Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan La Ode Boha: Ketidakrelaan Rakyat Buton Dijajah Belanda

Kompas.com - 24/03/2023, 20:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Perlawanan La Ode Boha merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada peristiwa perlawanan rakyat Buton kepada Belanda pada awal abad ke-20.

Dinamakan Perlawanan La Ode Boha karena misi perlawanan terhadap Belanda ini dipimpin oleh seseorang bernama La Ode Boha.

La Ode Boha merupakan rakyat Kesultanan Buton yang mempertaruhkan nyawanya untuk mengusir penjajah Belanda.

Baca juga: Kisah Rakyat Sobai NTT yang MEnentang Belanda hingga 3 Keturunan

Awal Mula Perlawanan La Ode Boha

Gerakan perlawanan ini merupakan wujud jiwa patriotis mayarakat Buton yang merasa kehilangan harga diri atas tanah airnya.

Belanda yang telah menegakkan pemerintahan kolonial sejak awal abad ke-19, dalam perkembangannya, semakin berhasrat untuk menguasai wilayah Indonesia.

Indonesia yang pada saat itu masih berbentuk kerajaan-kerajaan otonom mandiri, bertahap dikuasai oleh Belanda, termasuk dengan Kesultanan Buton di Sulawesi Tenggara.

Dikuasainya Kesultanan Buton oleh Belanda diikat melalui perjanjian Korte Verklaring yang merupakan nota kesepakatan bahwa wilayah Kesultanan Buton dalam kekuasaan Belanda.

Sang sultan dapat saja menolak perjanjian ini, tetapi konsekuensinya adalah harus siap diserang oleh Belanda.

Oleh karena itu, dengan rasa terpaksa, perjanjian itu disepakati oleh Sultan Buton Muh. Asikin pada 1906.

Sejak saat itulah, beberapa kebijakan-kebijakan dan politik-politik licik mulai diterapkan oleh pemerintah Belanda di Kesultanan Buton.

Kebijakan-kebijakan yang seakan-akan merendahkan hak dan martabat rakyat ini kemudian memancing munculnya gelombang perlawanan rakyat atas dasar senasib dan sepenanggungan.

Akhirnya, beberapa orang yang terdiri dari bangsawan mulai merencanakan gerakan bawah tanah untuk mengusir Belanda.

Gerakan yang diinisiasi oleh bangsawan ini kemudian mendapat dukungan dari rakyat dan bangsawan lainnya.

Begitupun dengan Sultan Muh. Asikin yang kemudian memberikan dukungan kepada gerakan rakyat ini.

Untuk mempermudah organisasi perlawanan, diangkatlah seseorang bernama La Ode Boha sebagai pemimpin perlawanan, sehingga peristiwa ini disebut Perlawanan La Ode Boha.

Kebencian rakyat Kesultanan Buton benar-benar diluapkan tatkala Belanda mulai menerapkan sistem wajib pajak bagi rakyat Buton.

Baca juga: La Karambau, Sultan Buton yang Memicu Perang dengan Belanda

Wujud Perlawanan

Pada Juli 1911, Belanda melalui pemerintahan di Bau-Bau mengeluarkan kebijakan wajib pajak bagi setiap kepala keluarga.

Momen inilah yang digunakan oleh para pasukan perlawanan.

Sebab, kebijakan ini menjadi puncak kekesalan masyarakat Buton terhadap pemerintahan Belanda.

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh pasukan perlawanan, cara diplomasi tidaklah membuahkan hasil. Oleh karena itu, perlawanan hanya harus dilakukan melalui cara kekerasan.

Mereka sangat menyadari bahwa persenjataan tidaklah seimbang dengan Belanda. Namun, semangat mereka mungkin jauh lebih tinggi dari pasukan Belanda.

Sebelum hari pemungutan pajak tiba, rencana perlawanan benar-benar sudah diatur sedemikian rupa.

Rakyat Buton, khususnya di Waruruma, telah dibisikkan informasi penyerangan pada saat pemungutan pajak, sehingga mereka telah menyiapkan senjata untuk berperang.

Pada 10 Agustus 1911, hari pemungutan pajak itu pun berlangsung yang bersamaan dengan pasar mingguan di Waruruma.

Ketika petugas pajak menjelaskan beban pajak dan memanggil nama-nama orang, tidak satu pun masyarakat mau membayar.

Orang-orang yang tidak membayar ini kemudian dikelompokkan dan dijemur di lapangan, hingga tiba pemanggilan La Ode Boha dan ia justru membentak petugas.

Ia mengatakan bahwa rakyat Buton tidak mengenal pajak dan tidak mau membayarnya.

Bentakan ini pun disusul dengan suara dukungan rakyat hingga memicu aksi penyerangan terhadap para petugas penarik pajak.

Kabar perlawanan ini kemudian sampai ke telinga pemerintah di Bau-Bau yang berjarak sekitar 6 km dari Waruruma.

Kemudian, berselang beberapa saat, militer Belanda datang menggunakan motor boat sambil menembakkan peluru ke arah orang-orang di pasar.

Mendengar kedatangan militer Belanda, La Ode Boha langsung berlari ke pantai kemudian berenang ke arah motor boat militer dengan keris yang siap menghunus militer.

Konon katanya, La Ode Boha ditembaki militer Belanda, tetapi peluru tidak dapat menembus tubuhnya.

Ketika La Ode Boha sudah hampir mencapai boat, seorang pemimpin militer Belanda menembakkan peluru emas dan mengenai kepala La Ode Boha hingga ia tumbang.

Dalam perlawanan ini, La Ode Boha gugur. Beberapa pemimpin perlawanan lainnya, seperti La Ode Pedanca, Maa Zai, dan La Ode Amane, dibuang Belanda ke Jawa.

Baca juga: Kesultanan Buton, Sejarah, Sistem Pemerintahan, dan Peninggalannya.

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com