Oleh sebab itu, Mahbub Djunaidi kerap dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi yang terbilang cukup besar dan pamor.
Puncak karier Mahbub Djunaidi yaitu ketika ia menjabat sebagai Wakil Sekjen Nahdlatul Ulama (NU), Wakil Ketua I PBNU periode 1970-1979 dan 1984-1989, serta mewakili NU menjadi anggota DPR-GR/MPRS.
Baca juga: Lambertus Nicodemus Palar: Peran, Kiprah, dan Karier Politik
Pada sekitar Pemilu 1977, ia sering memenuhi undangan mahasiswa untuk memberikan ceramah, diskusi, dan menyampaikan makalah.
Namun, akibat kegiatan itu, Mahbub Djunaidi sempat ditahan oleh pihak berwajid selama satu tahun tanpa kejelasan dan tidak pernah melalui proses pengadilan.
Sejak penahan itu pula, kondisi kesehatannya mulai memburuk hingga masuk rumah sakit dengan status masih sebagai tahanan.
Selain aktif dalam bidang politik, Mahbub Djunaidi juga dikenal sebagai jurnalis dan sastrawan.
Minatnya dalam bidang sastra sudah muncul sejak muda. Ketika duduk di bangku SMP, Mahbub sudah kerap menulis sajak dan cerita-cerita pendek.
Tulisannya saat itu berhasil dimuat dalam majalah kumpulan cerita pendek dan membuat kagum HB Jassin, sang legendaris Paus Sastra Indonesia.
Baca juga: HB Jassin, Paus Sastra Indonesia
Pada 1948, tulisannya juga sempat dimuat dalam majalah anak-anak bertajuk Sahabat, yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Lalu, saat duduk di bangku SMA, syair Mahbub Djunaidi masuk dalam majalah Pemuda Masyarakat dan Siasat pada 1958.
Mahbub Djunaidi memiliki gaya tulisan khas, yaitu sangat ringan tetapi memuat kritik tajam terhadap persoalan serius yang dituangkan secara satire.
Ia juga berani menyuarakan kebenaran dan membela wong cilik. Oleh karena itu, selain dijuluki sebagai Pendekar Pena, Mahbub Djunaidi juga disebut sebagai "Si burung parkit di kandang macan".
Minatnya di dunia sastra membuahkan hasil luar biasa, di mana ia pernah meraih penghargaan DKJ untuk novelnya yang berjudul Dari Hari ke Hari.
Novel tersebut pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1975, dan diterbitkan kembali oleh Penerbit Pustaka Jaya pada 1976.
Baca juga: Ruhana Kuddus, Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
Mahbub juga pernah memimpin sejumlah media masa, dan menulis serta menerjemahkan puluhan buku.