KOMPAS.com - Sistem sewa tanah atau land rent system adalah kebijakan yang diberlakukan pada masa pendudukan Inggris di Indonesia.
Tokoh yang menerapkan kebijakan sistem sewa tanah di Indonesia adalah Thomas Stamford Raffles yang memerintah sejak 1811-1816.
Tujuan diberlakukannya sistem sewa tanah adalah mengambil keuntungan dari Indonesia.
Akan tetapi, pada akhirnya sistem sewa tanah dihapuskan pada 1830.
Baca juga: Land Rent System: Pengertian, Pencetus, dan Pelaksanaannya
Thomas Stamford Raffles mencetus kebijakan sistem sewa tanah di Indonesia karena dia menganggap bahwa pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah yang sah.
Oleh sebab itu, menurut dia, sudah seharusnya jika penduduk Jawa menjadi penyewa dengan membayar pajak sewa tanah yang diolah.
Raffles membuat beberapa ketentuan mengenai sistem sewa tanah, sebagai berikut:
Seharusnya, pajak yang dipungut pada sistem sewa tanah ini diambil perorangan, tetapi karena kesulitan teknis, pajak dipungut per desa.
Jumlah pungutannya juga disesuaikan dengan jenis dan produktivitas tanah.
Hasil sawah kelas satu dibebani pajak sebesar 50 persen, kelas dua 40 persen, dan kelas tiga 33 persen.
Sementara itu, untuk kebun kelas satu 40 persen, kelas dua 33 persen, dan kelas tiga 25 persen.
Beban pajak tersebut termasuk besar sehingga sangat memberatkan rakyat pribumi.
Baca juga: Perbedaan Land Rent System dengan Cultuurstelsel
Maka dari itu, terjadi berbagai kendala yang menyebabkan pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan, sedangkan rakyat pribumi menderita.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan sistem sewa tanah, sebagai berikut:
Pada akhirnya, sistem sewa tanah dihapuskan tahun 1830, pada masa pemerintahan Van den Bosch, seiring dengan diterapkannya sistem tanam paksa (cultuurstelsel).
Referensi: