Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Sintang: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Kompas.com - 17/12/2021, 08:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajaan Sintang adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Diduga, Kerajaan Sintang pada mulanya adalah kerajaan bercorak hindu. Akan tetapi, tidak dikatahui secara pasti kapan berdirinya.

Dalam perkembangannya, ajaran Islam mulai masuk ke wilayahnya dan kerajaan ini berubah menjadi bercorak Islam.

Kerajaan Sintang mulai mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh setelah menyepakati perjanjian dengan Belanda.

Sejarah berdirinya

Bukti sejarah berdirinya Kerajaan Sintang dapat ditelusuri melalui sejumlah benda peninggalan, seperti batu lingga yang bergambar Mahadewa dan arca Nandi di Desa Tanjung Riah, Kecamatan Sepauk.

Tidak jauh dari lokasi tersebut, ditemukan juga makam Aji Melayu, yang diduga merupakan nenek moyang raja-raja Kerajaan Sintang.

Baca juga: Kerajaan Sekadau: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Aji Melayu adalah penyebar agama Hindu di Sintang yang berasal dari Semenanjung Malaya. Ia datang pada abad ke-4 dan menikah dengan wanita cantik bernama Putung Kempat.

Dari pernikahannya, Aji Melayu dikaruniai anak laki-laki bernama Dayang Lengkong, yang kelak keturunannya menjadi penguasa di Sintang.

Adapun keturunan Dayang Lengkong adalah Demang Irawan, orang yang gemar bertualang bersama pengikutnya pada abad ke-13.

Dalam petualangannya, ia sampai di daerah Tempunak, yang tengah terjadi konflik perebutan perbatasan antara Suku Dayak Desa dan Dayak Linoh.

Demang Irawan pun mencoba membantu dan berhasil meredam konflik antara kedua suku tersebut. Karena kebaikannya itu, ia diangkat menjadi pemimpin Suku Dayak Desa dan Linoh.

Kekuasaaan Demang Irawan kemudian meluas dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Senatang, yang tepatnya di persimpangan Sungai Kapuas dan Melawi.

Dari situlah, Senatang kemudian dikenal sebagai daerah Sintang, yang merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Sintang.

Baca juga: Kerajaan Bunut: Sejarah, Perkembangan, dan Keruntuhan

Berubah menjadi kerajaan Islam

Menjelang akhir abad ke-17, Abang Nata naik takhta dan menjadi penguasa Sintang pertama yang masuk Islam.

Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Nata Muhammad Syamsuddin Sa'adul Khari Waddin.

Pada masa ini, Islam masuk dan berkembang di Sintang karena di bawa oleh pedagang dari Arab, Banjar, Serawak, dan Minangkabau.

Salain menetapkan Sintang sebagai kesultanan Islam, Sultan Nata juga menyusun undang-undang, pendirian masjid, dan membangun istana kesultanan.

Pada 1736, Sultan Nata digantikan oleh putranya, Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin atau dikenal sebagai Sultan Aman.

Pada masa Sultan Aman, Sintang mengalami kemajuan di bidang pertanian. Selanjutnya, takhta kerajaan jatuh kepada Sultan Cecep.

Semasa pemerintahan Sultan Cecep, dibangun masjid baru untuk menggantikan yang lama.

Baca juga: Kerajaan Tabanan: Sejarah, Raja-raja, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan

Raja-raja Kerajaan Sintang

  • Panembahan Samat Semah
  • Panembahan Ismail Zaubair Mali Jubairi Irawan II
  • Panembahan Tembilang Ari
  • Panembahan Pencin Pontin (1600-1643)
  • Panembahan Tunggal (1643-1672)
  • Sultan Muhammad Shamsuddin/Sultan Nata (1672-1738)
  • Sultan Muhammad jalaluddin (1738-1786)
  • Sultan Muhammad Jamaluddin I (1786-1796)
  • Sultan Muhammad Qamaruddin (1796-1851)
  • Sultan Muhammad Jamaluddin II (1851-1855)
  • Sultan Gusti Kusuma Negara I (1855-1889)
  • Sultan Gusti Kusuma Negara II (1889-1905)
  • Sultan Gusti Kusuma Negara III (1905-1913)
  • Sultan Gusti Muhammad Jun Abdul Kadir (1913-1934)
  • Sultan Gusti Kusuma Negara IV (1934-1944)
  • Sultan Gusti Kusuma Negara V (1944-1950)

Baca juga: Kerajaan Karangasem: Sejarah, Raja-raja, Keruntuhan, dan Peninggalan

Lambang Kerajaan Sintanghttps://id.wikipedia.org Lambang Kerajaan Sintang

Masuknya pengaruh Belanda

Belanda pertama kali melakukan kontak dengan Kerajaan Sintang ketika Sultan Muhammad Qamaruddin (1796-1851) berkuasa.

Sultan Muhammad Qamaruddin memiliki empat putra, yaitu Gusti Djemadin (Pangeran Suma), Gusti Muhammad Djamaluddin atau Gusti Muhammad Yasin (Pangeran Adipati), Abang Abu (Pangeran Laksamana) dan Abang Abdullah (Pangeran Prabu).

Namun, karena Gusti Djemadin, yang menggantikan Sultan Muhammad Qamaruddin, tidak suka dengan kehadiran bangsa penjajah di wilayahnya, Belanda segera melakukan politik adu domba.

Akhirnya, kekuasaan atas Sintang diserahkan kepada adiknya, Gusti Muhammad Yasin, yang bergelar Pangeran Adipati Muhammad Djamaluddin.

Pada masa pemerintahan Pangeran Adipati Muhammad Djamaluddin inilah, Belanda datang kembali di bawah pimpinan D.J. van Dungen dan C.F. Goldman.

Kedatangan itu menghasilkan kesepakatan dagang dalam kontrak sementara atau disebut Voorlooping Contract, yang ditandatangani pada 2 Desember 1822.

Baca juga: Kerajaan Jembrana: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Runtuhnya Kerajaan Sintang

Kerajaan Sintang kembali menyepakati perjanjian dengan Belanda pada tahun 1823, 1832, 1847, dan 1855.

Serangkaian perjanjian itu semakin membuka peluang Belanda untuk ikut campur dalam urusan internal pemerintahan Kerajaan Sintang.

Pada 24 November 1823, ditandatangani kontak dengan Belanda, yang mana isi perjanjian itu secara tidak langsung meruntuhkan kedaulatan Kerajaan Sintang.

Berakhirnya Sintang ditandai dengan dibukanya kantor Belanda dengan menempatkan H. van Cafferon sebagai asisten residen.

Sejak itu hingga masa penjajahan Jepang, Sintang menjadi daerah swapraja. Pada sekitar tahun 1960-an, Sintang menjadi kabupaten di bawah pemerintahan Indonesia.

 

Referensi:

  • Taniputera, Ivan. 2017. Ensiklopedi Kerajaan-Kerajaan Nusantara: Hikayat dan Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com