KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan bahwa pihaknya akan membuat peraturan berupa instruksi penegakan protokol kesehatan.
Menurut Tito, dalam instruksi itu, nantinya akan memuat aturan yang memungkinkan kepala daerah mulai dari tingkatan gubernur, bupati, dan wali kota bisa diberhentikan dari jabatannya.
"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut Undang-Undang. Kalau Undang-Undang dilanggar dapat dilakukan pemberhentian," kata Tito sebagaimana dikutip KompasTV, Kamis (19/11/2020).
Sanksi ini mengacu pada Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Menurut Pasal 78, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
Pasal 78 Ayat 1 Huruf C Pemda menyatakan, kepala daerah berhenti, di antaranya karena tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf b UU Pemda.
Dalam Pasal 67 tersebut, dikatakan bahwa kepala daerah wajib menaati seluruh keteentuan perundang-undangan.
Lantas, bagaimana aturan pemberhentian seorang kepala daerah?
Ketentuan pemberhentian kepala daerah
Berdasarkan pasal 79 UU Nomor 23 Tahun 2014, disebutkan ketentuan pemberhentian kepala daerah adalah sebagai berikut:
Mekanisme pemberhentian kepala daerah
Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan dengan ketentuan berikut:
Instruksi Tito ini pun telah memperoleh tanggapan dari berbagai pihak, mulai dari para kepala daerah hingga pakar hukum.
Melansir Kompas.com, Rabu (18/11/2020), pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pemberhentian seorang kepala daerah tidak dapat dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat.
Ada sejumlah proses yang harus dilewati.
Pertama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengajukan hak interpelasi, dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat untuk menyatakan seorang kepala daerah melanggar Undang-Undang.
Namun, keputusan DPRD itu tidak menjamin seorang kepala daerah langsung diberhentikan karena keputusan itu akan dibawa ke Mahkamah Agung terlebih dahulu.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri juga dapat mengajukan usul pemberhentian kepala daerah namun tetap harus melalui sidang Mahkamah Agung.
"Menteri Dalam Negeri dalam titik tertentu bisa saja kemudian melaporkan karena pelanggaran undang-undang tertentu untuk impeach tetapi dia tidak bisa juga langsung mengatakan berhenti," ujar Feri.
Pendapat yang sama pun disampaikan oleh pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.
Menurut Yusril, proses pelaksanaan pemberhentian kepala daerah harus tetap berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Yang jelas bagi kita adalah Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang memberhentikan atau 'mencopot' kepada daerah karena kepada daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD,” jelas Yusril seperti dikutip KompasTV, Kamis (19/11/2020).
https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/20/204600765/mendagri-singgung-soal-pemberhentian-kepala-daerah-bagaimana-persis