Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kontroversi Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto dan Imbauan Selektif Menyerap Informasi...

KOMPAS.com - Wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19 hingga saat ini masih terjadi.

Virus masih menyebar dan kasus yang terjadi kian bertambah dari hari ke hari. Namun, obat atau vaksin yang bisa mengatasi penyakit ini belum ditemukan hingga saat ini.

Para peneliti dan perusahaan biomedis dari berbagai negara masih terus melakukan pengembangan vaksin dan melakukan uji coba klinis dalam beberapa tahap untuk mengetahui keamanan dan keefektifan si vaksin.

Ini merupakan tahapan ilmiah dari penemuan obat di ranah medis.

Selama pandemi berlangsung, kerap beredar informasi bahwa obat Covid-19 telah ditemukan.

Termasuk di Indonesia. Dua hari terakhir, masyarakat Indonesia diramaikan dengan video wawancara musisi yang juga Youtuber Anji berjudul  "Bisa Kembali Normal? Obat Covid 19 Sudah Ditemukan!! (Part 1)" dan diunggah di kanal YouTube Dunia Manji.

Dalam video itu, Anji mewawancarai seseorang bernama Hadi Pranoto yang disebutkan bergelar profesor.

Hadi Pranoto disebut telah menemukan "obat" yang menyembuhkan ribuan pasien Covid-19.

Klaim ini kemudian menjadi kontroversi dan menimbulkan respons beragam dari netizen dan para ahli.

Kini, konten video tersebut sudah dihapus oleh pihak YouTube.

Sebagian besar menyebut konten ini berisi klaim yang belum bisa diyakini kebenarannya, mengingat prosedur pengembangan obat harus melalui serangkaian tahapan ilmiah.

Jadi, jika belum memenuhi tahapan tersebut maka suatu temuan belum bisa dikatakan sebagai obat.

Tanggapan Kemenkes dan Satgas Covid-19

Tanggapan ini datang salah satunya dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Achmad Yurianto menyebutnya sebagai sebuah pembodohan.

Ia menyebut dalam video tersebut tidak ada penjelasan soal bagaimana ramuan herbal ini sehingga diklaim ampuh menjadi obat Covid-19.

Yuri menganggap hal ini menimbulkan kepanikan dalam masyarakat.

"Tidak usah ngeyel, saya enggak akan menanggapi hal-hal tidak jelas seperti itu, ini sudah pembodohan namanya," kata Yuri, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (3/8/2020).

Kontroversi lain datang dari gelar profesor yang disematkan kepada Hadi Pranoto. Dalam unggahan di akun Intstagramnya, Anji menuliskan bahwa Hadi Pranoto yang bergelar profesor merupakan seorang pakar mikrobiologi.

Namun, hal ini dipertanyakan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito.

"Apakah yang bersangkutan ini seorang profesor atau peneliti? Dari institusi perguruan tinggi atau riset mana seperti yang sedang beredar saat ini?" kata Wiku, saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Waspadai setiap informasi

Ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo mengatakan, masyarakat harus teredukasi, baik dari sisi proses pengembangan obat, dan siapa orang yang menyampaikan klaim.

“Saya bisa saja klaim sebuah obat. Masyarakat pasti memiliki ekspektasi penyembuhan. Nah kalau tidak sembuh bagaimana? Kalau pasiennya meninggal misal bagaimana? Efek sampingnya seperti apa? Pertanggungjawabannya seperti apa?” kata Ahmad.

Menurut dia, peredaran obat di masyarakat itu diatur dengn ketat, maka dari itu di Indonesia terdapat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Badan POM juga menegaskan, hingga saat ini belum mengeluarkan izin edar apa pun untuk obat Covid-19.

Jubir Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito mengingatkan pada masyarakat untuk tidak mudah  percaya dengan informasi yang disampaikan bukan oleh pihak berwenang atau kredibel.

Sementara, bagi tokoh publik yang memiliki nama dan pengaruh dalam masyarakat, Wiku meminta untuk lebih berhati-hati dalam mencari sumber informasi sebelum menyebarkannya kepada khalayak luas.

"Silakan check dan re-check pada sumber yang benar dan ahlinya," kata Wiku.

Hal ini perlu dilakukan demi menjaga ketenangan yang tengah dibangun dalam masyarakat untuk bersatu menghadapi Covid-19.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/03/101000065/kontroversi-klaim-obat-covid-19-hadi-pranoto-dan-imbauan-selektif-menyerap

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke