Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Vaksin BCG Berkorelasi dengan Tingkat Keparahan Covid-19 Suatu Negara?

KOMPAS.com – Vaksin BCG yang merupakan kepanjangan dari Bacille Calmette-Guerin kini tengah diuji coba di beberapa negara untuk melindungi pekerja medis dan orang-orang yang rentan terhadap virus corona.

BCG merupakan vaksin berusia sekitar satu abad yang telah lama digunakan sebagai vaksin untuk anti TBC.

Vaksin ini di Indonesia sendiri telah lama dikembangkan sejak 1973.

Dan melansir dari situs Kemenkes, BCG pada 2005, merupakan salah satu dari lima jenis imunisasi wajib yang digalakkan pemerintah selain Campak, DPT, Polio dan Hepatitis B berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1611/MENKES/SK /XI /2005.

Melansir dari Japantimes, sebuah studi yang diunggah di medRxiv, sebuah situs penelitian medis yang tidak dipublikasikan menemukan korelasi antara negara-negara yang mengharuskan warga negaranya untuk mendapatkan vaksin BCG menunjukkan lebih sedikit jumlah kasus dan kematian yang dikonfirmasi dari Covid-19.

Walaupun belum pasti, akan tetapi uji coba pemberian vaksin kepada petugas medis dan orangtua yang rentan tengah dilakukan di setidaknya lima negara sebagai upaya perlindungan.

Gonzalo Otazu seorang Asisten Profesor di Institut Teknologi New York yang juga merupakan penulis dari studi tersebut mulai melakukan analisis usai mengetahui jumlah kasus yang rendah di Jepang meskipun negara itu paling awal sebagai negara yang melaporkan kasus virus corona di luar China dan tidak melakukan penguncian seperti yang dilakukan negara lain.

Otazu, yang mengetahui bahwa sebelumnya telah ada penelitian yang menunjukkan bahwa BCG memberikan perlindungan tidak hanya bakteri TBC tapi juga penyakit menular lain kemudian mencoba mengumpulkan data.

"Sudah ada sejarah panjang tentang laporan BCG yang menghasilkan serangkaian respons kekebalan yang bermanfaat. Misalnya, sebuah penelitian di Guinea-Bissau menemukan bahwa anak-anak yang divaksinasi dengan BCG diamati memiliki penurunan 50 persen dalam keseluruhan kematian. Hal ini dikaitkan dengan efek vaksin pada pengurangan infeksi pernapasan dan sepsis," kata Otazu sebagaimana dikutip dari Forbes.

Meski demikian, tinjauan WHO pada 2014 silam, menyebutkan kemampuan BCG dalam mengurangi kematian secara keseluruhan memiliki kepercayaan yang sangat rendah.

Akan tetapi, para peneliti tetap berharap bahwa BCG bisa menjadi jembatan yang mampu menekan dampak keseluruhan pandemi hingga ada vaksin yang siap digunakan.

Otazu dan tim sendiri mencoba mengumpulkan data tentang negara mana saja yang memiliki kebijakan vaksin BCG universal dan kapan mereka melakukan kebijakan itu.

Mereka kemudian membandingkan jumlah kasus dan kematian yang dikonfirmasi dari Covid-19 untuk menemukan korelasi yang kuat.

Hasilnya negara-negara maju seperti AS dan Italia yang memiliki jumlah kasus besar Covid-19, menggunakan vaksin BCG hanya sebatas rekomendasi bagi mereka yang mungkin berisiko.

Sedangkan Jerman, Spanyol, Perancis, Iran, dan Inggris yang juga memiliki kasus besar, dulunya memiliki kebijakan vaksin BCG tetapi kemudian mengakhirinya bertahun-tahun hingga puluhan tahun yang lalu.

Sementara China, lokasi awal pandemi, memiliki kebijkan vaksin BCG tetapi tidak dipatuhi sebelum 1976.

“Negara-negara termasuk Jepang dan Korea Selatan yang tampaknya telah berhasil mengendalikan penyakit sejauh ini memiliki kebijakan vaksin BCG universal,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Japantimes.

Analisis korelasi tersebut menggunakan data negara berpenghasilan tinggi karena data mengenai kasus-kasus yang dikonfirmasi dari negara-negara yang berpenghasilan rendah dinilai tidak cukup andal untuk membuat penilaian yang kuat.

Studi Otzu memang belum menjalani tinjauan kuat dari rekan-rekan peneliti yang lain.

Akan tetapi Eleanor Fish, seorang Profesor di Departemen Imunologi University of Toronto mengatakan masuk akal untuk melihat apakah vaksin BCG dapat memberikan perlindungan pada Covid-19.

"Saya akan membaca hasil penelitian dengan sangat hati-hati," kata Fish.

Salah satu yang pertama melakukan uji coba efektivitas vaksin BCG pada virus corona adalah Mihai Netea seorang ahli Penyakit Menular di Radboud University Medical Center di Belanda.

Sebanyak 400 petugas kesehatan di uji coba. 200 menerima vaksin BCG dan 200 menerima plasebo dan akan dilihat hasilnya nanti setelah 2 bulan.

Secara terpisah Tim Netea juga akan mempelajari efektivitas vaksin BCG pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.

Uji coba lain saat ini tengah dilakukan di Australia, Denmark, Jerman, Inggris, dan AS.

Para ilmuwan masih menyelidiki lebih jauh untuk memahami kemungkinan mengapa vaksin BCG mungkin efektif tak hanya untuk TBC tapi juga mikroba lain.

Netea memperkirakan vaksin BCG membuat sistem kekebalan menjadi lebih peka, sehingga setiap ada serangan patogen ia akan merespons mirip strategi serangan terhadap TBC.

Sehingga ada kemungkinan seseorang yang mendapatkan vaksin ini, sistem kekebalan tubuhnya lebih baik dibandingkan mereka yang tidak menerima vaksin.

"Ini seperti vaksin BCG yang membuat bookmark untuk digunakan sistem kekebalan di kemudian hari," kata Netea.

Netea mengingatkan seandainya vaksin BCG ini terbukti efektif, hal ini bukanlah alasan bagi seseorang untuk menimbun seperti yang banyak dilakukan orang-orang terhadap tisu toilet maupun barang-barang lain.

“Ada kemungkinan kecil bahwa vaksin BCG dapat meningkatkan risiko virus corona tetapi para ilmuwan tidak akan tahu sampai uji klinis,” ujarnya.

Bagaimanapun ia mengingatkan bahwa vaksin BCG seharusnya tidak menjadi satu-satunya alat untuk melawan Covid-19.

"Tidak ada negara di dunia yang berhasil mengendalikan penyakit hanya karena populasi dilindungi oleh BCG," kata Otazu.

Selain itu, menurut Otazu, vaksin BCG tidak sepenuhnya bisa membantu semua orang.

“Ini tidak dianjurkan untuk orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau wanita hamil. Kita harus tahu lebih banyak tentang betapa bermanfaatnya bagi kita semua hanya dalam beberapa bulan,” kata dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/10/130200265/bagaimana-vaksin-bcg-berkorelasi-dengan-tingkat-keparahan-covid-19-suatu

Terkini Lainnya

Hindari Minum Kopi Sebelum Naik Pesawat, Ini 3 Alasannya

Hindari Minum Kopi Sebelum Naik Pesawat, Ini 3 Alasannya

Tren
7 Daftar Pelanggaran Etik yang Terbukti Dilakukan Anwar Usman

7 Daftar Pelanggaran Etik yang Terbukti Dilakukan Anwar Usman

Tren
9 Cara untuk Menyampaikan Rasa Cinta Kepada Kucing Peliharaan

9 Cara untuk Menyampaikan Rasa Cinta Kepada Kucing Peliharaan

Tren
Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan Penyakit Gagal Ginjal dan Batu Ginjal

Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan Penyakit Gagal Ginjal dan Batu Ginjal

Tren
Resmi, Indonesia-Singapura Berlakukan Perjanjian Ekstradisi Buronan

Resmi, Indonesia-Singapura Berlakukan Perjanjian Ekstradisi Buronan

Tren
RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

Tren
Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Tren
Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Tren
7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

Tren
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Tren
Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Tren
Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Tren
Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Tren
Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Tren
10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke