Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Hubungan Bilateral Indonesia dan Rusia Saat Masih Uni Soviet

KOMPAS.com - Konflik antara Rusia dan Ukraina masih menjadi perbincangan hangat di dunia internasional.

Meski Indonesia tak ikut andil, tetapi hubungan antara Indonesia dan kedua negara ini tidak dapat dipisahkan.

Pengakuan kemerdekaan Indonesia di dunia internasional sangat dibantu oleh pihak Uni Soviet yang saat ini telah terpecah dan salah satunya menjadi Rusia.

Dilansir dari laman kemlu.go.id, Uni Soviet berperan besar dalam perjuangan bangsa Indonesia.

Periode 1945-1950 merupakan periode perjuangan diplomasi bangsa Indonesia untuk mencari pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan dan kedaulatan bangsa setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Uni Soviet merupakan salah satu negara yang menyambut baik lahirnya Indonesia sebagai negara merdeka dan Uni Soviet mengecam segala bentuk kolonialisme.

Tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan RI mengharapkan dukungan dan bantuan dari Uni Soviet.

Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Soviet berkali-kali mengangkat masalah Indonesia dan menuntut PBB untuk menghentikan agresi militer Belanda, serta mengimbau dunia internasional untuk mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka.

Kecam agresi militer Belanda dan bela Indonesia di PBB

Empat hari setelah mulai bekerjanya Dewan Keamanan (DK) PBB di London pada 21 Januari 1946, Delegasi Uni Sovet yang merupakan utusan dari Soviet Ukraina, Dmitry Manuilsky dalam pertemuan DK PBB mengangkat masalah mengenai keadaan di Indonesia.

Uni Soviet juga mengecam Agresi Militer Belanda yang dianggap mengancam perdamaian dan keamanan, serta mengimbau DK PBB melakukan langkah-langkah untuk mengentikan agresi tersebut.

Selain itu, Uni Soviet membela Indonesia dalam pertemuan-pertemuan di organisasi PBB serta organisasi internasional lainnya.

Misalnya, pada 1947-1948 dalam sidang ECOSOC diajukan sejumlah usulan untuk diakuinya kedaulatan Indonesia dan dalam konferensi Delhi pada Januari 1949 Uni Soviet mengecam Agresi Militer terhadap Indonesia dan mengimbau dunia internasional untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

Dukungan Uni Soviet tersebut disambut gembira oleh bangsa Indonesia dan berbagai ungkapan rasa terima kasih tercermin dari surat atau pidato-pidato yang disampaikan antara lain oleh Ali Sastroamidjojo, Djuanda, Sartono, Wilopo, dan Adam Malik kepada utusan Uni Soviet di PBB, seperti A.A. Gromyko, D.Z. Manuilsky, Ya.A. Malik dan V. Zorin.

Diplomat Indonesia yang merupakan Wakil Indonesia di PBB, L.N. Palar menyampaikan bahwa sejak tahun-tahun pertama keberadaan PBB, sudah terjalin hubungan tidak resmi antara delegasi kedua negara di PBB.

Ditambahkan bahwa bangsa Indonesia menyampaikan ungkapan terima kasih atas dukungan yang diberikan delegasi Uni Soviet terhadap delegasi Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Pada rapat 1 Mei 1946 di Yogyakarta, Presiden Soekarno menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia siap menjalin hubungan dengan Uni Soviet dan mendirikan perwakilan masing-masing di Jakarta dan Moskow.

Upaya menjalin hubungan kedua negara

Untuk memperjuangkan Indonesia di wilayah Eropa Timur, wakil Indonesia di Praha, Suripno mempunyai surat mandat yang ditandatangani Presiden Soekarno pada Desember 1947 untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam melakukan perundingan dan menjalin hubungan persahabatan dengan negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet.

Pada Mei 1948, dilakukan perundingan antara Duta Besar Uni Soviet untuk Cekoslovakia, M. Silin dengan Suripno dan disepakati untuk menjalin hubungan kedua negara pada tingkat konsul.

Persetujuan Konsuler ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Haji Agus Salim.

Ini menunjukan adanya hubungan antara Indonesia dengan Uni Soviet pada masa revolusi di Indonesia.

Tetapi kesepakatan tersebut tidak dapat terealisasi sehubungan dengan gejolak politik dalam negeri Indonesia, seperti peristiwa Madiun dan Agresi Militer Belanda.

Hubungan diplomatik Indonesia-Uni Soviet resmi dibuka

Pada 25 Januari 1950, Menteri Luar Negeri Uni Soviet A. Vyshinsky menyampaikan secara tertulis kepada Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Moch. Hatta bahwa Uni Soviet mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, dan keinginan menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia menyambut baik hal tesebut.

Kemudian, pada Mei 1950, Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh N. Palar dengan anggotanya terdiri dari Yusuf Wibisono, Yamin, dan Hadinoto berkunjung ke Moskow untuk melakukan perundingan.

Hasil dari perundingan tersebut disampaikan pada Sidang Kabinet yang dihadiri Presiden Soekarno pada 16 Mei 1950, yaitu kesepakatan untuk saling membuka Kedutaan Besar dan tanggapan positif Uni Soviet mengenai masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.

Dalam Sidang Majelis Umum PBB ke VIII pada September 1953, Menteri Luar Negeri RI Sunarjo memberitahukan kepada Menteri Luar Negeri Uni Soviet, A. Vyshinsky mengenai keinginan Pemerintah Indonesia untuk membuka Kedutaan Besar Republik Indonesia di Uni Soviet

Menanggapi hal tersebut, pada 17 Desember 1954 A. Vyshinsky menyampaikan kepada Sunarjo bahwa Pemerintah Uni Soviet menyambut positif keinginan Pemerintah Indonesia dan siap menerima Duta Besar Indonesia di Moskow. Di samping itu, pihaknya siap membuka perwakilannya di Jakarta.

Soebandrio ditunjuk duta besar RI di Moskow

Lebih lanjut, pada 21 Januari 1954, Pemerintah Uni Soviet memberikan agreement kepada Dr. Soebandrio sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Moskow.

Pada saat itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia berkantor sementara di Hotel Metropol, kemudian pindah ke sebuah gedung di jalan Sadovo-Somatechnaya 14.

Selanjutnya, sejak 1960-an hingga saat ini berlokasi di jalan Novokuznetskaya 12-14, tidak jauh dari Lapangan Merah dan Istana Presiden Rusia "Kremlin".

Pemerintah Indonesia pun menyampaikan persetujuannya menerima D. Zhukov sebagai Duta Besar Uni Soviet di Jakarta pada 24 Mei 1954.

Pada 19 Agustus 1954, rombongan pertama diplomat Uni Soviet yang terdiri dari Sekretaris Kedua Vzhos dan Atase Sholmov tiba di Jakarta untuk mempersiapkan pembukaan perwakilannya.

Untuk sementara, mereka tinggal di salah satu bekas hotel Belanda "Des Indes" yang kemudian diketahui bahwa di hotel tersebut pernah berkantor Konsulat pertama Rusia, M. Bakunin (1894-1899).

Pada 14 September 1954, D. Zhukov tiba di Jakarta sebagai Kepala Perwakilan Uni Soviet dan kedatangannya disambut oleh Kepala Keprotokolan Departemen Luar Negeri RI, Kusumo Utoyo.

D. Zhukov didampingi oleh Sekretaris Kedua Vzhos, Sekretaris Ketiga Sholmov, Sekretaris Ketiga Kurochkin dan Sekretaris Ketiga Sharobarov dan Atase Yuri Sholmov menyerahkan Surat-surat Kepercayaan kepada Presiden Soekarno.

Acara ini dihadiri pula oleh Perdana Menteri/Pejabat Sementara Menteri Luar Negeri, Ali Sastroamidjojo, Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Ruslan Abdulgani, Kepala Departemen Eropa dan Afrika Nazir Datuk Pamuncak dan Kepala Bagian Protokol R.M.A. Kusumo Atmojo.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/07/02/100000965/kisah-hubungan-bilateral-indonesia-dan-rusia-saat-masih-uni-soviet

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke