangunan yang sarat dengan berbagai kepentingan.

Masyarakat membutuhkan pembangunan. Hanya bagaimana proses, pendekatan, dan tujuan pembangunan itu yang tidak memarjinalkan mereka, tetapi justru menjadi bagian dari mereka.

Maka, pastikanlah pendekatan yang kontekstual serta memelihara warga lokal. Pastikan juga ruang keterlibatan kreatif dan akselerasi mereka, serta bagiamana posisi masyarakat lokal dengan tradisi dan hamonisasi kehidupan manusia dan alamnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/26/140230165/masyarakat-lokal-di-tengah-pusaran-pembangunan-pariwisata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke