Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Seseorang Kerap Menutupi Covid-19 yang Dideritanya...

KOMPAS.com - Penyebaran wabah virus corona di dunia telah mencapai 3 juta kasus hingga Kamis (30/4/2020) sore. Sejauh ini, para peneliti pun tengah berjuang untuk mencari obat dan vaksin Covid-19.

Lantaran belum ada obat dan vaksin serta bahayanya SARS-CoV-2 ini, banyak pihak, mulai dari pemerintah hingga tenaga medis berupaya menekan penyebaran virus yang menyerang saluran pernapasan tersebut.

Namun hal itu diperparah oleh perilaku oknum masyarakat yang tidak kooperatif. Salah satunya dengan tidak jujur sewaktu memeriksakan dirinya ke rumah sakit.

Yang terjadi seperti baru-baru ini, sebanyak 53 tenaga medis di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta harus menjalani tes swab lantaran adanya keluarga pasien positif Covid-19 yang tidak jujur. Tidak hanya itu saja, puluhan tenaga medis tersebut mau tidak mau harus mengisolasi diri untuk memutus rantai penyebaran virus corona.

Sebelumnya, hal serupa juga terjadi di Samarinda, Surabaya, Semarang, dan kota lainnya.

Lantas, mengapa sejumlah orang enggan berterus terang mengenai riwayat perjalanannya atau orang terdekat yang terinfeksi positif Covid-19?

Penjelasan psikolog

Psikolog Unit Layanan Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS), Laelatus Syifa, M.Psi mengungkapkan, masyarakat menjadi tidak jujur terhadap informasi yang disampaikannya kepada petugas kesehatan disebabkan karena adanya stigma dari masyarakat kepada pasien Covid-19.

"Jadi Covid-19 adalah penyakit yang sangat mudah menular, bahkan orang yang tampak sehat pun ternyata bisa menjadi pembawa virus ini," ujar psikolog yang akrab disapa Latus kepada Kompas.com, Kamis (30/4/2020).

"Masyarakat jadi takut dan waspada, sayangnya kewaspadaaan dan kehati-hatian ini terlalu berlebihan dan tidak pada tempatnya, misalnya mengucilkan pasien Covid-19, tidak menerima jenazah pasien Covid-19," lanjut Latus.

Ia menambahkan, dari tindakan yang berlebihan ini, orang pun menjadi takut jika terkena virus yang menyerang saluran pernapasan ini.

Namun, rasa takut bukan berasal dari penyakit tersebut, melainkan rasa takut dari efek sosial berupa pengucilan dan penolakan yang akan diterima pasien di masyarakat.

"Hal ini disebut stigma. Stigma muncul karena ada ciri yang melekat pada seseorang yang membuatnya berbeda dari orang lain kebanyakan, biasanya merupakan hal yang negatif bisa berupa cacat mental, cacat fisik atau sakit dalam hal ini bisa termasuk Covid-19," katanya lagi.

Menurutnya, stigma membuat seseorang diperlakukan tidak adil dan diskriminatif.

Dalam hal ini, jika seseorang telah diberi stigma, ia akan cenderung bertambah penderitaannya, karena perlakukan sosial yang tidak adil.

Oleh karena itu, baik pasien maupun keluarga pasien bersikap tidak terus terang alias berbohong, tidak mau mengaku, lataran takut kena stigma masyarakat.

Tak hanya melekat saat pasien masih mengidap penyakit tersebut, stigma tetap akan melekat meski pasien telah sembuh dari Covid-19.

"Bahkan stigma ini bisa terjadi pada pasien yang sudah sembuh atau tenaga kesehatan yang sering bertemmu dengan pasien padahal mereka tidak menunjukkan gejala apa pun. Sebenernya ini bentuk waspada dan kekhawatiran masyarakat tetapi kebablasan dan tidak pada tempatnya," terang Latus.

Terkait pencegahan virus corona, ia mengungkapkan, masyarakat harus melakukan tindakan pysical distancing dengan adanya sikap kekeluargaan dan solidaritas sosial yang diperlukan.

Sebab, Covid-19 bisa dilawan dengan kekuatan bersama.

"Pada akhirnya stigma berefek seperti boomerang ke masyarakat," lanjut dia.

