KOMPAS.com - The Trouble merupakan konflik yang terjadi di Irlandia Utara pada tahun 1920-an.
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh keinginan sekelompok warga Irlandia Utara untuk melepaskan diri dari Inggris.
Namun, usaha tersebut gagal karena pemerintah Inggris selalu berusaha untuk memasukkan Irlandia Utara ke dalam wilayah mereka.
Baca juga: Sejarah Dalam Bahasa Inggris Disebut History, Apa Artinya?
Puncak The Trouble adalah protes pada hari Minggu yang berujung terbunuhnya sejumlah demonstran. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Bloody Sunday.
The Trouble merupakan rangkaian pertumpahan darah di Irlandia yang dikisahkan sebagai perang antara kubu Protestan dan Katolik.
Adapun pokok permasalahannya adalah kesenjangan antara dua kelompok dan status konstitusional Irlandia Utara.
Kelompok yang diwakili serikat pekerja dan minoritas Protestan menghendaki agar Irlandia Utara tetap menjadi bagian dari Kerajaan Inggris.
Sementara itu, kubu minoritas yang terdiri dari nasionalis dan kelompok Katolik, ingin Irlandia Utara lepas dari Inggris dan menjadi negara sendiri.
Konflik ini tak bisa dilepaskan dari revolusi perang Inggris-Irlandia pada 1920-1922.
Saat itu, Inggris yang dipimpin oleh Perdana Menteri Lloyd George (1916-1922) menerapkan kebijakan agar Irlandia tidak membentuk pemerintahannya sendiri.
Sementara itu, Tentara Republik Irlandia (IRA) merespons kebijakan Inggris tersebut dengan seruan gerilya.
Perdana Menteri Lloyd George memahami bahwa Irlandia tidak mampu dikalahkan dengan cara konflik militer.
Inggris kemudian memakai taktik pecah belah dengan mendukung faksi konservatif pimpinan Michael Collins, Arthur Griffiths, dan William Cosgrave.
Faksi tersebut kemudian mendirikan Free State yang mendapat dukungan berupa senjata dan dana keuangan dari Inggris untuk melawan IRA.
Baca juga: Persahabatan Hitler-Mussolini dan Pecahnya Perang Dunia II
Taktik Inggris tersebut menuai keberhasilan. Inggris pun meraih kemenangan menyeluruh atas Irlandia.