KOMPAS.com - Sudah enam bulan pandemi virus corona menerpa Indonesia. Berbagai upaya penanganan dan pencegahan penularan virus penyebab Covid-19 pun telah dilakukan.
Namun, kondisi saat ini justru belum memperlihatkan tanda-tanda membaik. Setelah sebelumnya klaster-klaster penularan, seperti perkantoran, dan tempat ibadah berhasil diidentifikasi, kini muncul klaster baru yang disebut klaster keluarga.
Salah satu wilayah yang menjadi sorotan karena kemunculan klaster ini adalah Kota Bogor.
Dilansir dari Antara, Minggu (6/9/2020) Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut bahwa penularan Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat dari klaster keluarga saat ini menempati peringkat tertinggi dibandingkan penularan dari penyebab lainnya.
Menurut dia, penularan Covid-19 di klaster keluarga terus meningkat, dan jumlah keluarga yang menjadi klaster juga terus meningkat.
Bima mengatakan, ada 48 keluarga menjadi klaster dengan jumlah anggota keluarga terkonfirmasi positif Covid-19 ada 189 orang.
"Akumulasi kasus positif Covid-19 di Kota Bogor seluruhnya ada 553 orang, sehingga persentase kasus positif Covid-19 di klaster keluarga ada 34,17 persen," kata Bima.
Penyebaran super dan orang tanpa gejala Covid-19
Epidemiolog dari Griffith University, Australia Dicky Budiman, mengatakan, kemunculan klaster keluarga ini harus dimaknai secara serius, karena menandakan tingginya potensi penularan yang terjadi di masyarakat.
"Idealnya, ketika klaster disampaikan, pemerintah setempat akan mengumumkan pada publik. Misalnya, setiap orang yang berada di wilayah tertentu dan waktu tertentu untuk diimbau, bila merasakan gejala harus menghubungi tenaga kesehatan, bila tidak harus isolasi mandiri," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020).
Dicky menambahkan, upaya untuk melakukan tracing atau penelusuran kontak dari satu klaster juga sangat penting.
"Klaster keluarga ini kan population based, jadi sangat penting ditelusuri, selain dipastikan siapa saja yang memiliki kontak dengan klaster keluarga," ujar dia.
Dia menuturkan, secara umum, klaster keluarga terjadi karena ada super spreader. Umumnya orang yang menularkan merasa sehat, dan bepergian serta menemui banyak orang, karena merasa baik-baik saja.
"Ini yang terjadi. Saat ini orang-orang yang tidak bergejala ini mulai menularkan pada orang yang menunjukkan gejala. Paling berbahaya, mereka akan menularkan pada orang paling rawan di masyarakat, seperti lansia," kata Dicky.
Dia mengatakan, hal tersebut berimbas pada meningkatnya angka kesakitan dan juga kematian di masyarakat.
Dicky mengatakan, untuk mencegah penularan klaster keluarga semakin meluas, pemerintah daerah juga pemerintah pusat, menurutnya harus menuntaskan tracing, dan diikuti dengan isolasi.
"Bila ini tidak tuntas, maka kita tidak bisa lagi mencegah penularan yang lebih besar. Untuk mencegah terjadinya klaster keluarga, tidak ada cara lain selain memperkuat testing di masyarakat," kata Dicky.
Dicky menilai, tidak ada cara lain untuk mencegah meluasnya klaster keluarga, selain memperkuat testing dan menuntaskan tracing.
"Hanya saja, kalau tidak terkendali juga, misalnya setelah melakukan testing. Berarti ada yang salah dengan program testing-nya, maka perlu dilakukan evaluasi," ujar Dicky.
Dicky menilai, secara umum, Indonesia belum menjalankan strategi testing sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Satu tes per 1.000 orang per minggu, itu mayoritas wilayah di Indonesia masih jauh dari standar itu. Jadi, wajar bila kemudian terjadi klaster keluarga," kata Dicky.
Pembatasan sosial bersakala mikro
Sementara itu, seperti diberitakan Kompas.com (28/8/2020) kasus positif Covid-19 di Kota Bogor selama dua pekan (14-27 Agustus) menunjukkan lonjakan yang cukup tajam.
Hal tersebut diketahui dari mitigasi infeksi dan tracing Pemkot Bogor.
“Kami menyimpulkan bahwa tes usap (swab) masif dan tracing yang kita gencar lakukan itu menyebabkan lonjakan positif," kata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
"Dari data swab seluruh kasus positif, 49 persen itu berasal dari penelusuran atau tracing orang yang positif. Kemudian orang yang memiliki gejala yang ingin di swab 24 persen. Swab masif di tempat umum, tempat bekerja, kantor, pasar dan lain-lain 18 persen, dan 7 persen hasil screening warga dari luar kota," sambungnya.
Pemkot Bogor memutuskan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) dan Komunitas selama dua minggu, mulai Sabtu (29/8/2020) hingga Jumat (11/9/2020).
Keputusan itu diambil setelah Kota Bogor ditetapkan sebagai zona merah atau risiko tinggi penyebaran virus SARS-Cov-2 atau virus corona tipe dua oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/06/160500465/berkaca-dari-munculnya-klaster-klaster-keluarga-apa-sebab-dan-bagaimana