Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Menggugat: Pidato Pembelaan Soekarno di Pengadilan Belanda

Kompas.com - 08/08/2022, 18:32 WIB
Tri Indriawati

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia Menggugat adalah judul pidato pembelaan atau pledoi yang dibacakan Soekarno di pengadilan pemerintah kolonial Belanda pada 18 Agustus 1930.

Naskah pidato Indonesia Menggugat ditulis Soekarno saat mendekam di penjara Bantjeuj atau Banceuy, Bandung.

Soekarno dipenjara bersama tiga rekannya di Perserikatan Nasional Indonesia (PNI), yaitu Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata, lantaran dituding ingin menggulingkan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Baca juga: Mengapa Soekarno Diasingkan Belanda dan Orde Baru?

Ditulis di atas kaleng buang air

Dalam buku berjudul "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", Soekarno menceritakan prosesnya menulis naskah pidato Indonesia Menggugat.

Uniknya, naskah pidato yang kemudian terkenal di seluruh dunia itu, ditulis Soekarno di kertas dengan beralaskan kaleng tempat buang air kecil di dalam sel penjara.

"Aku menyediakan kertas dari rumah. Tinta dari rumah. Sebuah kamus dari perpustakaan penjara. Pekerjaan ini sungguh meremukkan tulang punggung," tulis Soekarno dalam otobiografinya di buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia".

"Aku tidak punya meja untuk dapat bekerja dengan enak. Selain daripada tempat tidur, satu-satunya perabot yang ada dalam selku adalah sebuah kaleng tempat buang air."

"Kaleng yang menguapkan bau tidak enak itu adalah perpaduan dari tempat buang air kecil dan tempat melepaskan hajat besar. Ia terbagi dua untuk masing-masing keperluan."

"Perkakas jang buruk ini tingginya sekira dua kaki dan lebar dua kaki. Setiap pagi aku menyeretnya dari bawah tempat tidur, kemudian menjinjingnya dan membersihkan kaleng itu."

"Malam demi malam dan tak henti-hentinya selama sebulan setengah aku mengangkat kaleng itu ke atas tempat tidur. Aku duduk bersila dan menempatkannya di hadapanku."

"Ia kualas dengan beberapa lapis kertas sehingga tebal dan aku mulai menulis. Dengan cara begini, aku bertekun menyusun pembelaanku yang kemudian menjadi sejarah politik Indonesia dengan nama Idonesia Menggugat."

"Dalam buku ini, aku mengungkapkan secara terperinci penderitaan yang menyedihkan dari rakyatku sebagai akibat penghisapan selama tiga setengah abad di bawah penjajahan Belanda."

"Tesis tentang kolonialisme ini, yang kemudian diterbitkan dalam selusin bahasa di beberapa negara dan yang diguratkan dengan kata yang bernyala-nyala, adalah penulisan di atas kaleng tempat buang air yang bertugas ganda itu," tulis Soekarno menambahkan.

Dibacakan di pengadilan

Dalam pembukaan sidang Dewan Rakyat, Gubernur Jendral Hindia Belanda telah mengumumkan bahwa Soekarno akan diadili karena tuduhan hendak menggulingkan pemerintahan kolonial.

Berita tentang rencana pemerintah kolonial Belanda untuk mengadili Soekarno pun telah tersiar di berbagai surat kabar pada 16 Juni 1930.

Pada 18 Agustus 1930, setelah delapan bulan dipenjara, Soekarno akhirnya dihadapkan di muka pengadilan kolonial Belanda.

Soekarno dituduh melanggar Pasal 169, 161, 171, dan 153 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Hindia Belanda terkait pencegah penyebaran rasa benci.

Bung Karno dituding telah menjalankan organisasi yang bertujuan menjalankan kejahatan dengan usaha menggulingkan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Menjawab tuduhan itu, Soekarno kemudian membacakan naskah Indonesia Menggugat yang menjadi pledoi atau pembelaannya di hadapan pengadilan Belanda.

Baca juga: Nawaksara, Pidato Pertanggungjawaban Soekarno yang Ditolak MPRS

Isi pidato Indonesia Menggugat

Dalam otobiografinya, Soekarno juga menceritakan kembali isi pidato Indonesia Menggugat saat dibacakan di hadapan pengadilan pemerintah kolonial Belanda. 

"Pengadilan menuduh kami telah menjalankan kejahatan. Kenapa? Dengan apa kami menjalankan kejahatan, tuan-tuan hakim yang terhormat? Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom?"

Senjata kami adalah rencana, rencana untuk mempersamakan pemungutan pajak, sehingga rakyat Marhaen yang mempunyai penghasilan maksimum 60 rupiah setahun tidak dibebani pajak yang sama dengan orang kulit putih yang mempunyai penghasilan minimum 9.000 setahun."

"Tujuan kami adalah exorbitante rechten, hak-hak luar biasa dari Gubernur Jendral, yang singkatnya secara peri kemanusiaan tidak lain daripada pengacauan yang dihalalkan."

"Satu-satunya dinamit yang pernah kami tanamkan adalah suara jeritan penderitaan kami. Medan perjuangan kami tak lain daripada gedung-gedung pertemuan dan surat-surat kabar umum."

"Tidak pernah kami melanggar batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang. Tidak pernah kami mencoba membentuk pasukan serdadu-serdadu rahasia, yang berusaha atas dasar nihilisme."

Referensi:

  • Soekarno dan Adams, Cindy. 2018. Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bung Karno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com