KOMPAS.com - Dewa Raja merupakan konsep yang menganggap raja sebagai wakil dewa di bumi dan memegang otoritas politik tertinggi.
Dalam kepercayaan ini, raja dianggap sebagai titisan dewa dan setelah meninggal roh mereka akan bersemadi dengan para dewa.
Konsep dewa raja berkembang pada masa Hindu-Buddha di Nusantara, bahkan diduga pertama kali muncul di Jawa.
Secara politik, konsep ini merupakan praktik legitimasi atau pengesahan kekuasaan raja dengan alasan keagamaan.
Salah satu kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara yang menerapkan konsep dewa raja adalah Kerajaan Tarumanegara.
Bagaimana konsep dewa raja dalam Kerajaan Tarumanegara?
Baca juga: Linggawarman, Raja Terakhir dari Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa yang berdiri pada abad ke-4 hingga abad ke-7.
Kerajaan ini didirikan oleh Maharesi Jayasingawarman di tepi Sungai Citarum, Jawa Barat.
Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa pemerintahan Tarumanegara menerapkan konsep dewa raja adalah Prasasti Ciaruteun.
Prasasti Ciaruteun atau Prasasti Ciampea pertama kali ditemukan pada 1863 di daerah Bogor, Jawa Barat.
Prasasti Ciaruteun terbuat dari batu berukuran 200 cm x 150 cm. Pesan yang terpahat ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
Baca juga: Prasasti Ciaruteun: Lokasi Penemuan, Fungsi, Isi, dan Maknanya
Tulisan pada prasasti ini terdiri dari empat baris dan ditulis dalam bentuk puisi India.
Isi Prasasti Ciaruteun berbunyi, "Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia."
Pesan yang terpahat pada prasasti ini menegaskan kedudukan Raja Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu, yaitu sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
Dalam konsep dewa raja, biasanya memang Dewa Wisnu yang dijadikan acuan, karena dikenal sebagai dewa pemelihara dan dewa kemakmuran.
Prasasti Ciaruteun digunakan oleh Raja Purnawarman untuk melegitimasi atau mengukuhkan kewenangan serta kewibawaannya sebagai raja.
Oleh sebab itu, rakyat harus tunduk dan patuh kepada perintah Raja Purnawarman, sebagaimana rakyat harus memuja Dewa Wisnu.
Referensi: