Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kowani, Federasi Organisasi Perempuan Pertama di Indonesia

Kompas.com - 05/04/2022, 09:00 WIB
Bidari Aufa Sinarizqi,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber KOWANI

KOMPAS.com - Selama ini, banyak dikenal organisasi pergerakan nasional yang didominasi oleh laki-laki.

Padahal, perempuan juga memiliki peran besar terhadap pergerakan nasional untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya untuk perempuan.

Pada 1928, organisasi-organisasi perempuan menyelenggarakan kongres untuk pertama kalinya.

Hasil dari kongres tersebut adalah berdirinya federasi organisasi perempuan yang mandiri dengan nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), yang sekarang dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Lantas, bagaimana sejarah PPPI hingga akhirnya berganti nama menjadi Kowani?

Baca juga: Peran Perempuan dalam Usaha Kemerdekaan Indonesia

Latar belakang berdirinya PPPI

Perkawinan paksa, perkawinan di bawah umur, poligami, serta suami yang tiba-tiba menceraikan istri tanpa sebab dan tidak mau bertanggung jawab, adalah sedikit gambaran perlakuan buruk yang diterima perempuan sejak dulu.

Selain itu, pada lapisan sosial masyarakat atas, terdapat aturan bahwa anak perempuan harus tinggal di rumah dan dilarang untuk menempuh pendidikan.

Fenomena tersebut memicu timbulnya pergerakan perempuan dalam skala perorangan.

Beberapa yang paling disorot adalah gerakan oleh RA Kartini di Jawa Tengah dan Dewi Sartika di Jawa Barat, yang sama-sama mendirikan sekolah untuk kaum perempuan.

Lambat laun, muncul gagasan yang mengarah pada pembentukan perkumpulan. Hal ini terinspirasi oleh organisasi Budi Utomo, yang menyadarkan perempuahn bahwa perjuangan tidak hanya milik laki-laki saja.

Akhirnya, kaum perempuan semakin terdorong untuk membentuk perkumpulan yang berjuang untuk memperbaiki posisi sosialnya pada jajaran keluarga dan perkawinan.

Selain itu, mereka juga ingin meningkatkan kemampuan sebagai ibu dan pemegang rumah tangga.

Baca juga: Kongres Pemuda I: Latar Belakang, Tujuan, Ketua, dan Hasil

Seiring berjalannya waktu, perkumpulan perempuan juga mengembangkan gerakannya di bidang politik.

Puncaknya adalah setelah dilaksanakannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, kaum perempuan semakin bersemangat untuk turut melaksanakan kongres.

Kongres Perempuan I dilaksanakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Dalam kongres ini, disampaikan pidato-pidato mengenai pentingnya kemajuan perempuan.

Salah satu pidato juga mengarah pada perjuangan perempuan bersama dengan kaum laki-laki untuk mencapai persatuan bangsa.

Kongres Perempuan I menghasilkan kesepakatan utama, yaitu pembentukan Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

PPPI pun menjadi federasi atau gabungan dari berbagai organisasi perempuan pertama di Indonesia.

PPPI diprakarsai oleh tujuh organisasi perempuan, seperti Wanita Utomo, Wanita Taman Siswa, Puteri Indonesia, Aisyiyah, Jong Islamieten Bond bagian perempuan, Wanita Katolik, dan Jong Java bagian perempuan.

Baca juga: Peran Wanita Taman Siswa dalam Melawan Ordonansi Sekolah Liar

Berubah nama menjadi PPII

Setelah Kongres Perempuan I, PPPI menyelenggarakan kongres sendiri, yang dinamakan Kongres PPPI.

Kongres PPPI pertama dilaksanakan di Jakarta pada 1929. Dalam kongres ini, nama PPPI diubah menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII).

Selanjutnya, Kongres PPII dilaksanakan selama beberapa tahun berturut-turut di berbagai kota. Kongres PPII kedua dilaksanakan pada 1930 di Surabaya.

Disusul oleh Kongres PPII ketiga yang diselenggarakan di Surakarta (Solo) pada 1932 dan Kongres PPII keempat pada 1933 di Jakarta.

Pada dasarnya, kongres yang dilaksanakan hingga empat kali tersebut membicarakan berbagai masalah pokok kaum perempuan. Masalah yang selalu menjadi fokus pembahasan di antaranya:

  1. Kedudukan perempuan dalam hukum perkawinan
  2. Perlindungan perempuan dan anak dalam perkawinan
  3. Mencegah perkawinan anak-anak (perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur)
  4. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia, khususnya bagi anak perempuan yang tidak mampu membayar biaya sekolah

Baca juga: Awal Mula Pendidikan Perempuan di Indonesia

Sepak terjang perjuangan PPPI/PPII

Cita-cita yang diharapkan PPII dilakukan dengan berbagai gerakan perjuangan, berikut ini di antaranya.

Bidang jurnalistik (pers)

Surat kabar saat itu merupakan media yang ampuh untuk melayangkan ide, gagasan, dan cita-cita kritis secara tertulis.

Setelah Kongres Perempuan I, PPPI bergegas untuk menerbitkan surat kabar Istri.

Pengurus redaksi surat kabar tersebut adalah anggota PPPI, seperti Nyi Hadjar Dewantara, Ny. Hajinah Mawardi, Ny. Ali Sastroamijoyo, Ny. Ismudiati Saleh, Ny. Badiah Gularso, dan Ny. Sunaryati Sukemi.

