Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HAS Hanandjoeddin: Kehidupan dan Perjuangannya

Kompas.com - 10/01/2022, 09:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - HAS Hanandjoeddin adalah tokoh militer Indonesia yang berperan besar dalam peristiwa Agresi Militer Belanda I dan II.

Ia dipercaya menjadi komandan beberapa satuan pasukan dalam pertempuran tersebut.

Atas jasa-jasanya, nama HAS Hanandjoeddin kini diabadikan menjadi nama bandar udara internasional di Tanjung Pandan, Bangka Belitung.

Baca juga: Kronologi Agresi Militer Belanda I

Awal kehidupan

Haji Ahmad Sanusi Hanandjoeddin lahir di Tanjung Tikar, Bangka Belitung, pada 5 Agustus 1910.

Pada 1931, ia menempuh pendidikan di Ambacht School (Sekolah Pertukangan) di Manggar, Bangka Belitung.

Setelah lulus, Hanandjoeddin ditetapkan sebagai karyawan teknik dan ditugaskan di perusahaan Belanda, Gemeenschappelijke Mijnbouwmaatschappij Billiton (GMB).

Dari GMB, kariernya kemudian berlanjut ke salah satu perusahaan Belanda juga, yaitu Naamloze Venootschap Indische Bauxit Exploitatie Maatschappij (NV NIBEM) di Pulau Bintan.

Namun, setelah dilakukan tanda tangan kontrak kerja di NIBEM, Hanandjoeddin ditarik kembali ke Belitung.

Setelah itu, ia pindah ke Bandung dan bekerja di Wolter&Co. Di kota inilah, Hanandjoeddin mulai merambah ke dunia politik dengan tergabung dalam Partai Indonesia Raya (Parindra).

Baca juga: Sejarah Partai Indonesia Raya (Parindra)

Kiprah militer

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, HAS Hanandjoeddin pindah ke Malang dan tergabung dalam Ozawa Butai (Satuan Permukaan Darat Jepang), di mana ia dipercaya menjadi Hancho (pemimpin kelompok).

Setelah tiga tahun, Ozawa Butai dibubarkan seiring dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.

Beberapa waktu setelah Indonesia merdeka, Kelompok Pemuda Bagian Udara yang dipimpin oleh HAS Hanandjoeddin bergabung bersama Badan Keamanan Rakyat (BKR) Malang.

Kelompok ini kemudian berubah nama menjadi Divisi III Jawa Timur. Setelah itu, pada Oktober 1945, dibentuk BKR Udara (BKRO) Malang yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat.

Di BKRO Malang, HAS Hanandjoeddin diangkat sebagai pelaksana teknis lapangan, di mana ia bersama dengan teknisi lain mampu memperbaiki pesawat peninggalan Jepang, yaitu Cukiu 003 dan Cukiu 004.

Baca juga: Andi Depu: Awal Kehidupan, Perjuangan, dan Kematian

Pasca-jatuhnya Surabaya ke tangan Sekutu pada 12 November 1945, Panglima Divisi III membuka sekolah militer yang berjalan selama dua bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com