Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aung San Suu Kyi, Sosok Kontroversial yang Terancam 150 Tahun Penjara

Kompas.com - 04/07/2022, 09:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Aung San Suu Kyi adalah salah satu sosok berpengaruh sekaligus kontroversial di Myanmar.

Pada awalnya, ia dikenal sebagai aktivis Peraih Nobel Perdamaian yang berani melawan pemerintahan otoriter junta, yang telah berkuasa di Myanmar selama hampir setengah abad (1962-2011).

Setelah bolak-balik menjadi tahanan rumah sejak 1990-an, Aung San Suu Kyi melalui partai yang dipimpinnnya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), berhasil memegang tampuk kekuasaan Myanmar pada 2015.

NLD memenangkan pemilu pertama secara bebas yang pertama digelar di Myanmar dalam 25 tahun.

Meski gagal menjadi presiden, Aung San Suu Kyi secara luas dianggap sebagai pemimpin "de facto" dan secara resmi menjabat sebagai penasihat negara.

Namun, reputasinya sebagai pahlawan demokrasi dan tokoh revolusi mulai goyah ketika rezimnya dianggap melakukan pembiaran terhadap kekerasan kelompok minoritas Rohingya pada 2017.

Baca juga: Dampak Krisis Rohingya bagi Bangladesh

Hal itu dimanfaatkan junta militer Myanmar, yang kembali mengambil alih kendali negara melalui kudeta pada 1 Februari 2021.

Sejak kudeta tersebut, Aung San Suu Kyi menjadi tahanan dan menghadapi tuntutan lebih dari 150 tahun penjara atas berbagai tuduhan kejahatan yang dialamatkan kepadanya.

Awal kehidupan

Aung San Suu Kyi lahir di Rangoon, Myanmar, pada 19 Juni 1945. Ia lahir dari keluarga pejuang dan politisi.

Ayahnya, Aung San, merupakan pejuang kemerdekaan Myanmar yang tewas dibunuh saingannya pada 1947.

Sejak saat itu, Aung San Suu Kyi dan dua saudara laki-lakinya dibesarkan oleh sang ibu, Khin Kyi.

Aung San Suu Kyi bersama keluarganya sempat pindah ke Inya Lake, dan ia juga pernah bersekolah di Methodist English High School.

Baca juga: Anne Boleyn, Permaisuri Inggris Paling Kontroversial

Semasa bersekolah, ia dikenal pandai berbahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang.

Pada 1960, sang ibu ditunjuk sebagai Duta Besar Myanmar untuk India dan Nepal oleh pemerintahan yang baru saja dibentuk.

Melalui sang ibu, Aung San Suu Kyi, yang mewarisi jiwa pejuang dari ayahnya, juga semakin mengenal dunia politik.

Pekerjaan sang ibu membuat Aung San Suu Kyi melanjutkan pendidikan di Sekolah Biara Yesus dan Maria di New Delhi, India, dan lanjut ke perguruan tinggi konstituen di Universitas Delhi pada 1964.

Setelah itu, Aung San Suu Kyi melanjutkan pendidikan di Universitas Oxford di Inggris, di mana ia bertemu dengan Michael Aris, yang kemudian menjadi suaminya.

Dari pernikahannya, Aung San Suu Kyi memiliki dua orang anak, Alexander dan Kim, yang dibesarkan di Inggris.

Setelah sempat bekerja di Jepang dan Bhutan, ia kembali ke Myanmar pada 1988 untuk merawat sang ibu yang sakit.

Baca juga: Peran PBB dalam Kemerdekaan Indonesia

Meraih Nobel ketika menjadi tahanan

Ketika Aung San Suu Kyi kembali ke kampung halamannya, Myanmar tengah mengalami gejolak politik yang besar.

Halaman:
Sumber Kompas.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com