Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP)

Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP), Staf Ahli MPR RI. Mantan Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018). Penulis buku; (1) Islam dan Pancasila, Perspektif Maqashid Syariah Prof. KH Yudian Wahyudi, PhD (2022).  (2) Pancasila versus Khilafah (2021), (3) Pancasila, Pemikiran Bung Karno (2020), (4) Islam, Pancasila dan Deradikalisasi (2018), (5) Falsafah Kebudayaan Pancasila (2016), serta beberapa buku lain bertema kebangsaan, Islam dan kebudayaan.

Irama Pancasila Ki Hadjar Dewantara

Kompas.com - 22/09/2022, 17:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Cara pengamalan terhadap nilai ketuhanan seperti inilah yang oleh Soekarno disebut dengan “ketuhanan yang berkebudayaan, yang berkeadaban dan berbudi pekerti luhur”. Dalam kaitan ini, Ki Hadjar menyatakan bahwa antara sila ketuhanan dan kemanusiaan memiliki hubungan yang sangat erat. Menurut dia:

Kemanusiaan boleh dianggap sebagai dasarnya keluhuran dan kehalusan hidup manusia, sedangkan ketuhanan adalah laksana sinar matahari dan air yang memberi hidup serta merupakan sendi yang perlu adanya, agar segala benih-benih kemanusiaan semua dapat terus tumbuh dengan sehat dan subur. Sekali lagi, ketuhanan adalah sebagai sinar dan air yang suci (bersih dan jernih) serta sebagai sendi (pagar-rambatan atau tulang punggung) yang menyuburkan dan menguatkan hidup tumbuh segala benih-benih perikemanusiaan”. (Ki Hadjar, 1950:21-22)

Melalui pernyataan itu  Ki Hadjar menegaskan bahwa bukan hanya nilai kemanusiaan harus menjadi tolok ukur dalam pengamalan nilai ketuhanan. Tetapi sebaliknya, nilai ketuhanan merupakan sendi, sinar matahari atau air yang menghidupkan serta menyuburkan nilai kemanusiaan.

Kedua, kebangsaan yang berdasar pada perikemanusiaan. Terkait hal ini, Ki Hadjar meletakkan kebangsaan yang mulai terbangun sejak momen Kebangitan Nasional, atau istilah beliau “Kebangunan Nasional” pada 20 Mei 1908 melalui pembentukan perhimpunan Budi Utomo, sebagai bagian dari praktik perikemanusiaan.

Pada satu sisi, kebangsaan menandai hidup manusia yang tidak terhenti pada kehidupan individual dan keluarga, namun meluas pada kepedulian terhadap nasib bangsa. Pada saat bersamaan, Ki Hadjar juga menciptakan batasan praktik kebangsaan agar tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

Untuk kebutuhan itu , Ki Hadjar memberikan garis-garis nilai kebangsaan sebagai berikut:

  1. Jangan sampai hidup-kebangsaan itu melanggar atau bertentangan dengan syarat-syarat perikemanusiaan; insyafilah bahwa kebangsaan itu bentuk khususnya kemanusiaan,
  2. Jangan sampai hidup-kebangsaan menindas hidup-pribadi manusia; baik lahir maupun batin; ingatlah pada sila-sila kedaulatan rakyat dan keadilan sosial,
  3. Hendaknya kita senantiasa bersendi kesucian seperti terkandung dalam sila ketuhanan. (Ki Hadjar, 1950:26)

Ketiga, keterkaitan sila demokrasi dan keadilan sosial sebagai wujud dari perikemanusiaan. Dalam kaitan ini, Ki Hadjar senada dengan Soekarno yang menyandingkan demokrasi dengan keadilan sosial.

Pada satu sisi demokrasi merupakan sistem politik yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, karena ia berangkat dari penghormatan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap rakyat. Pada saat bersamaan, demokrasi tersebut harus dibangun berdasarkan asas keadilan.

Untuk menggambarkan keterkaitan demokrasi dan keadilan sosial ini, Ki Hadjar mengutip istilah “sama rata sama rasa” yang dicetuskan oleh aktivis pergerakan, Mas Marko yang meninggal dunia dalam pembuangan di Boven-Digul.

Baca juga: Ki Hadjar Dewantara: Kehidupan, Kiprah, dan Semboyannya

Menurut Ki Hadjar, istilah “sama rata sama rasa” menggambarkan prinsip kesatuan demokrasi dan keadilan sosial di dalam Pancasila. Menurut beliau:

Saya yakin bahwa kita semua dapat merasai arti demokrasi dan keadilan sosial tadi dengan sebutan sama rata sama rasa. Sama rata berarti tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan yang lain.

Akan tetapi kadang-kadang terbukti bahwa sama rata itu belum tentu bersifat adil…Karena itulah asas demokrasi yang semata-mata mementingkan sama-ratanya sesuatu, harus dilakukan secara keadilan sosial yang menghendaki sama-rasanya”. (Ki Hadjar, 1950:29-30)

Yang dimaksud Ki Hadjar di sini adalah, bahwa demokrasi yang menempatkan semua orang setara di hadapan hukum dan pemerintahan (sama rata) harus ditegakkan melalui prinsip keadilan sosial. Prinsip ini tidak menghendaki penyamarataan hak kepada setiap orang, tetapi pemberian hak kepada setiap orang sesuai dengan kadar kebutuhannya.

Dalam praktik perumusan kebijakan misalnya, suara orang awam dengan cerdik cendikia tidak bisa disamaratakan, tetapi harus ditempatkan secara proporsional. Inilah yang dimaksud Ki Hadjar sebagai “sama rasa”, sehingga demokrasi kita bernuansa keadilan sosial.

Setelah meletakkan sila ketuhanan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial di urutan teratas, beserta keterkaitan antara sila-sila tersebut, Ki Hadjar lalu menempatkan nilai kemanusiaan sebagai sila kelima atau pangkal-induk dari Pancasila. Dengan cara ini, maka Ki Hadjar menafsir Pancasila melalui “irama kemanusiaan”, di mana Pancasila sebagai dasar negara merupakan tolok ukur bagi peradaban kehidupan manusia yang adi luhung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com