Baca juga: Peran Ki Hajar Dewantara dalam Kemerdekaan Indonesia

Bidang pendidikan

PPPI mendirikan program beasiswa untuk membantu anak-anak perempuan yang tidak mampu.

Program ini menjadi cikal-bakal Yayasan Seri Derma, yaitu program beasiswa untuk anak-anak perempuan pandai tetapi kurang beruntung secara ekonomi.

Kemudian, PPPI/PPII juga berusaha untuk mengembangkan kegiatan pendidikan terhadap kepanduan (perkumpulan) putri.

Bidang hukum dan politik

PPPI/PPII dengan penuh tekad mengirimkan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda, antara lain:

  1. Menuntut diadakanbantuan atau beasiswa bagi janda dan anak-anak
  2. Jangan mencabut tunjangan pensiun
  3. Menambah jumlah pendirian sekolah-sekolah putri

Baca juga: Hoogere Burgerschool (HBS), Sekolah Menengah Umum Hindia Belanda

Selain itu, mosi juga dilayangkan pada Pengadilan Agama, isinya adalah supaya setiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama yang berlaku.

Sementara itu, di bidang politik, PPPI/PPII telah memperjuangkan hak perempuan dalam dewan rakyat untuk dipilih sejak 1930.

Hasilnya berbuah manis, karena pada 1938, Pemerintah Hindia Belanda memberikan hak untuk dipilih kepada perempuan Indonesia.

Bidang industri dan ekonomi

Para pemimpin organisasi perempuan setelah Kongres PPPI 1929 dan Kongres PPII 1930 mulai memperhatikan nasib pekerja perempuan.

Terutama buruh perempuan yang bekerja di pabrik rokok, pakaian, dan makanan. Para buruh diberikan penyuluhan terkait hak dan kewajiban mereka.

Baca juga: Organisasi-organisasi Pergerakan Nasional

Kemudian, agar lebih terarah, organisasi-organisasi perempuan mengadakan Kantor Penyuluhan Perburuhan.

Selain penyuluhan hak dan kewajiban, para buruh juga diberikan petunjuk untuk memajukan pertenunan sebagai perbaikan ekonomi rakyat dan penyuluhan kesehatan.

Contohnya seperti menyelidiki dan melaporkan tentang kesehatan di kampung beserta jumlah kematian bayi.

Berganti nama menjadi Kowani

Setelah Kongres Perempuan I pada 1928, Kongres Perempuan II diselenggarakan di Jakarta pada 20-24 Juli 1935.

Fokus pembahasan Kongres Perempuan II adalah mengenai persatuan dan kesatuan pergerakan perempuan di Indonesia.

Kongres Perempuan II juga memutuskan untuk mengganti nama PPII menjadi Kongres Perempuan Indonesia (KPI).

Kemudian, pada 1946, KPI kembali berubah nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Sejak saat itu, kongres demi kongres terus diselenggarakan guna membicarakan masalah pendidikan, sosial budaya, ekonomi, tenaga kerja, dan politik, yang sampai saat ini menjadi program Kowani.

Hingga saat ini, Kowani tetap berdiri untuk melanjutkan cita-cita para pendirinya dengan Giwo Rubianto Wiyogo sebagai ketuanya.

 

Referensi:

  • Ohorella, G.A., Sri Sutjiatiningsih, dan Muchtaruddin Ibrahim. (1992). Peranan Wanita Indonesia dalam Masa Pergerakan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
  • Firdaningsih, Indah. (2009). “Kongres Perempuan Indonesia II 20 – 24 Juli di Jakarta.” Skripsi Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber KOWANI
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Berprasangka Baik atau Buruk pada Manusia?

Berprasangka Baik atau Buruk pada Manusia?

Stori
Kenapa Inggris Disebut The Black Country?

Kenapa Inggris Disebut The Black Country?

Stori
Patronase Ilmu dan Seni

Patronase Ilmu dan Seni

Stori
Sejarah Hari Antikorupsi Sedunia

Sejarah Hari Antikorupsi Sedunia

Stori
7 Peninggalan Zaman Megalitikum dan Fungsinya

7 Peninggalan Zaman Megalitikum dan Fungsinya

Stori
Apa Isi Politik Etis?

Apa Isi Politik Etis?

Stori
Pembabakan Zaman Batu

Pembabakan Zaman Batu

Stori
Mengapa Sarekat Islam Dibubarkan?

Mengapa Sarekat Islam Dibubarkan?

Stori
Jukung, Perahu Tradisional Masyarakat Banjar

Jukung, Perahu Tradisional Masyarakat Banjar

Stori
Pendapat H Kern Mengenai Asal-usul Bangsa Indonesia

Pendapat H Kern Mengenai Asal-usul Bangsa Indonesia

Stori
Sejarah Candi Pringtali yang Berbentuk Seperti Tugu

Sejarah Candi Pringtali yang Berbentuk Seperti Tugu

Stori
Siapa Itu Abel Tasman?

Siapa Itu Abel Tasman?

Stori
Penyebab Berakhirnya Demokrasi Liberal

Penyebab Berakhirnya Demokrasi Liberal

Stori
Candi Tebing Tegallinggah, Pertapaan yang Belum Selesai Dibangun

Candi Tebing Tegallinggah, Pertapaan yang Belum Selesai Dibangun

Stori
Menilik Kawasan Elite di Hindia Belanda pada Masa Kolonial

Menilik Kawasan Elite di Hindia Belanda pada Masa Kolonial

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com