KOMPAS.com - Indonesia menjadi salah satu wilayah yang terpengaruh oleh kebudayaan Hindu-Buddha.
Berdasarkan catatan sejarah, Hindu-Buddha masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-4 atau ke-5.
Salah satu buktinya adalah adanya kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia pada awal Masehi, seperti Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Kuno, dan Sriwijaya.
Ada banyak teori yang menjelaskan terkait awal mula agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, salah satunya adalah Teori Waisya.
Menurut G. Codes, yang memotivasi para pedagang India untuk datang ke Asia Tenggara adalah keinginan untuk memperoleh barang tambang terutama emas dan hasil hutan. Teori yang sejalan dengan pendapat G. Codes adalah Teori Waisya oleh N.J. Krom.
Berikut ini penjelasan mengenai Teori Waisya berikut kelebihan dan kelemahannya.
Baca juga: Teori Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara
Menurut Teori Waisya, agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India.
Teori ini dikemukakan oleh N.J. Krom, yang berpendapat bahwa agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari India.
Agama tersebut bisa disebarkan dengan cara pernikahan, hubungan dagang, atau interaksi dengan penduduk setempat saat pedagang dari India bermukim untuk sementara waktu di Nusantara.
Para pedagang itu bukan hanya membawa barang-barang dagangannya, tetapi juga membawa adat dan kebiasaan dari negaranya.
Baca juga: Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara
Dalam melakukan transaksi jual beli, para pedagang asal India, yang juga membawa budayanya, tentu melakukan interaksi dengan masyarakat lokal.
Interaksi yang berjalan dengan baik ini kemudian membuat lancar urusan bisnisnya.
Dari situlah, masyarakat mulai banyak yang tahu tentang ajaran agama Hindu dan kebudayaan-kebudayaannya.
Secara perlahan, banyak masyarakat yang paham dan mulai memelajari Hindu hingga kemudian menjadi pemeluk agama Hindu.
Baca juga: Kelebihan dan Kelemahan Teori Gujarat
Sumber daya alam Indonesia yang berlimpah membuat para pedagang atau golongan Waisya tertarik untuk melakukan perdagangan.
Para pedagang, yang mayoritas berasal dari India, mulai mendatangi Indonesia untuk melakukan perdagangan.
Seiring berjalannya waktu, para pedagang tersebut kemudian mulai menetap di beberapa wilayah Indonesia dan mulai menyebarkan agama dan kebudayaannya.
Para pedagang India yang menetap di Indonesia kemudian mendirikan kampung, yang dinamakan Kampung Keling.
Kampung Keling terletak di beberapa wilayah di Indonesia, ada yang di Jepara, Medan, Malaka, dan Aceh.
Dengan adanya kampung ini, bukti penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh pedagang India semakin kuat.
Baca juga: Empat Fase Perkembangan Agama Hindu di India
Para pedagang India yang menetap maupun tidak melakukan perkawinan dengan warga lokal di Indonesia.
Dari pernikahan itulah ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha mulai tersebar ke dalam keluarga, hingga mereka dikaruniai keturunan.
Keturunannya itulah yang kemudian meneruskan ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.
Ajaran agama Hindu-Buddha ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa, sehingga membutuhkan keahlian khusus untuk membacanya.
Orang yang mampu menulis aksara Pallawa dan membaca bahasa Sansekerta setidaknya berada pada Kasta Brahmana.
Maka dari itu, Kasta Waisya umumnya akan kesulitan untuk mempelajari ajaran agama Hindu Buddha.
Hal ini berlawanan dengan Teori Waisya, yang berpendapat bahwa para pedagang (Waisya) mampu membaca Sanskerta dan menyebarkan ajaran agamanya.
Baca juga: Pembagian Kasta dalam Masyarakat Hindu
Para pedagang yang datang ke Indonesia tujuannya hanya untuk berdagang, sehingga sedikit kemungkinan untuk menyebarkan ajaran agama Hindu-Buddha.
Mereka hanya fokus untuk berdagang guna mendapatkan penghasilan supaya bisa bertahan hidup.
Referensi: