Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Antara Pecel Lele, Milan Fashion Week dan Stunting

Bahkan terkadang, secara matematis dan logika sekalipun kerap kita menjumpai keberuntungan dalam setiap babak kehidupan.

Suatu ketika, saya "disambati” hutangan oleh sahabat saya yang mantan jurnalis kawakan karena tidak bisa bayar listrik. Saya iklaskan untuk bantu saja tanpa ada embel-embel pinjaman.

Saya sadar dengan mentransfer dana untuk pembayaran listrik sahabat saya ini, maka saldo tabungan saya akan semakin cekak dari posisi tabungan yang sudah menipis sebulan terakhir ini.

Rupanya Sang Khalik pencipta kehidupan begitu “peduli” dengan kondisi tabungan saya yang mengenaskan.

Hanya dalam hitungan jam, keikhlasan saya ternyata diganjar dengan undangan menjadi pembicara di luar kota.

Transportasi dan akomodasi ditanggung pengundang dan honor sebagai pembicara pun lumayan. Gusti Alloh mboten nateh sareh.

Perjalanan hidup Nafa Salvana Yasmin, gadis usia 23 tahun asal Karawang, Jawa Barat ternyata ditentukan oleh keberadaan warung lele di pinggir jalan Dipati Ukur, di Kota Bandung.

Secara tidak sengaja, agensi model Who Knows Models menemukan talenta dan bakat tersembunyi dari mahasiswi Universitas Komputer Indonesia (Unikom) tersebut.

Nafa yang tidak memiliki pengalaman lenggak-lenggok di atas catwalk dan pengetahuan tentang dunia modeling akhirnya sepakat bekerja sama dengan agensi model dan saat ini malah direkrut oleh agensi The Clawn yang berbasis di Milan dan Paris usai tampil di dua ajang pekan mode bergengsi dan terbesar di dunia, yakni di Paris Fashion Week dan Milan Fashion Week 2022, beberapa waktu yang lalu.

Nafa yang lahir di Lhokseumawe, Aceh dan sejak kecil bersekolah di Karawang, kini menjadi model koleksi-koleksi brand ternama seperti Diesel, Capasa Milano, A.C.9 World dan Sunnei.

Mahasiswi Jurusan Desain Komunikasi Visual Unikom ini sekarang malah dilirik brand-brand ternama lainnya dan didapuk sebagai model papan atas oleh agensi model Eropa seperti Nevs Models di Inggris Raya (Kompas.com, 15 Maret 2022).

Keberuntungan Nafa Salvana Yasmin tidak saja karena makan pecel lele di warung di pinggir jalan.

Nafa memiliki tinggi badan 1,76 meter, sementara rata-rata tinggi badan perempuan di Indonesia hanya 1,54 meter.

Untuk ukuran tinggi perempuan berdasarkan World Data yang direlease 12 Agustus 2021, Indonesia menduduki peringkat 122 dunia di rata-rata tinggi penduduk dengan rentang usia 18 sampai 25 tahun.

Jika membandingkan negara lain, seperti Belanda, misalnya, rata-rata tinggi badan perempuannya di angka 1,70 meter

Sementara untuk pria Indonesia, rata-rata memiliki tinggi 1,66 meter dan menduduki urutan 115.

Belanda merupakan negara dengan tinggi badan pria yang paling jangkung sedunia, dengan rata-rata tinggi badan penduduk pria mencapai 1,84 meter (Kabarbanten.pikiran-rakyat.com, 12 Agustus 2021).

Pecel lele dan stunting

Melihat tinggi badan Nafa yang “jangkung’ untuk ukuran perempuan Indonesia sebenarnya merupakan anugerah.

Cita-cita dan impian hidup dari sulung tiga bersaudara itu kini terbentang luas. Paras wajahnya kini menghiasi majalah-majalah mode dunia dan baliho brand-brand ternama di berbagai belahan dunia.

Nafa jelas bukan tergolong stunting. Stunting pasti pendek, tetapi pendek belum tentu stunting.

Jelasnya Nafa adalah generasi milenial yang tengah menikmati bonus demografi. Diperkirakan, Indonesia akan menikmati puncak bonus demografi di paruh 2025 – 2035.

Pemuda-pemudi seusia Nafa sekarang ini akan mengisi berbagai sektor kehidupan dan menjadi titik tumpu kemajuan bangsa dan negera.

Saya hanya membayangkan, andai saja kebiasaan mengudap pecel lele atau ikan lele goreng yang begitu digandrungi Nafa sejak kecil dan ibu kandungnya juga rajin mengkonsumsi makanan yang bergizi saat tengah hamil Nafa tentu kita memiliki “Nafa-Nafa” lain yang bebas stunting.

Nafa adalah produk kelahiran yang sangat memperhatikan kecukupan gizi sehingga bisa tumbuh dengan optimal.

Saat saya mengunjungi Soe - Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur -beberapa hari yang lalu, saya kerap menjumpai pelajar yang memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur mereka.

Kota Soe, seperti halnya daerah-daerah lain di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) lainnya memiliki prevalensi stunting yang tinggi.

Bahkan angka prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur. Bahkan untuk level nasional.

Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita tergolong kategori stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan.

Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting.

Bahkan standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.

Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, infeksi berulang, serta stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sang anak.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek, walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan.

Problematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk. Bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antargenerasi yang berkelanjutan.

Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan otak dan menjadi pemicu penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit yang berkaitan dengan jantung di masa dewasa si anak.

Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.

Nafa tidak salah menggemari pecel lele. Dengan harga terjangkau, ikan lele adalah ikan yang paling mudah ditemukan dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Dalam 100 gram ikan lele terkandung beragam nutrisi seperti protein 17 gram ; lemak 4,5 gram ; kalsium 20 miligram ; fosfor 200 miligram ; vitamin B12 sebanyak 121 persen kebutuhan harian ; vitamin D 181 persen kebutuhan harian ; selenium 26 persen kebutuhan harian ; potasium 19 persen kebutuhan harian ; asam lemak omega-3 sebesar 327 miligram serta asam lemak omega-6 sebesar 337 miligram.

Ikan lele mengandung protein yang tinggi dengan kandungan lemak yang sangat rendah. Vitamin D yang dikandung ikan lele sangat penting untuk meningkatkan imun dan mencegah dari berbagai penyakit kronis.

Vitamin B12 yang terkandung dalam ikan lele sangat penting untuk pembentukan sel darah merah, kesehatan otak, sintesis DNA dan kesehatan syaraf.

Vitamin B12 juga sangat dibutuhkan oleh kelompok rentan seperti bayi, ibu hamil dan orang tua (Kompas.com, 14 November 2021).

Penyelesaian ala BKKBN

Konon dalam berbagai kesempatan rapat terbatas di Istana, Presiden Joko Widodo begitu gelisah dengan potensi stunting yang masih menghantui Indonesia.

Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana, 28 Januari 2021, Presiden Jokowi berujar bahwa 5 tahun lalu angka stunting masih 37 persen sudah turun kini di 2019 sudah mencapai 27,6 persen.

Diharapkan di 2024 nanti angka stunting bisa mencapai 14 persen.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang oleh Peraturan Presiden Nomor 72/2021 diberi amanah sebagai pengendali pencegahan stunting sekaligus BKKBN ditunjuk sebagai ketua pelaksana tim percepatan penurunan stunting.

Presiden Joko Widodo menganggap BKKBN memiliki peran yang strategis karena fokus sasaran programnya adalah keluarga.

Pembangunan keluarga adalah pondasi utama tercapainya kemajuan bangsa mengingat keluarga sehat, produktif dan berkualitas adalah tujuan program Bangga Kencana menuju Indonesia Emas 2045 atau bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka.

Program Bangga Kencana bukan semata-mata Keluarga Berencana saja, tetapi membangun keluarga secara utuh dalam berbagai dimensinya.

Generasi milenial dan post milenial menjadi lahan garapan “tak bertepi” dari Program Bangga Kencana yang dihelat BKKBN.

Mengentaskan masalah stunting bukan semata tugas BKKBN saja, tetapi membutuhkan kolaborasi dengan hampir semua kementerian dan lembaga.

Ketika mengatasi buruknya sanitasi di keluarga-keluarga miskin ekstrem di desa-desa terpencil atau perkampungan kumuh di perkotaan, BKKBN membutuhkan kolaborasi dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan.

Saat mengintrodusir agar aparat kecamatan hingga desa turun tangan membantu pengentasan stunting, BKKBN memerlukan sinergitas dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota.

Demikian juga ketika BKKBN berharap dana desa mempunyai keberpihakan terhadap penurunan stunting, maka BKKBN perlu dukungan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi walau setiap desa memiliki otonomi lokal masing-masing.

Masalah penganggaran, BKKBN butuh back up dari Kementerian Keuangan serta penajaman akselerasi program, BKKBN memerlukan dukungan dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).

Semua pihak baik kementerian dan lembaga, pemerintah daerah dan mitra-mitra BKKBN perlu berkonvergensi menuju satu titik yang sama. Titik itu bernama: percepatan penurunan stunting.

Dan saya begitu yakin, cara-cara yang ditempuh BKKBN dalam akselerasi penurunan stunting, seperti kelakar seorang menteri di kabinet sekarang kerap menyebut: “penyelesaian ala BKKBN” bisa memenuhi target Jokowi di 2024. Angka stunting nasional berada di kisaran angka 14 persen.

Tidak ada salahnya BKKBN mengajak semua pihak “bermimpi” bersama. Mimpi tentang percepatan penurunan stunting bisa menjadi kenyataan karena konvergensi semua kalangan tanpa terkecuali.

“Mimpi yang Anda mimpikan sendiri hanyalah mimpi. Mimpi yang dimimpikan bersama adalah kenyataan” (John Lennon – musisi The Beatles)

https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/01/153055265/antara-pecel-lele-milan-fashion-week-dan-stunting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke