Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral, Video Sebut Indonesia Berlakukan Herd Immunity, Ini Tanggapan Gugus Tugas Covid-19

Pada video yang beredar di Twitter, Kamis (11/6/2020), ada seorang perempuan yang berbicara tentang herd immunity, yang jadi pilihan Pemerintah Indonesia merespons penyebaran wabah virus corona.

Dalam video berdurasi 2 menit 20 detik ini, tertulis nama perempuan yang berbicara itu adalah Fitri Cahyanti dan ada tulisan posisinya sebagai Direktur Excekutif LBPK sekaligus Ketua Dewan Pembina YAPETIM.

Video ini dibagikan sebuah akun di Twitter yang menuliskan caption agar Polri menindaklanjutinya karena menganggap apa yang disampaikan tak berdasar.

"Ini orang boleh ditangkap karena sembarang bicara? Colek @DiVHumas_Polri," tulis Bu Khek Siansu dalam twitnya.

Selain di media sosial, video ini disebut juga beredar di grup percakapan WhatsApp.

"Setelah Lebaran kali ini, Pemerintah Indonesia tidak akan update berapa jumlah rakyat yang terkena Covid, mungkin sekitar 18.000 hingga 19.000-an, dan kemungkinan lagi dalam waktu dekat ini, sistem herd immunity akan diberlakukan di Indonesia," ujar Fitri.

Ia juga menjelaskan, herd immunity adalah situasi di mana cukup banyak orang dalam suatu populasi yang memiliki kekebalan terhadap infeksi, sehingga secara efektif mampu menghentikan penyebaran tersebut.

Menurut Fitri, penanganan Covid-19 dapat dilakukan dengan vaksin. Namun, karena vaksin belum tersedia, maka ia menyimpulkan Pemerintah Indonesia akan membiarkan 70 persen warga terinfeksi agar membentuk antibodi atau kekebalan secara alami.

Ia mengatakan, salah satu tanda dimulainya herd immunity yakni dengan dibukanya mal atau pusat perbelanjaan.

Bagaimana tanggapan tim Gugus Tugas Covid-19 tentang isi video yang beredar itu?

Ia menegaskan, pemerintah tak menerapkan herd immunity.

"Pemerintah tidak akan melakukan herd immunity, yang di pikiran orang-orang itu pemerintah mau melakukan herd immunity, itu salah," ujar Wiku saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (13/6/2020).

Menurut Wiku, herd immunity akan terjadi jika ada infeksi massal.

Namun, jika masyarakat Indonesia patuh menjalankan protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, pakai masker, dan menjaga jarak fisik, maka tidak akan terjadi herd immunity.

"Herd itu kan artinya kalau di bahasa Indonesia adalah kawanan. Jadi sekumpulan orang itu nantinya mendapatkan imunitas. Semakin banyak yang berimunitas, semakin selesai masalahnya, virusnya enggak bisa bereaksi lagi. Tapi, pemerintah tidak akan melakukan itu," ujar Wiku.

Bukan orang yang kompeten

Wiku menyayangkan apa yang disampaikan dalam video viral itu.

"Siapa bilang pemerintah akan melakukan itu? Dia itu bukan orang pemerintah. Pemerintah tidak akan melakukan itu," tegas dia.

Ia menjelaskan, dalam penanganan Covid-19 ada prakondisi, ada timing, ada prioritas, ada hubungan pemerintah daerah, dan ada monitoring evaluasi yang dilakukan di beberapa daerah.

Selanjutnya, data-data kasus akan disampaikan kepada stakeholder.

Penyampaian informasi ini akan berpengaruh pada kesiapan rumah sakit, fasilitas kesehatan, serta prioritas-prioritas keamanan.

Sementara itu, jika herd immunity diberlakukan, maka suatu daerah harus sudah melakukan simulasi terlebih dahulu. 

"Kalau kasus naik, nanti kita dampingi. Tapi, kan pemerintah tidak akan melakukan itu," ujar Wiku. 

Mengenai penyebutan pembukaan mal yang diucapkan Fitri, Wiku meluruskan bahwa pembukaan mal bukan tanda-tanda dimulainya herd immunity.

"Bukan mulainya herd immunity. Bahkan tidak hanya mal, sekolah atau tempat lain juga tidak ada yang mau membuka dengan tujuan itu," ujar Wiku.

"Pembukaan mal itu dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi sosial ekonomi yang terkendali," lanjut dia.

Wiku mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum jelas kebenarannya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/13/163900065/viral-video-sebut-indonesia-berlakukan-herd-immunity-ini-tanggapan-gugus

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke