KOMPAS.com - Cuaca panas dirasakan di sejumlah di Indonesia dalam beberapa hari terakhir meskipun masih dalam musim hujan.
Seperti diungkapkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa dalam beberapa hari terakhir curah hujan di Pulau Jawa berkurang.
Kondisi tersebut menyebabkan cuaca panas imbas tidak ada hujan. Menurut BMKG, cuaca panas dan curah hujan yang berkurang di Jawa selama beberapa hari terakhir karena adanya sirkulasi siklonik di sekitar Laut Natuna.
"Jika diilihat dari pola angin, saat ini terpantau adanya sirkulasi siklonik di sekitar Laut Natuna, barat Laut Kalimantan yang menahan massa uap air dari Asia," demikian penjelasan BMKG dikutip dari akun Instagram resminya, @infobmkg, Kamis (6/1/2022).
Curah hujan
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyebut tinggi atau rendahnya suhu tidak bergantung pada musim apa yang tengah berlangsung.
Di musim kemarau, suhu bisa saja tinggi, bisa juga rendah. Begitu juga dengan musim penghujan.
"Sebenarnya musim itu tidak identik dengan suhu dingin atau panas, namun musim itu identik dengan curah hujan," kata Guswanto.
Jika curah hujan tinggi maka disebut musim penghujan dan jika rendah maka disebut musim kemarau.
Radiasi Matahari dan Bumi
Guswanto mengatakan, kondisi yang memengaruhi pembentukan suhu di muka Bumi adalah radiasi Matahari dan Bumi.
Pada siang hari, radiasi ini datang dari Matahari dalam gelombang pendek yang mampu menembus awan.
Panas Matahari itu kemudian diserap oleh Bumi.
Selanjutnya, pada malam hari Bumi akan melepas kembali sebagian panas yang terserap sebelumnya ke angkasa luar, kali ini dalam bentuk gelombang panjang.
Namun, gelombang panjang tidak memiliki kemampuan menembus awan.
Jadi, keberadaan awan juga menjadi salah satu indikator apakah suhu di siang atau malam hari akan terasa panas atau dingin.
Perhatikan kondisi langit dan awan
Guswanto menyebut, dari pada mengandalkan musim untuk menentukan apakah suhu akan dingin atau panas, lebih baik perhatikan kondisi langit beserta keberadaan awan.
Seperti disebutkan sebelumnya, awan memiliki peran dalam menentukan apakah suhu yang akan dirasakan dipermukaan Bumi rendah atau tinggi.
Jika langit cerah dan tidak berawan, maka akan terjadi suhu tinggi atau panas di siang hari, dan dingin pada malam hari.
Bagaimana penjelasannya?
"Ketika musim kemarau, terutama saat menjelang dan puncaknya, pada umumnya langit terlihat cerah (tanpa awan) sepanjang hari, hal ini menyebabkan radiasi Matahari tidak terhalang dan bisa masuk ke permukaan Bumi, sehingga siang hari di musim kemarau terasa hangat bahkan panas," jelas Guswanto saat dihubungi, Kamis (6/1/2022).
Sebaliknya, ketika malam tiba, langit cerah ini justru akan membuat suhu turun dan terasa dingin.
Hal itu karena tidak ada atau hanya sedikit awan yang menutup atmosfer sehingga tidak ada yang menghalangi pelepasan energi panas dari Bumi ke angkasa.
"Radiasi panas sinar Matahari yang diterima Bumi dapat dipantulkan atau lepas ke angkasa secara optimal, karena kondisi langit yang cerah, maka suhu terasa dingin," sebut Guswanto.
Sebaliknya, apabila langit berawan sepanjang hari, maka kecenderungan di siang hari adalah dingin dan malam harinya adalah panas.
Alasannya karena pada siang hari, sinar Matahari tidak bisa optimal masuk ke Bumi akibat terhalang awan tutupan.
Sementara pada malam hari ketika panas yang terserap Bumi sudah waktunya dilepaskan kembali ke angkasa luar justru terperangkap tetap tinggal di permukaan Bumi akibat terhalang awan.
"Bila langit berawan, maka radiasi Bumi yang lepas ke angkasa tertahan oleh awan, sehingga kondisi terasa hangat, gerah, atau panas," jelas Guswanto.
Guswanto menyampaikan suhu memiliki keterkaitan yang begitu erat dengan proses radiasi panas Matahari dan Bumi, bukan musim hujan atau kemarau.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/01/07/140507465/mengapa-cuaca-terasa-panas-saat-musim-hujan-berikut-penjelasan-bmkg