Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fenomena Astronomi Desember 2021, Apa Saja?

KOMPAS.com - Fenomena astronomi pada Desember 2021 didominasi oleh hujan meteor.

Selain itu ada juga komet yang akan melintas, namun tak bisa disaksikan dari Indonesia.

Berikut ini fenomena astronomi di pekan pertama-kedua Desember 2021, berupa hujan meteor dan komet:

6-7 Desember: Puncak Hujan Meteor Phoenicid

Peneliti Pusat Riset Sains Antariksa-Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Andi Pangerang menjelaskan, Phoenicid adalah hujan meteor yang titik radian (titik asal kemunculan meteor)-nya berada di konstelasi Phoenix, dekat bintang Alfa Eridani (Achernar) konstelasi Eridanus.

"Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu Komet 289P/Blanpain yang mengorbit matahari selama 5,18 tahun," kata Andi kepada Kompas.com, Rabu (1/12/2021).

Hujan meteor Phoenicid tersebut, imbuhnya dapat disaksikan sejak awal senja bahari (20 menit setelah terbenam Matahari) hingga keesokan harinya pukul 02.15 waktu setempat dari arah Tenggara hingga Barat daya.

Dia menjelaskan, intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia berkisar 51 meteor/jam (Sabang) hingga 74 meteor/jam (P. Rote).

Hal tersebut dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 31-48 derajat arah selatan, seadngkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 100 meteor/jam.

"Pastikan cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya di sekitar medan pandang. Hal ini dikarenakan intensitas hujan meteor ini berbanding lurus dengan 100 persen minus persentase tutupan awan dan berbanding terbalik dengan skala Bortle (skala yang menunjukkan tingkat polusi cahaya, semakin besar skalanya maka semakin besar polusi cahaya yang timbul)," katanya lagi.

Hujan meteor lainnya yang akan muncul pada Desember ini adalah hujan meteor Puppid-Velid.

Dia menjelaskan, Puppid-Velid adalah hujan meteor yang titik radiannya berada di dekat bintang Gamma Velorum (Regor) konstelasi Vela yang berbatasan juga dengan konstelasi Puppis.

Hujan meteor itu bersumber dari sisa debu Komet 96P/Machhoiz yang mengorbit matahari dengan periode 1,93 tahun.

Untuk menyaksikan hujan meteor ini, bisa dilakukan mulai pukul 21.00 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam matahari) dari arah tenggara hingga barat daya.

Menurutnya intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia berkisar 6 meteor/jam (Sabang) hingga 8 meteor/jam (P. Rote).

Hal itu dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 39-56 derajat arah selatan, sedangkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 10 meteor/jam.

Untuk menyaksikan meteor ini juga harus dipastikan dalam kondisi cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya.

9-10 Desember: Puncak Hujan Meteor Monocerotid

Ada lagi hujan meteor lainnya bulan ini, yakni hujan meteor Monocerotid.

Monocerotid adalah hujan meteor minor yagn titik radiannya berada di dekat konstelasi Monoceros yang berbatasan dengan konstelasi Orion dan Gemini.

Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu asteroid 2004 TG10 yang mengorbit matahari dengan periode 3,34 tahun dan juga menjadi sumber bagi hujan meteor Taurid Utara.

Dia menjelaskan, hujan meteor ini dapat disaksikan sejak pukul 19.40 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam matahari) dari arah timur hingga barat.

Lalu intensitasnya untuk Indonesia mencapai 1,9-2 meteor/jam (dari Sabang sampai P. Rote).

Hal itu karena titik radian berkulminasi pada ketinggian 71-88 derajat pada arah utara, sementara itu intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 2 meteor/jam.

Jika ingin melihat hujan meteor ini pastikan medan pandang dalam cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya.

Selanjutnya, Chi-Orionid adalah hujan meteor minor yang titik radiannya berada di dekat bintang Chi-Orionis konstelasi Orion.

Sumber dari meteor ini adalah sisa debu asteroid 2004 TG10 yang mengorbit matahari dengan periode 3,35 tahun.

Hujan meteor ini dapat disaksikan sejak awal senja astronomis (50 menit setelah terbenam matahari) waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam matahari) dari arah timur hingga barat.

Untuk intensitasnya di Indonesia mencapai 2,5-2,9 meteor/jam (Sabang hingga P. Rote).

Hal itu karena titik radiannya berkulminasi pada ketinggian 59-76 derajat di arah utara, sementara intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 3 meteor/jam.

Intensitas hujan meteor ini akan sedikit berkurang dikarenakan bulan yang berada di sekitar zenit saat titik radian sedang terbit.

Akan tetapi hujan meteor ini masih bisa dilihat jika cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya.

12 Desember: Komet C/2021 A1 (Leonard) melintas 

Komet C/2021 A1 Leonard adalah komet berperiode panjang yang ditemukan oleh G.J. Leonard di Observatorium Mount Lemmon pada 2 Januari 2021.

Periode komet ini mencapai 80.000 tahun dengan kemiringan orbit 132,68 derajat atau bergerak secara retrograd.

Pada 12 Desember, komet ini akan melintas dekat bumi dengan jarak terdekatnya dari bumi sejauh 0,233 satuan astronomi (sa) atau 34,857.000 km.

Saat melintas dekat Bumi, magnitudo komet Leonard mencapai +1,2 yang menandakan bahwa komet ini dapat disaksikan tanpa menggunakan alat bantu optik.

"Sayangnya komet ini hanya dapat disaksikan oleh wilayah pada lintang 29 derajat LU atau lebih tinggi dari arah timur dekat konstelasi Ofiukus. Sehingga, komet ini tidak dapat disaksikan di lintang rendah dan belahan selatan, termasuk Indonesia," kata Andi.


12-13 Desember: Puncak Hujan Meteor Sigma-Hydrid

Sigma-Hydrid adalah hujan meteor minor yang titik radiannya berada di dekat bintang Sigma Hydrae konstelasi Hydra yang berbatasan dengan konstelasi Monoceros.

Sumber dari hujan meteor ini adalah sisa debu benda langit yang tidak diketahui dan pertama kali diamati oleh Richard E. McCrosky dan Annette Posen.

Hujan meteor ini dapat disaksikan mulai pukul 21.15 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam matahari) dari arah Timur hingga Barat.

Di Indonesia, intensitas hujan meteor ini berkisar antara 2,9-3 meteor/jam (Sabang sampai P. Rote).

Hal itu karena titik radian berkulminasi pada ketinggian 77-90 derajat arah utara dan 86-90 derajat arah selatan, sedangkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 3 meteor/jam.

Pastikan cuaca cerah dan bebas penghalang maupun polusi cahaya untuk menyaksikan hujan meteor ini.

14-15 Desember: Puncak Hujan Meteor Geminid

Hingga pertengahan Desember masih ada hujan meteor. Di akhir pekan kedua Desember ada hujan meteor Geminid.

Geminid adalah hujan meteor utama yang titik radiannya berada di dekat bintang Alfa Geminorum (Castor) konstelasi Gemini.

Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu asteroid 3200 Phaethon (1983 TB) yang mengorbit matahari dengan periode 523,6 hari.

Menurut Andi, hujan meteor ini dapat disaksikan mulai pukul 20.30 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam matahari) dari arah timur laut hingga barat laut.

Intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia cukup besar, yakni berkisar 86 meteor/jam (Sabang) hingga 107 meteor/jam (P. Rote).

Hal ini dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 46-63 derajat arah utara, sedangkan intensitas hujan meteor saat zenit sebesar 120 meteor/jam.

Untuk menyaksikan hujan meteor ini juga dipastikan dalam kondisi cuaca cerah.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/01/123000965/fenomena-astronomi-desember-2021-apa-saja

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke