KOMPAS.com - Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293 sempat mengalami masa gemilang, bahkan disebut sebagai salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Nusantara.
Namun, pada akhirnya, kerajaan yang berpusat di Mojokerto, Jawa Timur, ini mengalami kemunduran hingga runtuh pada abad ke-15.
Melemahnya kekuasaan Majapahit terjadi setelah meninggalnya Raja Hayam Wuruk pada 1389 dan juga kematian Gajah Mada pada 1364.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit terjadi pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi.
Apa saja yang penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit?
Baca juga: Candi-candi Peninggalan Kerajaan Majapahit
Gajah Mada merupakan mahapatih yang memiliki peran penting dalam kejayaan dan perluasan wilayah Kerajaan Majapahit.
Melalui Sumpah Palapa, Gajah Mada berjanji akan membawa Kerajaan Majapahit menguasai seluruh wilayah Nusantara.
Namun, ketika Majapahit sedang dalam masa kejayaannya, Gajah Mada perlahan mundur dari pemerintahan setelah peristiwa Perang Bubat pada 1357.
Setelah kematian Gajah Mada pada 1364, posisi mahapatih kemudian diteruskan oleh Gajah Enggon.
Gajah Enggon sebelumnya merupakan bawahan Gajah Mada ketika bertugas sebagai pasukan Bhayangkara Majapahit.
Sebagai pengganti Gajah Mada, Gajah Enggon dianggap kurang cakap dalam menjalankan pemerintahan hingga mengakibatkan kerajaan mengalami kemerosotan.
Baca juga: Gajah Enggon, Pengganti Gajah Mada di era Kelamnya Majapahit
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya ketika diperintah oleh Raja Hayam Wuruk, yang didampingi oleh Gajah Mada.
Sekitar 25 tahun setelah kematian Gajah Mada, Raja Hayam Wuruk meninggal pada 1389.
Meninggalnya Hayam Wuruk menjadi awal dari runtuhnya eksistensi dan kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Setelah meninggalnya Hayam Wuruk, internal pemerintahan Kerajaan Majapahit mengalami gejolak yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan.
Baca juga: Hayam Wuruk, Raja Terbesar Kerajaan Majapahit
Setelah kematian Hayam Wuruk, internal Majapahit mengalami gejolak akibat adanya perebutan kekuasaan atas jabatan raja.
Adapun perebutan kekuasaan atas takhta kerajaan ini melibatkan Bhre Wirabhumi, yang merupakan anak dari selir Hayam Wuruk, melawan Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk.
Konflik perebutan kekuasaan atas takhta kerajaan ini pada akhirnya menimbulkan perpecahan dalam keluarga dan bangsawan Majapahit.
Perpecahan dalam keluarga kerajaan semakin membesar hingga menjadi perang saudara.
Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana pada akhirnya berebut kekuasaan dengan cara peperangan, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Paregreg.
Perang Paregreg, yang berlangsung antara 1404-1406, memberi dampak signifikan dalam melemahkan Kerajaan Majapahit, karena banyak merugikan secara ekonomi, sosial, dan politik.
Baca juga: Perbedaan Perang Paregreg dan Perang Bubat
Munculnya Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah juga menjadi salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Raden Patah merupakan anak dari Raja Brawijaya V (1474-1498) dari ibu berdarah Tionghoa bernama, Siu Ban Ci.
Serangan Kerajaan Demak terhadap Majapahit pada 1518 dilakukan pasukan yang dipimpin oleh Pati Unus, raja kedua Demak setelah Raden Patah.
Kemudian, pada 1527, Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggono menyerang Majapahit lagi.
Serangan inilah yang kemudian meruntuhkan eksistensi Kerajaan Majapahit, yang sebelumnya sempat menjadi kerajaan terbesar di Nusantara.
Baca juga: Sultan Trenggono, Raja Demak yang Menaklukkan Majapahit
Pengaruh Islam mulai berkembang secara pesat di Jawa pada abad ke-15, di masa-masa terpuruk Majapahit.
Perkembangan Islam di Jawa dibuktikan dengan adanya komunitas Islam di Demak, Semarang, dan Surabaya.
Kedatangan Islam kemudian memengaruhi dan mengubah pola pandang masyarakat Jawa ke arah lebih modern.
Hal inilah yang kemudian menjadikan Kerajaan Majapahit semakin melemah dan pada akhirnya runtuh.
Referensi: