Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fakta-fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat

KOMPAS.com - Media sosial ramai dengan adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin, Selasa (25/1/2022).

Melansir Kompas.com, Kamis (20/1/2022), Bupati nonaktif Langkat terjaring OTT KPK atas dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara, Selasa (18/1/2022).

Namun, saat tim KPK menuju ke rumah pribadi Bupati itu, terdapat tempat yang menyerupai kerangkeng berisi 3-4 orang.

Berikut fakta-fakta terkait kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat:

Disebut jadi tempat rehabilitasi selama 10 tahun

Mengutip Kompas.com, Senin (24/1/2022), Kapolda Sumatera Utara Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, tempat menyerupai kerangkeng itu merupakan tempat rehabilitasi yang sudah berlangsung selama 10 tahun.

"Dari pendataan atau pendalaman itu bukan soal 3-4 orang itu, tapi kita dalami itu masalah apa. Kenapa ada kerangkeng. Ternyata dari hasil pendalaman kita, itu memang adalah tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yang sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," ujar Panca.

Dia mengungkapkan, orang di dalam kerangkeng tersebut adalah pengguna narkoba yang baru masuk dua hari dan sehari sebelum OTT.

Sementara yang lainnya sedang bekerja di kebun kelapa sawit.

"Yang lainnya sedang bekerja di kebun. Jadi pagi kegiatan mereka. Kegiatan itu sudah berlangsung selama 10 tahun. Yang bersangkutan itu menerangkan bahwa itu waktu saya tangkap di perjalanan saya dalami, itu sudah lebih 10 tahun dan pribadi," lanjut dia.

Belum memiliki izin

Saat ditanya perihal perizinan, Panca mengatakan, tempat rehabilitasi yang sudah berlangsung selama 10 tahun tersebut masih belum memiliki izin.

Berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan kepolisian, orang yang berada di dalam kerangkeng adalah warga binaan yang sudah sehat dan dipekerjakan di kebun sawit milik bupati.

"Dan sebagian besar di sana direhab di sana oleh pribadinya, cukup baik. Kesehatannya bagaimana? Sudah dikerjasamakan dengan puskesmas setempat dan Dinas Kesehatan kabupaten," ujar Panca.

Menurutnya, adanya rehabilitasi tersebut niatnya baik, tetapi harus difasilitasi secara resmi.

Pihaknya sudah mendorong BNN Sumut bisa memfasilitasi, yakni diajak dan dibina.

Panca mengatakan, tindakan rehabilitasi itu harus didorong dan harus ditumbuh kembangkan, tentu saja harus legal atau berizin.

Kerangkeng berukuran 6x6 meter

Dikutip Kompas.com, Selasa (25/1/2022), Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, kerangkeng manusia yang ditemukan berukuran 6x6 meter.

Kedua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.

"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," katanya.

Menurut polisi, 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing. Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan.

"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," kata Hadi.

Sementara itu, Migrant Care juga melaporkan bahwa kerangkeng yang ada di rumah Bupati nonaktif Langkat berjumlah dua sel.

Kerangkeng itu berada di lahan belakang rumah Bupati nonaktif Langkat.

Dugaan kekerasan

Mengutip Kompas.com, Senin (24/1/2022), Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat Migrant Care menduga, para pekerja sawit yang bekerja di ladang bukan hanya dikurung selepas kerja, tetapi juga diduga mendapatkan penyiksaan dan sejumlah tindakan tak manusiawi lain.

"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam, dan sebagian mengalami luka-luka," ujar Ketua Migrant Care, Anis Hidayah kepada Kompas.com, Senin (24/1/2022).

Dalam laporannya ke Komnas HAM, Migrant Care melampirkan sejumlah dokumentasi, termasuk foto seorang pekerja yang babak belur diduga imbas penyiksaan yang dialami.

Mirisnya, pekerja disebut tidak pernah mendapatkan gaji atas kerja kerasnya.

"Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," imbuhnya.

Diduga, ada setidaknya 40 pekerja yang dikurung di sana. Belum diketahui asal mereka dan sejak kapan mereka menjadi korban atas tindakan ini.

Anis mengatakan, para pekerja dipekerjakan di kebun kelapa sawit milik Bupati nonaktif Langkat selama 10 jam, mulai pukul 08.00 sampai 18.00 malam.

"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses ke mana-mana. Setiap hari mereka hanya diberi makan dua kali sehari," lanjutnya.

Dari peristiwa ini, Migrant Care meminta Komnas HAM segera melakukan langkah konkret untuk mengusut praktik ini.

Sebab, bukan saja keselamatan para pekerja itu terancam, kasus ini diduga Migrant Care memiliki unsur tindak pidana lain.

Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam megatakan, Bupati nonaktif Langkat bisa saja diproses hukum akibat kasus ini, meski saat ini Terbit juga mendekam di sel tahanan KPK sebagai tersangka penerimaan suap.

Anam menambahkan, jika memang ditemukan ada kasus penyiksaan, ditemukan ada kasus perdagangan orang, maka kasus ini berbeda dengan kasus korupsinya dan harus tetap dijalankan proses.

(Sumber: Kompas.com/Rachmawati, Dewantoro, Vitorio Mantalean | Editor: Khairina, Bagus Santosa)

https://www.kompas.com/tren/read/2022/01/25/121511565/fakta-fakta-kerangkeng-manusia-di-rumah-bupati-nonaktif-langkat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke