Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Hasil Tes Swab Covid-19 Bisa Dibuka ke Publik?

KOMPAS.com - Seseorang yang telah melakukan tes swab atau tes lainnya terkait virus corona bisa mengetahui hasil tes. Namun, tak semua orang membuka ke publik hasil tersebut.

Sejumlah pihak yang membuka hasil tes swab di antaranya adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang dinyatakan positif Covid-19.

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga sempat mengumumkan hasil tes swab yang dilakukannya, hasilnya negatif. Jokowi melakukan tes swab setelah bertemu Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo yang kemudian dinyatakan positif Covid-19.

Lantas bagaimana ketentuan mengenai kerahasiaan tersebut?

Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto, menjelaskan kasus Covid-19 masuk ke dalam ranah wabah. 

Sehingga, hasil dari swab perlu dilaporkan ke dinas kesehatan atau yang terkait untuk proses pelacakan dan penanganan wabah.

"Informasi hanya dilaporkan dari rumah sakit ke dinas kesehatan atau pemkot, bukan ke pihak lain. Tujuannya untuk penyelidikan dan tindak lanjut epidemiologi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/11/2020).

Hal tersebut memang berbeda dengan penyakit lain. Jika bukan kasus Covid-19, berlaku rahasia kedokteran, artinya tidak bisa disampaikan ke siapa pun kecuali mendapatkan izin dari pasien.

Beberapa aturan yang bisa menjadi acuan, yaitu Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Permenkes tentang Rekam Medis, Permenkes tentang Rahasia Kedokteran, dan Permenkes tentang Hak Pasien dan Rumah Sakit.

Dia menjelaskan mulai dari klausul dasar, informasi pasien adalah rahasia kedokteran yang menjadi hak dari pasien, sehingga rumah sakit harus menjaganya sebagai rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran bisa dibuka?

Dia menjelaskan, menurut Permenkes 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran, terdapat kondisi yang memungkinkan adanya pembukaan rahasia kedokteran.

"Pembukaan rahasia berdasarkan ketentuan tanpa persetujuan pasien itu dapat dilakukan dalam rangka kepentingan penegakan etik disiplin serta kepentingan umum. Itu yang tanpa persetujuan pasien," katanya.

Etik disiplin terkait dengan etik profesi.

Sementara, kejadian luar biasa atau wabah adalah salah satu bentuk kepentingan umum yang dapat menjadi alasan dibukanya rahasia kedokteran tanpa persetujuan pasien, tapi tetap tidak boleh mengungkap identitas pasien.

"Untuk kepentingan umum dilakukan tanpa membuka identitas pasien. Jadi dibuka pun tanpa membuka identitas pasien," tegasnya.

Ia menambahkan, pada ayat 5 Permenkes itu disebutkan dalam hal membuka rahasia kedokteran terkait adanya ancaman kejadian luar biasa atau wabah, maka identitas pasien dapat dibuka dengan catatan hanya dibuka kepada institusi yang berwenang untuk kepentingan tindak lanjut.

"Terkait dengan wabah selama ini kami rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 harus melaporkan kepada dinas kesehatan, setiap hari kita laporan. Saat ini kami merawat sekian pasien, nama ini ini kita sampaikan," ujarnya.

Pembukaan itu dilakukan karena pihak berwenang perlu melakukan tindakan, seperti tracing atau menelusuri kontak erat dan sebagainya.

"Jadi membukanya itu hanya boleh kepada dinas kesehatan, itu yang terkait dengan wabah. Kita (rumah sakit) nggak boleh membuka ke orang lain lagi," ungkapnya.

Dia menambahkan, bahkan rumah sakit juga tidak boleh mengumumkan. Terkait adanya menteri atau pemangku kebijakan yang mengumumkan hasil tes swab, ia mengatakan hal tersebut adalah hak pribadi.

"Jika yang bersangkutan ingin mengumumkan boleh, karena itu haknya," tuturnya.

Tonang mengatakan ada sanksi bagi manajer atau direktur rumah sakit yang mengungkap rahasia kedokteran, jika mengungkap tanpa alasan yang benar.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, ketika pihak rumah sakit menerima pasien, sebelum masuk rawat inap ada general consent atau lembar persetujuan umum.

Di sana ada beberapa item, salah satunya tentang klausul pelepasan hak. Dia menjelaskan di sana pasien diminta menuliskan tentang siapa saja yang bisa mendapat informasi pasien dari rumah sakit.

Misalnya, dia memperbolehkan rumah sakit memberitahu kondisinya kepada istri, anak, atau kerabatnya. Maka hanya mereka bisa mengetahui kondisi pasien.

"Kalau tidak ditulis, rumah sakit hanya bisa ngomong ke yang bersangkutan, tidak boleh kepada yang lain," kata Tonang.

Lalu pada kasus pasien tidak sadarkan diri, berlaku klausul tentang hubungan keluarga terdekat. Tanpa persetujuan pasien, keluarga terdekat bisa mengetahui kondisi pasien.

Ia turut menjelaskan batasan waktu rahasia kedokteran bisa disimpan. Tonang mengatakan dokter atau pihak rumah sakit harus menjaga kerahasiaan itu walau pasien sudah sembuh, bahkan sudah meninggal.

"Sumpah dokternya mengatakan akan menyimpan rahasia kedokteran walaupun yang bersangkutan sudah meninggal," kata dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/29/150100165/apakah-hasil-tes-swab-covid-19-bisa-dibuka-ke-publik-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke