Abah Syarif juga tidak pernah mendiskriminasi transpuan atau memaksa mereka untuk berubah kembali ke “kodrat”.
“Abah Syarif sangat support, gak pernah memandang perbedaan. Transpuan ya bisa berbaur (di ponpes),” ujar Damen.
Sementara itu, Abah Syarif menjelaskan, ponpes asuhannya memang selalu menerima semua kalangan, termasuk transpuan, tanpa mendiskriminasi atau membeda-bedakan.
Ia menekankan bahwa semua manusia adalah makhluk Tuhan yang berhak untuk hidup berdampingan.
“Mereka (transpuan Sedap Malam) sudah biasa ke sini. Saya tidak membenarkan, tetapi juga tidak menyalahkan mereka (transpuan). Kami menoleransi, saling menghargai,” ujar Abah Syarif saat berbincang dengan Kompas.com di Ponpes Nurul Huda, Sabtu (17/9/2022) pagi.
Ketika datang ke Ponpes Nurul Huda, tidak jarang para transpuan juga diajak berbincang dengan Abah Syarif. Di sana, mereka dianggap layaknya keluarga.
Terkadang, para transpuan juga meminta saran dan nasihat untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Kendati demikian, Ponpes Nurul Huda tidak pernah memaksa para transpuan untuk kembali ke kodrat mereka.
Abah Syarif pun tidak pernah memaksa para transpuan untuk mengikuti pengajian atau kegiatan keagamaan di Ponpes Nurul Huda.
“Terkadang ada yang ikut pengajian, tapi saya enggak pernah mengajak,” kata Abah Syarif.
Hal senada diungkapkan istri Abah Syarif, Umi Nana, yang menceritakan bahwa para transpuan sudah dianggap seperti keluarga di Ponpes Nurul Huda.
“Terkadang mereka juga curhat tentang kehidupan, bagaimana cara mendapatkan rezeki yang halal, dan sebagainya,” tutur Umi Nana.
Umi Nana menjelaskan bahwa para santri yang belajar di Ponpes Nurul Huda pun tidak pernah memandang transpuan secara berbeda.
Di sana, para transpuan dipandang sebagai sesama manusia yang harus dihargai sebagaimana manusia lainnya.
Salah seorang pendiri Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Sragen yang juga menjadi Dewan Penasihat Guru di Ponpes Nurul Huda, Siti Afiyah Ismi atau akrab disapa Wiwik, menyebut, para transpuan memang belum bisa diterima secara utuh dalam kehidupan beragama masyarakat Sragen.
Baca juga: Kisah Cinta Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip
Transpuan tidak dipungkiri masih kerap dipandang sebagai “liyan” oleh masyarakat.
Namun, di Ponpes Nurul Huda, mereka tidak lagi dipangdang sebagai "liyan", melainkan sesama manusia.
“Sepertinya hanya di sini (Ponpes Nurul Huda), mereka sudah dianggap biasa, tidak berbeda,” kata Wiwik.
Terlepas dari apa pun pilihan gender dan jalan hidup yang ditempuh para transpuan, mereka tetaplah manusia yang berhak meyakini Tuhan serta beribadah sesuai dengan agama mereka.
Komunitas Sedap Malam telah membuktikan bahwa para transpuan mampu berkarya dan berdaya.
Mereka juga tetap teguh memeluk keyakinannya masing-masing tanpa takut terdiskriminasi oleh masyarakat sekitar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.