Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Bulan Wabah Corona, Apa Saja yang Sudah Diketahui Para Peneliti?

KOMPAS.com - Memasuki bulan Juni artinya virus corona atau Covid-19 telah menyebar selama setengah tahun ini.

Virus bernama SARS-CoV-2 itu pertama kali muncul dan dilaporkan di China pada akhir Desember 2019.

Hingga 6 Juni 2020, sudah ada 6,8 juta kasus Covid-19 yang dikonfirmasi menurut laporan Worldometers.

Sementara itu yang sembuh ada 3.312.588 orang dan meninggal dunia sebanyak 397.351 orang.

Sudah 6 bulan berjalan, apa saja yang diketahui para peneliti hingga kini?

1. Butuh waktu lama untuk normal

Dilansir New York Times, Rabu (3/6/2020), kabar baik sejauh ini, banyak negara membuka atau melonggarkan lockdown karena kasus-kasus virus corona menurun atau stabil.

Sedikitnya 100 tim peneliti dari seluruh dunia berlomba mengembangkan vaksin.

Akan tetapi kabar buruknya, virus itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan pergi. Pandemi ini akan berlangsung lama, kemungkinan satu tahun atau lebih.

Memakai masker, menjaga jarak fisik, cuci tangan, menarik diri dari teman atau keluarga adalah langkah-langkah yang masih akan terus diupayakan untuk tetap sehat.

Direktur eksekutif program darurat kesehatan WHO Dr. Mike Ryan memperingatkan, "Virus ini mungkin saja menjadi virus endemik lain di komunitas kami dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang."

Prediksi bahwa jutaan dosis vaksin mungkin tersedia pada akhir tahun ini mungkin terlalu cerah. Tidak ada vaksin yang dibuat secepat itu.

Penyakit ini tidak akan terlalu menakutkan jika ada pengobatan yang bisa menyembuhkannya atau setidaknya mencegah penyakit parah. Tetapi hingga saat ini belum ada.

2. Anda harus mengenakan masker

Para peneliti tahu bahwa masker sederhana pun dapat secara efektif menghentikan tetesan yang keluar dari hidung atau mulut orang terinfeksi.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan April di Nature meneliti pemakaian masker oleh pasien influenza, rhinovirus, atau virus corona ringan.

Para ilmuwan menunjukkan masker dapat memblokir hampir 100 persen dari tetesan virus serta aerosol kecil.

Ada juga bukti bahwa masker dapat melindungi Anda dari kuman orang lain.

Salah satu penelitian menunjukkan bahwa N95 mampu menangkap lebih dari 90 persen partikel virus, bahkan jika ukurannya sekitar seperlima ukuran virus corona.

Penelitian lain menunjukkan bahwa masker bedah menghalangi antara 50 hingga 80 persen partikel, sedangkan masker kain menghalangi 10 hingga 30 persen partikel kecil.

Spesialis penyakit menular di Baylor College of Medicine Dr. Robert Atmar mengatakan mengenakan masker lebih baik daripada tidak sama sekali.

Itu karena virus corona biasanya menginfeksi orang dengan masuk lewat mulut atau hidung. Menutupi area itu dapat menjadi garis pertahanan pertama melawan virus.

Mengenakan penutup wajah juga akan mencegah Anda menyentuh wajah, yang merupakan cara lain penularan virus corona.

Ketika dikombinasikan dengan mencuci tangan dan tindakan perlindungan lainnya, seperti menjaga jarak fisik, masker membantu mengurangi penularan penyakit.

3. Herd immunity bukan pilihan

Herd immunity atau kekebalan kawanan adalah saat suatu populasi memiliki cukup banyak antibodi terhadap virus corona, maka virus akan mencapai jalan buntu dan tidak bisa menginfeksi lagi.

Idealnya itu terjadi saat sudah ada vaksin. Tapi itu mungkin tidak terjadi, bahkan jika vaksin tersedia, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman dengan vaksin flu.

Paul Offit dari Children's Hospital of Philadelphia dan University of Pennsylvania menjelaskan vaksin dapat menghilangkan campak, rubella, dan cacar. Akan tetapi tidak pada influenza dan batuk rejan.

Saat influenza dan batuk rejan telah menyebar dan banyak orang divaksinasi, secara teori penyakit itu dapat dihentikan. Akan tetapi ternyata tidak menghentikan wabah.

Itu karena antibodi yang melindungi orang terhadap virus yang menginfeksi permukaan mukosa seperti selaput hidung cenderung berumur pendek.

4. Gejala Covid-19 terus bertambah

Covid-19 adalah penyakit pernapasan karena virus. Banyak deskripsi awal dari gejala yang difokuskan pada pasien yang sesak napas dan akhirnya ditempatkan pada ventilator.

Tetapi virus tidak membatasi serangannya ke paru-paru dan dokter telah mengidentifikasi sejumlah gejala serta sindrom yang terkait dengannya.

Pada beberapa pasien, virus mendorong sistem kekebalan tubuh menjadi overdrive. Itu menyebabkan paru-paru terisi dengan cairan lalu merusak banyak organ, termasuk otak, jantung, ginjal, dan hati.

Gejala pertama infeksi biasanya berupa batuk dan sesak napas. Tetapi pada bulan April, CDC menambah daftarnya:

  • sakit tenggorokan
  • demam
  • kedinginan
  • nyeri otot
  • gangguan pencernaan, seperti diare dan mual.

Tanda lainnya yang bisa terjadi adalah berkurangnya indera penciuman dan indera perasa seseorang.

Pada beberapa kasus remaja dan dewasa awal ada yang muncul tanda ruam merah dan ungu yang menyakitkan pada jari tangan serta kaki.

Virus ini bisa menyebabkan penyakit berat seperti pneumonia dan sindrom gangguan pernapasan akut.

Tingkat oksigen dalam darah merosot dan pasien mungkin mendapatkan oksigen tambahan atau ditempatkan pada mesin, yang disebut ventilator, untuk membantu mereka bernafas.

Tapi bahkan tanpa gangguan paru-paru, penyakit ini dapat menyebabkan cedera pada ginjal, jantung, atau hati.

Pasien yang sakit kritis cenderung mengalami pembekuan darah yang berbahaya di kaki dan paru-paru. Dalam kasus yang jarang terjadi, penyakit ini memicu stroke iskemik.

Itu menyebabkan tersumbatnya arteri yang memasok darah ke otak. Bisa juga menyebabkan gangguan otak, seperti perubahan status mental atau ensefalopati.

Kematian dapat terjadi karena gagal jantung, gagal ginjal, gagal organ multipel, gangguan pernapasan atau syok.

5. Penularan dari permukaan benda bukan yang utama

Banyak orang khawatir bahwa dengan menyentuh permukaan yang telah terkena droplets atau tetesan dari orang yang terinfeksi bisa menyebabkan mereka tertular virus.

Dengan catatan setelah menyentuh permukaan itu mereka menyentuh mulut, hidung, atau mata mereka.

Kekhawatiran itu muncul setelah ditemukan bahwa virus dapat bertahan di permukaan benda.

Menurut studi di The New England Journal of Medicine pada bulan Maret, virus dapat bertahan di permukaan plastik dan baja hingga 3 hari. Sementara itu di kardus hingga 24 jam.

Studi lain melaporkan menemukan virus di ventilasi udara di kamar rumah sakit, mouse komputer, pegangan tangan, dan gagang pintu.

Tetapi yang bisa diketahui sekarang adalah tidak ada penelitian yang menguji virus hidup, hanya jejak bahan genetiknya.

Ilmuwan lain mengomentari studi ini bahwa virus pada permukaan mungkin terdegradasi lebih cepat.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengatakan sejak Maret bahwa permukaan yang terkontaminasi tidak dianggap sebagai cara utama penyebaran virus.

Penyebaran utama virus ini diperkirakan adalah menghirup secara langsung tetesan yang dilepaskan orang terinfeksi saat batuk, bersin, bernyanyi, atau berbicara.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/06/132900665/6-bulan-wabah-corona-apa-saja-yang-sudah-diketahui-para-peneliti-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke