Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suherman
Analis Data Ilmiah BRIN

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Hamka: Menjadi Adicerita Indonesia karena Membaca (Bagian III - Habis)

Kompas.com - 07/05/2023, 17:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"TAFSIR Al-AZHAR" selesai dikerjakan oleh Hamka sebagai hikmah dari fitnah yang dituduhkan oleh rezim Sukarno yang menghantarkan dia ke penjara. Hamka meyakini bahwa semuanya atas skenario dari Allah SWT.

Masa-masa di penjara yang mengharuskan dia terpisah dari anak dan istrinya adalah saat-saat yang tepat untuk merampungkan penulisan tafsir.

Baca artikel sebelumnya: Hamka: Menjadi Adicerita Indonesia karena Membaca (Bagian II)

Di dalam penjara, Hamka memiliki banyak waktu dan polisi membolehkan dia membawa buku-bukunya ke kamar tahanan.

Di penjara Hamka menjalani rutinitasnya dengan disiplin menulis dan belajar: menyusun tafsir pada pagi hari, membaca pada siang sampai sore hari, mengaji antara waktu Maghrib dan Isya, dan tafakur serta shalat malam pada malam hari.

Hamka mengakui bahwa andai dia tidak ditahan selama dua tahun lebih, mungkin dia tak bakalan menyelesaikan tafsirnya sampai akhir hayatnya.

Untuk menghibur dirinya dalam penjara, Hamka membaca cerita riwayat Ibnu Taimiyah, ahli fiqih mazhab Hambali yang dipenjara bertahun-tahun di Damsyik di bawah kekuasaan Mamluk karena pandangan antipemerintahnya dan jiwanya tidak bisa dibeli oleh penguasa.

Jenazahnya diiringi dari penjara ke kuburan oleh banyak orang. Sebagaimana Ibnu Taimiyah, dan seperti itu pula yang Hamka impikan terjadi pada dirinya.

Dalam sejarah banyak orang besar yang menghasilkan karya besarnya di penjara, seperti Sayid Quthub—yang Hamka sendiri mengaguminya karena cintanya terhadap Islam—yang menyelesaikan Tafsir Fi zilalil Qur’an, sebelum dihukum gantung oleh rezim Gamal Abel Nasser sahabat dekatnya sendiri.

Sukarno dengan Indonesia Menggugat, Hatta dengan bukunya Alam Pikiran Yunani, Malcolm X menjadi seorang intelektual karena belajar di dalam penjara.

Pramoedya Ananta Toer, musuh ideologi Hamka, membuat masterpisnya berupa serial tetralogi novel sejarah Pulau Buru—Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca—semuanya ditulis di pembuangan.

Keluasan bacaan Hamka terutama bisa dilihat dari kolom rutin “Tasauf Modern”, yang dia bahasakan bukan dengan bahasa kaum filsuf yang rumit, akan tetapi dengan bahasa yang sederhana yang orang tidak tamat SD pun dapat memahaminya.

Makanya tidak heran apabila Hamka memiliki pembaca dari berbagai macam golongan masyarakat mulai dari yang terdidik sampai rakyat jelata, asalkan sudah dapat membaca.

Dalam kolom tersebut Hamka menjelajahi masalah kebahagiaan dengan banyak memperkenalkan pemikiran para filsuf klasik seperti Aristoteles, pemikir-pemikir besar seperti al-Ghazali Ibnu Arabi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan al-Junaid sampai kepada para pemikir Islam modernis terutama dari Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

Dia juga mendalami pemikiran dari kelompok pergerakan Sayid Quthub dan juga para pemikir Barat kontemporer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com