Ia mengatakan, orang-orang yang menjadi takut untuk melaporkan keluhan mereka, bersikap tidak jujur, dan pada akhirnya bisa menjadi sumber penyebaran bagi orang lain.

Pertama, mereka takut menjadi korban stigma yang dijauhi masyarakat.

Kedua, karena ketidakjelasan informasi tentang proses penularan Covid-19 yang menyebabkan ketakutkan jika dirawat di rumah sakit.

Bagong menjelaskan, tindakan yang sekiranya dapat mendorong orang-orang menjadi jujur dalam menyampaikan riwayat perjalanan yakni dengan pengembangan literasi khususnya tentang Covid-19.

"Perlu jaminan pemrintah tentang mekanisme penanganan pasien Covid-19," ujar Bagong kepada Kompas.com, Kamis (23/4/2020).

Kemudian, pemerintah juga perlu melakukan tindakan sosialisasi yang pasti tentang perawatan dan hak pasien.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/30/201304865/alasan-seseorang-kerap-menutupi-covid-19-yang-dideritanya

Terkini Lainnya

Tak Ikut Trial Test, Apakah Peserta Rekrutmen Bersama BUMN Masih Bisa Ikut Tes Online?

Tak Ikut Trial Test, Apakah Peserta Rekrutmen Bersama BUMN Masih Bisa Ikut Tes Online?

Tren
Anjing dan Kucing Bisa Tularkan Bakteri Mematikan, Membuat Manusia Kebal Antibiotik

Anjing dan Kucing Bisa Tularkan Bakteri Mematikan, Membuat Manusia Kebal Antibiotik

Tren
Bisakah Buat SKCK di Kantor Polisi Luar Domisili KTP?

Bisakah Buat SKCK di Kantor Polisi Luar Domisili KTP?

Tren
Sengitnya 'War' Tiket Konser Sheila on 7: Milenial Vs Gen Z

Sengitnya "War" Tiket Konser Sheila on 7: Milenial Vs Gen Z

Tren
Cuaca Ekstrem di China Sebabkan 110.000 Warga Terpaksa Dievakuasi

Cuaca Ekstrem di China Sebabkan 110.000 Warga Terpaksa Dievakuasi

Tren
Harga Elpiji dan Tarif Listrik Mei 2024

Harga Elpiji dan Tarif Listrik Mei 2024

Tren
Penjelasan Pertamina soal Kebakaran Honda Civic LX di SPBU Wonogiri

Penjelasan Pertamina soal Kebakaran Honda Civic LX di SPBU Wonogiri

Tren
Fakta Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi karena Konsumsi Ganja

Fakta Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi karena Konsumsi Ganja

Tren
Benarkah Hamil Ubah Kondisi Organ dan Lebih Rentan Terkena Penyakit Usai Melahirkan?

Benarkah Hamil Ubah Kondisi Organ dan Lebih Rentan Terkena Penyakit Usai Melahirkan?

Tren
Deret Kader PDI-P yang Keluar Sepanjang Pemilu 2024, Terbaru Jokowi dan Gibran

Deret Kader PDI-P yang Keluar Sepanjang Pemilu 2024, Terbaru Jokowi dan Gibran

Tren
Mengenal Satyalancana Karya Bhakti Praja yang Akan Diberikan Jokowi ke Gibran dan Bobby

Mengenal Satyalancana Karya Bhakti Praja yang Akan Diberikan Jokowi ke Gibran dan Bobby

Tren
Alasan Ganjar-Mahfud Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Alasan Ganjar-Mahfud Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Tren
Badan Gampang Gatal dan Ruam padahal Sudah Mandi, Ini Penyebabnya

Badan Gampang Gatal dan Ruam padahal Sudah Mandi, Ini Penyebabnya

Tren
Jokowi Akan Berikan Satyalancana kepada Gibran dan Bobby, Ini Alasannya

Jokowi Akan Berikan Satyalancana kepada Gibran dan Bobby, Ini Alasannya

Tren
Daftar Partai Koalisi Prabowo-Gibran Usai Ditetapkan Jadi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Daftar Partai Koalisi Prabowo-Gibran Usai Ditetapkan Jadi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke