Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Lawang Sewu

Kompas.com - 18/01/2022, 08:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kemdikbud

Pembangunan gedung A harus menunggu perbaikan tanah dan menggantinya dengan lapisan pasir vulkanis.

Pada 1 Juli 1907, gedung A (bangunan utama kantor NIS), C, D, dan E telah selesai dibangun.

Sedangkan gedung B, yang merupakan perluasan dari gedung A, mulai dibangun pada 1916 dengan menggunakan konstruksi beton bertulang dan selesai pada 1918.

Baca juga: Asal-usul Nama Semarang, dari Pohon Asam

Fungsi Lawang Sewu dari tahun ke tahun

Sejak Juli 1907, bangunan Lawang Sewu digunakan sebagai Kantor Pusat Administrasi NIS.

Pada masa perang kemerdekaan, tepatnya ketika berlangsung peristiwa Pertempuran 5 Hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945), Lawang Sewu sempat menjadi rebutan AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan tentara Jepang.

Setelah Belanda menyerah pada 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu dan menggunakannya sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang).

Pada masa pendudukan Jepang, ruang bawah tanah gedung B diubah menjadi penjara, sehingga banyak eksekusi terjadi.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada1945, Lawang Sewu beralih fungsi menjadi Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).

Namun, ketika Belanda kembali Indonesia pada 1946, Lawang Sewu digunakan sebagai markas tentara Belanda, sehingga kegiatan perkantoran DKARI harus dipindahkan.

Baca juga: Pertempuran Lima Hari di Semarang

Setelah pengakuan kedaulatan RI pada 1949, kompleks bangunan ini digunakan Kodam IV Diponegoro.

Pada 1994, Lawang Sewu diserahkan kembali pada kereta api (Perumka) yang kemudian statusnya berubah meniadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Setelah mengalami pemugaran, saat ini Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi perkeretaapian di Indonesia dari masa ke masa.

Pengunjung dapat menikmati keindahan koleksi bersejarah yang dipamerkan, seperti koleksi mesin Edmonson, mesin hitung, mesin tik, replika lokomotif uap, surat berharga dan masih banyak lainnya.

 

Referensi:

  • Yulianingsih, Tri Maya. (2010). Jelajah Wisata Nusantara. Yogyakarta: MedPress.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber Kemdikbud
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com