Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Membaca "Mein Kampf", Buku Karya Adolf Hitler

Kompas.com - 18/08/2022, 07:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kelompok liberal, sosial demokrat, komunis, maupun marxis diidentifikasi sebagai kaki tangan Yahudi. Teori konspirasi Yahudi adalah turunan dari proyeksi semacam ini. Bangsa Yahudi menjadi kambing hitam dari setiap persoalan politik dan sosial yang terjadi di Eropa.

Di dalam Mein Kampf (hlm. 799), Hitler menyinggung secara eksplisit The Protocols of Elderly Zion untuk membuktikan keyakinannya terhadap paham antisemitisme. The Protocols adalah tulisan anonim yang memaparkan konspirasi rahasia Yahudi untuk menguasai dunia.

Isi dari buku ini adalah petuah seorang rabi terhadap pengikutnya tentang perjuangan kaum Yahudi untuk menghancurkan rezim-rezim yang berkuasa. Buku itu diterbitkan pertama kali di Rusia tahun 1903.

The Protocols bukanlah tulisan ilmiah, tetapi sebuah tulisan rekayasa. The Protocols bukanlah dokumen yang ditulis oleh orang Yahudi. Ada dugaan kuat bahwa The Protocols adalah tulisan rekayasa dengan tujuan untuk mendiskreditkan gerakan zionisme di Eropa.

Paham antisemitisme yang dianut Hitler bukanlah antisemitisme klasik, tetapi antisemitisme sekuler (modern). Antisemitisme klasik dibangun berdasarkan argumen agama. Kisah penyaliban dan penolakan terhadap Yesus Kristus merupakan fondasi dari antisemitisme klasik.

Solusi yang ditawarkan antisemitisme klasik adalah konversi dan integrasi ke dalam agama Kristen.

Antisemitisme sekuler dilandasi motif rasialisme. Paham ini meyakini bahwa dunia ini adalah ajang pertarungan antara kekuatan baik dan kekuatan jahat. Kekuatan baik diyakini melekat secara hakiki pada bangsa Jerman sebagai keturunan ras Arya. Sedangkan, kekuatan jahat dianggap melekat secara hakiki pada ras Yahudi.

Adalah tugas mulia keturunan ras Arya untuk melenyapkan kekuatan jahat di dunia ini. Inilah yang diyakini Hitler. Hitler pun melabeli keturunan Yahudi dengan kata-kata kasar seperti “penyakit sampar“ (hlm. 213), “pembohong“ (hlm. 225), dan “parasit“ (hlm. 791). Keyakinan semacam ini bersifat apriori dan ahistoris.

Menurut Christoph Nonn dalam Antisemitismus (2008, hlm. 12f), pemusnahan keturunan Yahudi adalah konsekuensi dari antisemitisme sekuler yang dianut Hitler. Memusnahkan bangsa Yahudi diyakini sebagai sebuah panggilan sakral. Kebencian dan kebengisan antisemitisme sekuler melebihi antisemitisme klasik.

Sebagian dari keturunan Yahudi di Eropa, khususnya di Jerman, adalah penganut agama Kristen dan merekapun tidak dikecualikan dari pemusnahan ini. Di dalam antisemitisme klasik, sikap jahat dianggap melekat pada kategori agama. Sedangkan di dalam antisemitisme sekuler, sikap jahat melekat pada kategori ras.

Antisemitisme sekuler meradikalisasi kebencian terhadap orang Yahudi karena tidak menawarkan sebuah solusi, selain penyingkiran dan bahkan pemusnahan keturunan Yahudi.

Contoh kebohongan Hitler dalam Mein Kampf edisi kritis

Mein Kampf yang diterbitkan oleh Insititut für Zeitsgeschichte memberikan banyak informasi untuk mengkritisi sekaligus memahami isi buku tersebut. Mein Kampf adalah sebuah otobiografi sekaligus sebuah propaganda.

Komentar para ahli di dalam edisi kritis itu dapat membantu para pembaca untuk membongkar rekayasa, pencitraan, dan kebohongan dari Mein Kampf. Salah satu rekayasa di dalam Mein Kampf adalah kisah Hitler muda di Wina Austria (1909-1913).

Hitler menggambarkan dirinya sebagai seorang pekerja keras yang harus bertahan hidup di tengah kesusahan selama berada di Wina (hlm. 133). Hitler juga menggambarkan dirinya sebagai seorang yang mulai berkomitmen dengan paham antisemitisme sejak berada di Wina (hlm. 225).

Komentar kritis dalam edisi Mein Kampf terbitan terbaru itu justru mengatakan hal yang berbeda (hlm. 132). Hitler muda hidup mengandalkan uang warisan dari orangtuanya, bantuan keuangan dari bibinya, dan bantuan dari lembaga-lembaga sosial yang ada di kota Wina. Sosok Hitler muda tidaklah sehebat yang diceritakan di dalam Mein Kampf. Hitler adalah orang yang malas dan tidak lincah dalam bekerja.

Brigitte Hamann dalam bukunya Hitler Wien: Lebenjahre eines Diktators (2012: hlm. 239-241; 498f) mengatakan bahwa Hitler juga mendapatkan bantuan dari lembaga sosial milik orang-orang Yahudi. Bukan hanya itu saja, Hitler juga bersahabat baik dengan orang-orang Yahudi selama berada di Wina.

Orang-orang yang mengenal Hitler muda di Wina juga menyatakan bahwa Hitler muda tidak menunjukkan gelagat kebencian terhadap orang-orang Yahudi. Adalah lebih tepat mengatakan bahwa Hitler mulai mengenal paham antisemitisme di kota Wina tanpa harus menyimpulkan bahwa dia telah menjadi seorang penganut fanatik paham tersebut.

Penutup

Membaca sebuah buku tidak sekedar menelan mentah-mentah informasi yang ada di dalamnya. Edisi kritis Mein Kampf ini tidak hanya sekedar memperkenalkan sebuah pemikiran Hitler, tetapi juga menelanjanginya.

Menurut hemat penulis, kritik dengan sebuah eksplorasi jauh lebih berharga daripada kritik tanpa sebuah eksplorasi. Silahkan mengecam Hitler atau Mein Kampf setelah anda mengeksplorasi isi buku tersebut! Anda akan mendapatkan sebuah wawasan dan kedalaman. Bahkan, anda pun dapat menertawakan isi buku tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com