KOMPAS.com - Virus corona varian baru yang membawa jumlah mutasi sangat tinggi berpotensi menimbulkan gelombang penyakit karena menghindari pertahanan tubuh.
Dilansir The Guardian, Rabu (24/11/2021), varian tersebut adalah B.1.1.529 yang teridentifikasi pada 10 kasus di tiga negara.
Meski baru terkonfirmasi 10 kasus, tapi varian tersebut telah memicu kekhawatiran serius di antara beberapa peneliti karena sejumlah mutasi dapat membantu virus menghindari kekebalan.
Varian B.1.1.529 memiliki 32 mutasi pada spike protein, bagian dari virus yang digunakan sebagian besar vaksin untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh melawan Covid.
Mutasi pada spike protein dapat memengaruhi kemampuan virus untuk menginfeksi sel dan menyebar, tetapi juga mempersulit sel kekebalan untuk menyerang patogen.
Varian ini pertama kali terlihat di Botswana, sebuah negara di Afrika Bagian Selatan. Tiga kasus di sana telah diurutkan.
Lalu 6 kasus telah dikonfirmasi di Afrika Selatan, dan satu kasus di Hong Kong dari seorang pelancong yang kembali dari Afrika Selatan.
Kasus pertama dari varian ini ditemukan di Botswana pada 11 November, lalu tiga hari kemudian ditemukan di Afrika Selatan.
Kasus yang ditemukan di Hong Kong adalah seorang pria berusia 36 tahun yang dites PCR negatif sebelum terbang dari Hong Kong ke Afrika Selatan, tempat dia tinggal dari 22 Oktober hingga 11 November.
Dia dites negatif saat kembali ke Hong Kong, tetapi dites positif pada 13 November saat dikarantina.
Seorang profesor mikrobiologi klinis di Universitas Cambridge Ravi Gupta mengatakan, penelitian di laboratoriumnya menemukan bahwa dua mutasi pada B.1.1.529 meningkatkan infektivitas dan mengurangi pengenalan antibodi.
Dia mengatakan, varian itu memang terlihat menjadi perhatian yang signifikan berdasarkan mutasi yang ada.
"Namun, properti utama dari virus yang tidak diketahui adalah daya menularnya, karena itulah yang tampaknya mendorong varian Delta. Pelarian kekebalan hanyalah bagian dari gambaran tentang apa yang mungkin terjadi," tuturnya.
Sementara itu menurut Direktur Institut Genetika UCL Prof Francois Balloux, sejumlah besar mutasi pada varian corona tampaknya terakumulasi dalam "ledakan tunggal".
Hal itu menunjukkan bahwa mungkin varian tersebut telah berkembang selama infeksi kronis pada seseorang dengan sistem kekebalan yang lemah, misalnya pasien HIV/AIDS yang tidak diobati.
“Sulit untuk memprediksi seberapa menularnya pada tahap ini. Untuk saat ini harus dipantau dan dianalisis dengan cermat, tetapi tidak ada alasan untuk terlalu khawatir kecuali jika frekuensinya mulai meningkat dalam waktu dekat," katanya.
Melansir Mirror, Rabu (24/11/2021) seorang ahli virologi di Imperial College London Tom Peacock menggambarkan kombinasi mutasi varian itu sebagai "mengerikan".
Tom menambahkan bahwa varian itu berpotensi menjadi lebih buruk daripada varian lainnya termasuk varian Delta yang sekarang dominan.
Varian Delta diketahui memiliki 16 mutasi.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/11/25/180500965/mengenal-varian-baru-botswana-b11529-dan-potensi-bahayanya